Jumat, 19 Desember 2008

Hasil Wawancara Andri FKIP/P. Matematika Sem VC dan kelompok

Hasil Wawancara
Dengan Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM)
Desa Kledung Kradenan, kecamatan Banyuurip, kabupaten Purworejo

  1. Sejarah PRM (Pimpinan Ranting Muhammadiyah) di desa Kledung Kradenan kecamatan Banyuurip, kabupaten Purworejo
    Embrio PRM (Pimpinan Ranting Muhammadiyah) desa Kledung Kradenan, Banyuurip, Purworejo sudah ada sejak adanya PDM (Pimpinan Daerah Muhammadiyah) di Kabupaten Purworejo. Adapun secara resminya PRM desa Kledung Kradenan ini berdiri bersamaan dengan berdirinya PCM (Pimpinan Cabang Muhammadiyah) Banyuurip yaitu pada awal tahun 2002.
    Kemudian sampai dengan tahun 2008 di Kecamatan Banyuuurip yang terdiri dari 27 desa, berdiri 5 buah ranting, yang merupakan PRM Kledung Kradenan, Kledung Karang Dalem, Wangunrejo, Banyuurip, dan Boro Kulon. Di daerah tersebut, para simpatisan atau pendukung dakwah Muhammadiyah kebanyakan dari masyarakat pendatang, sedangkan orang-orang pribumi masih sangat sedikit, karena masyarakat pribumi masih mengedepankan tradisi-tradisi lokal atau adat, yang mana tindakan-tindakan tersebut masih sangat kental kaitannya dengan pengaruh Hinduisme (Animisme dan Dinamisme) padahal hal-hal itu menjadi titik krusial yang akan ditegakkan Muhammadiyah, yang erat kaitannya dengan TBC (Takhayul, Bid’ah dan Churofat). Contoh : di daerah Kledung Kradenan tersebut telah berjalan tradisi “wayangan” setiap bulan rajab yang di masuki dengan niat-niat kemusyrikan. Masyarakat beranggapan jika tradisi tersebut tidak dijalankan, maka akan terjadi malapetaka atau suatu hal yang tidak diharapkan masyarakat seperti halnya musibah dll.
  2. Struktur Organisasi PRM di desa Kledung Kradenan
    Struktur organisasi yang telah terbentuk di dalam PRM setempat masih sangat sederhana, yakni masih terdiri dari pengurus harian, seperti :
    § Ketua PRM : Bpk. Ahmat Jaenudin
    § Sekretaris : Bpk. Bambang
    § Bendahara : Bpk. Tumirin
    Sementara bidang-bidang lazim di Muhammadiyah seperti PKU Muhammadiyah, tabligh itu belum ada, karena selama ini para pengurus masih dalam upaya memperkuat PRM. Selain menjabat sebagai ketua PRM, bapak Jaenudin juga sekaligus menjabat sebagai ketua PCM di daerah Kledung Kradenan sehingga lebih memfokuskan bagaimana cara menggerakkan PCM.
  3. Kekuatan dan Kelemahan dakwah Muhammadiyah
    Adapun kekuatan dakwah Muhammadiyah di desa Kledung Kradenan antara lain :
    a. Ditinjau dari segi personalia
    Niat dari para pendakwah yang ikhlas dan semata-mata hanya mencari ridha Allah SWT.
    Strata ekonomi para personalia alhamdulillah termasuk golongan menengah ke atas dan juga bermata pencaharian yang mempunyai status sosial seperti misalnya pegawai negeri, guru, pengusaha dan sebagainya. Paling tidak dengan nilai itu mereka dapat menfokuskan tujuan diri untuk dakwah yang benar-benar ikhlas lillahi ta’ala bukan untuk profesi ekonomi.
    Personalia para pendakwah Muhammadiyah termasuk orang-orang yang berpendidikan tinggi sehingga korelasional dan emotional mereka lebih matang dalam kaitannya dengan tingkat adaptasi dakwah mereka.
    b. Ditinjau dari segi finansial
    Dengan personalia yang bergolongan ekonomi menengah ke atas tersebut dapat menjadikan simpatisan mengikhlaskan dirinya dalam berdakwah. Selain itu, mereka juga ikhlas menafkahkan sebagian harta mereka di jalan Allah SWT. Contoh konkretnya yaitu telah dibangun Panti Asuhan dan juga playgroup Aisiyah di daerah Banyuurip dan TK Aisiyah di daerah Wangunrejo. Oleh karena itu, masalah atau kendala finansial dapat atasi bersama-sama meskipun belum begitu optimal.
    Adapun kelemahan dakwah Muhammadiyah di PRM daerah setempat adalah lingkungan mereka yang relatif belum kondusif (dengan adanya tokoh-tokoh non Muhammadiyah yang melakukan pergerakan tidak sekedar bersama-sama fastabiqul khoirot, tetapi juga menganggap bahwa Muhammadiyah sebagai saingan. Dengan asumsi bahwa mereka tidak ingin kehilangan pengaruh serta tidak ingin kehilangan peluang ekonomi. Secara singkat golongan non-Muhammadiyah tidak mendukung misi dakwah Muhammadiyah, bahkan mereka menganggap sebagai saingannya.
  4. Keberlanjutan dakwah Muhammadiyah di PRM Kledung Kradenan
    PRM Kledung Kradenan sedang merintis sub-sub ranting. Adapun dakwah Muhammadiyah yang selama ini telah berjalan, antara lain : diadakannya pengajian setiap malam jumat kliwon dan pengajian setiap minggu pagi di masjid Khusnul Khotimah dan di Mushola pengadilan negeri Purworejo setiap bulan Ramadhan.
    Di lain tempat juga sedang dirintis beberapa simpatisan atau anggota Muhammadiyah yang terdiri dari :
    § Lingkungan I : Desa Plahan (Ngaglag)
    § Lingkungan II : Desa kledung Kradenan
    § Lingkungan III : Belakang pengadilan negeri
    § Lingkungan IV : Juru Tengah
    § Lingkungan V : Daerah perbatasan Sucen
1. IJTIHAD
Ijtihad (Arab: اجتهاد) adalah sebuah usaha yang sungguh-sungguh, yang sebenarnya bisa dilaksanakan oleh siapa saja yang sudah berusaha mencari ilmu untuk memutuskan suatu perkara yang tidak dibahas dalam Al Quran maupun hadis dengan syarat menggunakan akal sehat dan pertimbangan matang. Namun pada perkembangan selanjutnya, diputuskan bahwa ijtihad sebaiknya hanya dilakukan para ahli agama Islam.Tujuan ijtihad adalah untuk memenuhi keperluan umat manusia akan pegangan hidup dalam beribadah kepada Allah di suatu tempat tertentu atau pada suatu waktu tertentu.
Menurut bahasa, ijtihad berarti (bahasa Arab اجتهاد) Al-jahd atau al-juhd yang berarti la-masyaqat (kesulitan dan kesusahan) dan akth-thaqat (kesanggupan dan kemampuan). Dalam al-quran disebutkan:
“..walladzi lam yajidu illa juhdahum..” (at-taubah:79)
artinya: “… Dan (mencela) orang yang tidak memperoleh (sesuatu untuk disedekahkan) selain kesanggupan”(at-taubah:79)
Kata al-jahd beserta serluruh turunan katanya menunjukkan pekerjaan yang dilakukan lebih dari biasa dan sulit untuk dilaksanakan atau disenangi. Dalam pengertian ini Nabi mengungkapkan kata-kata:

“Shallu ‘alayya wajtahiduu fiddua”

artinya:”Bacalah salawat kepadaku dan bersungguh-sungguhlah dalam dua”
Demikian dengan kata Ijtihad “pengerahan segala kemampuan untuk mengerjakan sesuatu yang sulit.” Atas dasar ini maka tidak tepat apabila kata “ijtihad” dipergunakan untuk melakukan sesuatu yang mudah/ringan. Pengertian ijtihad menurut bahasa ini ada relevansinya dengan pengertian ijtihad menurut istilah, dimana untuk melakukannya diperlukan beberapa persyaratan yang karenanya tidak mungkin pekerjaan itu (ijtihad) dilakukan sembarang orang.
Dan di sisi lain ada pengertian ijthad yang telah digunakan para sahabat Nabi. Mereka memberikan batasan bahwa ijtihad adalah “penelitian dan pemikiran untuk mendapatkan sesuatu yang terdekat pada Kitab-u ‘l-Lah dan Sunnah Rasul, baik yang terdekat itu diperoleh dari nash -yang terkenal dengan qiyas (ma’qul nash), atau yang terdekat itu diperoleh dari maksud dan tujuan umum dari hikmah syari’ah- yang terkenal dengan “mashlahat.” Dalam kaitan pengertan ijtihad menurut istilah, ada dua kelompok ahli ushul flqh (ushuliyyin) -kelompok mayoritas dan kelompok minoritas- yang mengemukakan rumusan definisi. Dalam tulisan ini hanya akan diungkapkan pengertian ijtihad menurut rumusan ushuliyyin dari kelompok mayoritas. Menurut mereka, ijtihad adalah pengerahan segenap kesanggupan dari seorang ahli fxqih atau mujtahid untuk memperoleh pengertian tingkat dhann terhadap sesuatu hukum syara’ (hukum Islam).
Dari definisi tersebut dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1) Pelaku utihad adalah seorang ahli fiqih/hukum Islam (faqih), bukan yang lain.
2) Yang ingin dicapai oleh ijtihad adalah hukum syar’i, yaitu hukum Islam yang berhubungan dengan tingkah laku dan perbuatan orang-orang dewasa, bukan hukum i’tiqadi atau hukum khuluqi,
3) Status hukum syar’i yang dihasilkan oleh ijtihad adalah dhanni.
Jadi apabila kita konsisten dengan definisi ijtihad diatas maka dapat kita tegaskan bahwa ijtihad sepanjang pengertian istilah hanyalah monopoli dunia hukum. Dalam hubungan ini komentator Jam’u ‘l-Jawami’ (Jalaluddin al-Mahally) menegaskan, “yang dimaksud ijtihad adalah bila dimutlakkan maka ijtihad itu bidang hukum fiqih/hukum furu’. (Jam’u ‘l-Jawami’, Juz II, hal. 379).
Atas dasar itu ada kekeliruan pendapat sementara pihak yang mengatakan bahwa ijtihad juga berlaku di bidang aqidah. Pendapat yang nyeleneh atau syadz ini dipelopori al-Jahidh, salah seorang tokoh mu’tazilah. Dia mengatakan bahwa ijtihad juga berlaku di bidang aqidah. Pendapat ini bukan saja menunjukkan inkonsistensi terhadap suatu disiplin ilmu (ushul fiqh), tetapi juga akan membawa konsekuensi pembenaran terhadap aqidah non Islam yang dlalal. Lantaran itulah Jumhur ‘ulama’ telah bersepakat bahwa ijtihad hanyaberlaku di bidang hukum (hukum Islam) dengan ketentuan-ketentuan tertentu.


Definisi Ijtihad
Secara literal, kata ijtihâd merupakan pecahan dari kata jâhada, yang artinya badzlu al-wus‘i (mencurahkan segenap kemampuan). (Ar-Razi, Mukhtâr ash-Shihâh, hlm.114). Ijtihad juga bermakna, “Istafrâgh al-wus‘i fî tahqîq amr min al-umûr mustalzim li al-kalafat wa al-musyaqqaq.” (mencurahkan seluruh kemampuan dalam men-tahqîq (meneliti dan mengkaji) suatu perkara yang meniscayakan adanya kesukaran dan kesulitan). (Al-Amidi, Al-Ihkâm fî Ushûl al-Ahkâm, II/309).
Di kalangan ulama ushul, ijtihad diistilahkan dengan, “istafrâgh al-wus‘î fî thalab adz-dzann bi syai’i min ahkâm asy-syar‘iyyah ‘alâ wajh min an-nafs al-‘ajzi ‘an al-mazîd fîh (mencurahkan seluruh kemampuan untuk menggali hukum-hukum syariat dari dalil-dalil dzanni hingga batas tidak ada lagi kemampuan melakukan usaha lebih dari apa yang telah dicurahkan.” (Al-Amidi, ibid., hlm. 309. Lihat juga: an-Nabhani, Asy-Syakhshiyyah al-Islâmiyyah, I/197).
Berdasarkan definisi di atas, kita bisa menyimpulkan, bahwa iijtihad adalah proses menggali hukum syariat dari dalil-dalil yang bersifat zhanni dengan mencurahkan segenap tenaga dan kemampuan hingga tidak mungkin lagi melakukan usaha lebih dari itu. Dengan kata lain, suatu aktivitas diakui sebagai ijtihad jika memenuhi tiga poin berikut ini:
Pertama, ijtihad hanya melibatkan dalil-dalil yang bersifat zhanni. Menurut al-Amidi, hukum-hukum yang sudah qath‘i (pasti) tidak digali berdasarkan proses ijtihad. Artinya, ijtihad tidak berhubungan atau melibatkan dalil-dalil yang bersifat qath‘i, tetapi hanya melibatkan dalil-dalil yang bersifat zhanni. Atas dasar itu, ijtihad tidak berlaku pada perkara-perkara akidah maupun hukum-hukum syariat yang dalilnya qath‘i; misalnya wajibnya hukum potong tangan bagi pencuri, hukum razam/cambuk bagi pezina, hukum bunuh bagi orang-orang yang murtad, dan lain sebagainya.
Kedua, ijtihad adalah proses menggali hukum syariat, bukan proses untuk menggali hal-hal yang bisa dipahami oleh akal secara langsung (ma‘qûlât) maupun perkara-perkara yang bisa diindera (al-mahsûsât). Penelitian dan uji coba di dalam laboratorium hingga menghasilkan sebuah teorema maupun hipotesis tidak disebut dengan ijtihad.
Ketiga, ijtihad harus dilakukan dengan sungguh-sungguh dengan mengerahkan puncak tenaga dan kemampuan hingga taraf tidak mungkin lagi melakukan usaha lebih dari apa yang telah dilakukan. Seseorang tidak disebut sedang berijtihad jika ia hanya mencurahkan sebagian kemampuan dan tenaganya, padahal ia masih mampu melakukan upaya lebih dari yang telah ia lakukan. (Al-Amidi, op.cit., II/309).
Ijtihad berbeda dengan tarjîh maupun baths al-masâ’il. Tarjîh adalah aktivitas untuk meneliti, mengkaji, dan menetapkan mana pendapat yang paling râjih (kuat) di antara pendapat-pendapat yang ada. Baths al-masâ’il tidak berbeda dengan tarjîh, meskipun kadang-kadang juga dilakukan pembahasan-pembahasan hukum-hukum tertentu berdasarkan kaidah-kaidah ijtihad. Akan tetapi, aktivitas semacam ini dilakukan secara berkelompok, bukan individual. Padahal, ijtihad adalah aktivitas individual, bukan aktivitas kelompok.

Fungsi Ijtihad
Meski al quran sudah diturunkan secara sempurna dan lengkap, tidak berarti semua hal dalam kehidupan manusia diatur secara detil oleh al quran maupun al hadist. selain itu ada perbedaan keadaan pada saat turunnya al quran dengan kehidupan modern. sehingga setiap saat masalah baru akan terus berkembang dan diperlukan aturan-aturan baru dalam melaksanakan ajaran islam dalam kehidupan beragama sehari-hari.
Jika terjadi persoalan baru bagi kalangan umat islam di suatu tempat tertentu atau di suatu masa waktu tertentu maka persoalan tersebut dikaji apakah perkara yang dipersoalkan itu sudah ada dan jelas ketentuannya dalam al quran atau al hadist. Sekiranya sudah ada maka persoalan tersebut harus mengikuti ketentuan yang ada sebagaimana disebutkan dalam al quran atau al hadits itu. Namun jika persoalan tersebut merupakan perkara yang tidak jelas atau tidak ada ketentuannya dalam al quran dan al hadist, pada saat itulah maka umat islam memerlukan ketetapan ijtihad. Tapi yang berhak membuat ijtihad adalah mereka yang mengerti dan paham al quran dan al hadist.
Kedudukan Ijtihad
Berbeda dengan al-Qur'an dan as-Sunnah, ijtihad terikat dengan ketentuan-ketentuan sebagi berikut :
§ Pada dasarnya yang ditetapkan oleh ijtihad tidak dapat melahirkan keputusan yang mutlak absolut. Sebab ijtihad merupakan aktifitas akal pikiran manusia yang relatif. Sebagai produk pikiran manusia yang relatif maka keputusan daripada suatu ijtihad pun adalah relatif.
§ Sesuatu keputusan yang ditetapkan oleh ijtihad, mungkin berlaku bagi seseorang tapi tidak berlaku bagi orang lain. Berlaku untuk satu masa / tempat tapi tidak berlaku pada masa / tempat yang lain.
§ Ijtihad tidak berlaku dalam urusan penambahan � ibadah mahdhah. Sebab urusan ibadah mahdhah hanya diatur oleh Allah dan Rasulullah.
§ Keputusan ijtihad tidak boleh bertentangan dengan al-Qur'an dan as-Sunnah.
§ Dalam proses berijtihad hendaknya dipertimbangkan faktor-faktor motifasi, akibat, kemaslahatan umum, kemanfaatan bersama dan nilai-nilai yang menjadi ciri dan jiwa daripada ajaran Islam.
Cara ber-Ijtihad
Dalam melaksanakan ijtihad, para ulama telah membuat methode-methode antara lain sebagai berikut :
1. Qiyas = reasoning by analogy
Yaitu menetapkan sesuatu hukum terhadap sesuatu hal yang belum diterangkan oleh al-Qur'an dan as-Sunnah, dengan dianalogikan kepada hukum sesuatu yang sudah diterangkan hukumnya oleh al-Qur'an / as-Sunnah, karena ada sebab yang sama. Contoh : Menurut al-Qur'an surat al-Jum'ah 9; seseorang dilarang jual beli pada saat mendengar adzan Jum'at. Bagaimana hukumnya perbuatan-perbuatan lain ( selain jual beli ) yang dilakukan pada saat mendengar adzan Jum'at ? Dalam al-Qur'an maupun al-Hadits tidak dijelaskan. Maka hendaknya kita berijtihad dengan jalan analogi. Yaitu : kalau jual beli karena dapat mengganggu shalat Jum'at dilarang, maka demikian pula halnya perbuatan-perbuatan lain, yang dapat mengganggu shalat Jum'at, juga dilarang. Contoh lain : Menurut surat al-Isra' 23; seseorang tidak boleh berkata uf ( cis ) kepada orang tua. Maka hukum memukul, menyakiti dan lain-lain terhadap orang tua juga dilarang, atas dasar analogi terhadap hukum cis tadi. Karena sama-sama menyakiti orang tua. Pada zaman Rasulullah saw pernah diberikan contoh dalam menentukan hukum dengan dasar Qiyas tersebut. Yaitu ketika � Umar bin Khathabb berkata kepada Rasulullah saw : Hari ini saya telah melakukan suatu pelanggaran, saya telah mencium istri, padahal saya sedang dalam keadaan berpuasa. Tanya Rasul : Bagaimana kalau kamu berkumur pada waktu sedang berpuasa ? Jawab �Umar : tidak apa-apa. Sabda Rasul : Kalau begitu teruskanlah puasamu.
2. Ijma' = konsensus = ijtihad kolektif.
Yaitu persepakatan ulama-ulama Islam dalam menentukan sesuatu masalah ijtihadiyah. Ketika �Ali bin Abi Thalib mengemukakan kepada Rasulullah tentang kemungkinan adanya sesuatu masalah yang tidak dibicarakan oleh al-Qur'an dan as-Sunnah, maka Rasulullah mengatakan : " Kumpulkan orang-orang yang berilmu kemudian jadikan persoalan itu sebagai bahan musyawarah ". Yang menjadi persoalan untuk saat sekarang ini adalah tentang kemungkinan dapat dicapai atau tidaknya ijma tersebut, karena ummat Islam sudah begitu besar dan berada diseluruh pelosok bumi termasuk para ulamanya.
3. Istihsan = preference
Yaitu menetapkan sesuatu hukum terhadap sesuatu persoalan ijtihadiyah atas dasar prinsip-prinsip umum ajaran Islam seperti keadilan, kasih sayang dan lain-lain. Oleh para ulama istihsan disebut sebagai Qiyas Khofi ( analogi samar-samar ) atau disebut sebagai pengalihan hukum yang diperoleh dengan Qiyas kepada hukum lain atas pertimbangan kemaslahatan umum. Apabila kita dihadapkan dengan keharusan memilih salah satu diantara dua persoalan yang sama-sama jelek maka kita harus mengambil yang lebih ringan kejelekannya. Dasar istihsan antara lain surat az-Sumar 18.

4. Mashalihul Mursalah = utility
yaitu menetapkan hukum terhadap sesuatu persoalan ijtihadiyah atas pertimbangan kegunaan dan kemanfaatan yang sesuai dengan tujuan syari'at. Perbedaan antara istihsan dan mashalihul mursalah ialah : istihsan mempertimbangkan dasar kemaslahan ( kebaikan ) itu dengan disertai dalil al-Qur'an / al-Hadits yang umum, sedang mashalihul mursalah mempertimbangkan dasar kepentingan dan kegunaan dengan tanpa adanya dalil yang secara tertulis exsplisit dalam al-Qur'an / al-Hadits.

Sebagaimana istilah jihad, istilah ijtihad sering mengalami reduksi, bahkan manipulasi. Dengan kata lain, makna hakiki ijtihad sering menjadi sangat bias dan menyimpang jauh. Akibatnya, di antara kaum Muslim, ketika melontarkan suatu pendapat, banyak yang dengan enteng mengklaim bahwa itu adalah ‘ijtihad’-nya; padahal dia jauh dari karakteristik sebagai mujtahid. Ini tidak lain karena ada semacam kebiasaan buruk di tengah-tengah kita, yakni sering memaknai suatu istilah khas Islam hanya dilihat dari sisi bahasanya semata, bukan dari pemahaman syar‘i-nya. Oleh karena itu, Telaah Kitab kali ini bermaksud meluruskan kembali makna ijtihad, dengan merujuk pada penjelasan yang ada dalam kitab, Asy-Syakhshiyyah al-Islâmiyyah, I/197, karya Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, di samping yang terdapat dalam beberapa kitab yang lain. Selamat membaca!
Lingkup Ijtihad
Sebagaimana definisi ijtihad di atas, lingkup ijtihad hanya terbatas pada penggalian hukum syariat dari dalil-dalil dzanni. Ijtihad tidak boleh memasuki wilayah yang sudah pasti (qath‘i), maupun masalah-masalah yang bisa diindera dan dipahami secara langsung oleh akal.
Di dalam al-Quran ada ayat-ayat yang jelas penunjukkannya (qath‘i), ada pula yang penunjukkannya zhanni. Ijtihad tidak boleh dilakukan pada ayat-ayat yang jelas (qath‘i) maknanya, misalnya masalah-masalah akidah, kewajiban shalat lima waktu, zakat, puasa, haji, dan lain sebagainya. Perkara-perkara semacam ini bukanlah lingkup ijtihad. Sebab, masalah-masalah seperti ini sudah sangat jelas dan tidak boleh ada kesalahan di dalamnya. Siapa saja yang salah dalam mempersepsi perkara-perkara yang sudah qath‘i, maka ia telah terjatuh dalam dosa dan berhak mendapatkan azab Allah Swt. Sebaliknya, kesalahan dalam perkara-perkara ijtihadiah (zhanni) tidak akan menjatuhkan pelakunya dalam dosa dan maksiyat. (Al-Amidi, ibid., II/311).
Ijtihad hanya terjadi dan berlaku pada wilayah furû‘ (cabang) dan zhanni. Perkara-perkara semacam ini disebut perkara ijtihadiah. Disebut demikian karena ia masih membuka ruang terjadinya perbedaan interpretasi. Adapun perkara yang melibatkan dalil qath‘i, tidak boleh disebut sebagai perkara ijtihadiah.
Haramnya memilih kepala negara yang berhaluan sekular dan tidak mendukung penerapan syariat Islam bukanlah perkara ijtihadiah. Sebab, kebatilan dan pertentangan sekularisme dengan Islam adalah perkara qath‘i. Kewajiban menerapkan syariat Islam dalam kehidupan masyarakat dan negara juga merupakan perkara yang pasti dan tidak boleh ada perselisihan. Kewajiban menegakkan kembali Khilafah Islamiyah juga merupakan perkara pasti yang tidak boleh ada perbedaan di kalangan Muslim.
Sayangnya, sebagian orang malah menolak penerapan syariat Islam dan penegakkan Khilafah Islamiah dengan dalih ijtihad dan ijtihadiah. Mereka menganggap bahwa perbedaan dalam masalah semacam ini masih dalam kategori boleh. Alasannya, masing-masing orang mempunyai ijtihad sendiri-sendiri dan sah-sah saja jika hasil ijtihadnya berbeda. Akibatnya, umat tidak bisa memilah mana pendapat yang telah menyimpang dari syariat Islam dan mana pendapat yang masih terkategori pendapat islami. Ketika disampaikan bahwa berhukum dengan aturan Allah merupakan kewajiban, dengan entengnya mereka menyatakan, “Itu kan ijtihad Anda? Kami mempunyai pendapat dan ijtihad sendiri dalam masalah ini. Jika kami berbeda dengan Anda, Anda tetap harus menghargai pendapat kami, dan tidak boleh menyalahkan kami. Bukankah salah dalam ijtihad tidak berdosa?”
Semua ini diakibatkan karena umat tidak lagi memahami lingkup ijtihad; mana yang terkategori perkara ijtihadiah dan mana yang bukan. Akhirnya, umat tidak bisa membedakan pendapat islami dan pendapat yang telah menyimpang dari akidah dan syariat Islam.

Syarat-syarat Mujtahid
Seseorang layak untuk berijtihad jika telah memenuhi syarat-syarat berikut ini:
Pertama, memahami dalil-dalil sam‘i (naqli) yang digunakan untuk membangun kaidah-kaidah hukum. Yang dimaksud dengan dalil sam‘i adalah al-Quran, as-Sunnah, dan Ijma. Seorang mujtahid harus memahami al-Quran, as-Sunnah, dan Ijma berikut klasifikasi dan kedudukannya. Ia juga harus memiliki kemampuan untuk memahami, menimbang, mengkompromikan, serta men-tarjîh dalil-dalil tersebut jika terjadi pertentangan. Kemampuan untuk memahami dan dalil-dalil sam‘i dan menimbang dalil-dalil tersebut merupakan syarat pokok bagi seorang mujtahid.
Kedua, memahami arah penunjukkan dari suatu makna yang sejalan dengan pemahaman orang Arab dan dipakai oleh para ahli balâghah (retorika bahasa Arab).
Seorang mujtahid disyaratkan harus memiliki kemampuan bahasa yang mencakup kemampuan untuk memahami makna suatu kata, makna balâghah-nya, dalâlah-nya, pertentangan makna yang dikandung suatu kata, serta mana makna yang lebih kuat—setelah dibandingkan dengan riwayat tsiqqah dan perkataan ahli bahasa. Seorang mujtahid tidak cukup hanya mengerti dan menghapal arti sebuah kata berdasarkan pedoman kamus. Akan tetapi, ia harus memahami semua hal yang berkaitan dengan kata tersebut dari sisi kebahasaan. (An-Nabhani, op.cit., I/213-216. Lihat juga: Al-Amidi, op.cit. II/309-311).

Kesalahan Persepsi Seputar Ijtihad
Pertama, sebagian kaum Muslim memahami bahwa semua orang berhak dan layak melakukan ijtihad. Mereka berdalil bahwa setiap mukallaf dibekali Allah dengan akal yang sama dan setiap Mukmin wajib mengerti hukum syariat berdasarkan pemahamannya sendiri. Untuk itu, setiap orang berhak melakukan ijtihad meskipun ijtihadnya bisa jadi salah.
Mereka juga beralasan bahwa ijtihad harus tetap ada hingga Hari Kiamat untuk menjawab persoalan-persoalan baru yang terus berkembang. Untuk itu, jika setiap orang tidak diberi hak berijtihad, tentu akan terjadi stagnasi ijtihad. Padahal, stagnasi ijtihad tidak boleh terjadi di tengah-tengah masyarakat Islam.
Benar, setiap Muslim diperintahkan untuk terikat dengan aturan Allah Swt. Seseorang tidak mungkin bisa terikat dengan aturan Allah jika ia tidak mengerti hukum syariat. Padahal, jalan satu-satunya untuk menggali hukum adalah ijtihad. Oleh karena itu, adanya ijtihad merupakan kewajiban bagi kaum Muslim. Namun demikian, ijtihad—sebagaimana definisinya—adalah aktivitas yang sangat sulit dan berat. Ijtihad juga membutuhkan syarat-syarat yang tidak mudah. Hanya orang-orang yang memiliki kelayakan dan kemampuan saja yang berhak melakukan ijtihad. Orang-orang yang tidak memiliki kemampuan dan kelayakan tentu tidak akan mampu melakukan ijtihad sesuai dengan tuntunan Allah Swt. Jika ia memaksakan diri berijtihad, tentu saja hukum yang ia gali lebih banyak didasarkan pada hawa nafsunya, bukan didasarkan pada dalil-dalil syariat dan kaidah istinbâth yang benar. Padahal Allah Swt. melarang kaum Muslim berhukum berdasarkan hawa nafsunya.
Ijtihad memang harus dilakukan hingga akhir zaman untuk mejawab persoalan-persoalan baru yang tidak ditemukan pada masa sebelumnya. Akan tetapi, ini tidak berarti semua orang memiliki hak untuk melakukan ijtihad dengan alasan agar ijtihad tidak mandeg. Syarat-syarat kelayakan untuk melakukan ijtihad tetap harus dipenuhi. Orang yang tidak memiliki kemampuan dan memenuhi syarat-syarat ijtihad dilarang melakukan ijtihad. Dengan kata lain, pintu ijtihad tertutup bagi orang yang tidak memenuhi syarat kelayakan ijtihad.
Kedua, dengan dalih ijtihad dan masalah ijtihadiah banyak orang yang akhirnya bersifat permissive terhadap keragaman pendapat. Padahal, tidak jarang perbedaan pendapat dalam masalah itu sudah menyangkut hal-hal yang bersifat qath‘i, bukan lagi zhanni. Contohnya perbedaan pendapat di kalangan kaum Muslim tentang sistem pemerintahan Islam. Ada sebagian kaum Muslim berpendapat bahwa penerapan Islam bisa diwujudkan dalam koridor sistem pemerintahan apapun, baik republik, kekaisaran, federasi, dan sebagainya. Sebagian yang lain berpendapat bahwa syariat Islam tidak harus diterapkan secara struktural dan formal, yang penting adalah substansi dan nilai-nilainya. Sebagian lagi berpendapat bahwa penerapan syariat Islam boleh dilakukan secara bertahap, bukan serentak. Perbedaan-perbedaan pendapat dalam hal semacam ini sesungguhnya adalah perbedaan pendapat yang dilarang dalam Islam. Sebab, masalah sistem pemerintahan di dalam Islam bukanlah termasuk masalah ijtihadiah. Nash-nash syariat yang sharîh (jelas) telah menyatakan bahwa sistem pemerintahan di dalam Islam adalah Khilafah Islamiyah, bukan sistem yang lain.
Ketiga, dengan alasan ijtihadiah juga sebagian kaum Muslim telah menutup diri dari pendapat lain. Dengan kata lain, mereka enggan untuk mencari dan mengkaji mana pendapat yang paling kuat dan benar berdasarkan prinsip quwwah ad-dalîl (kekuataan argumentasi). Dalam masalah furû‘, meskipun kaum Muslim diperbolehkan berbeda pendapat dan pandangan, mereka diperintahkan untuk mencari dan memilih pendapat yang paling râjih dan kuat. Seorang Muslim harus beramal dengan hukum yang dianggapnya paling benar dan kuat. Ia tidak boleh beramal dengan hukum yang dianggapnya salah dan lemah. Atas dasar itu, seorang Muslim tidak boleh menolak pendapat yang lebih kuat dan râjih. Bersikukuh pada pendapat yang sudah terbukti lemah dan ringkih adalah tindakan dosa yang dicela oleh Islam. Sebab, bolehnya kaum Muslim berbeda pendapat dalam masalah furû‘ tidak menafikan wajibnya mereka mencari dan memegang pendapat yang paling kuat dan râjih.


2. GERAKAN MUHAMMADIYAH
a. Biografi dari Muhammadiyah
Ahmad Dahlan
Nama kecil K.H. Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwisy. Ia merupakan anak keempat dari tujuh orang bersaudara yang keseluruhanya saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya.
Dalam silsilah ia termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, seorang wali besar dan seorang yang terkemuka diantara Wali Songo, yang merupakan pelopor pertama dari penyebaran dan pengembangan Islam di Tanah Jawa (Kutojo dan Safwan, 1991).
Adapun silsilahnya ialah Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan) bin KH. Abu Bakar bin KH. Muhammad Sulaiman bin Kyai Murtadla bin Kyai Ilyas bin Demang Djurung Djuru Kapindo bin Demang Djurung Djuru Sapisan bin Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom) bin Maulana Muhammad Fadlullah (Prapen) bin Maulana 'Ainul Yaqin bin Maulana Ishaq bin Maulana Malik Ibrahim (Yunus Salam, 1968: 6).
Pada umur 15 tahun, beliau pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima tahun. Pada periode ini, Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah. Ketika pulang kembali ke kampungnya tahun 1888, beliau berganti nama menjadi Ahmad Dahlan.
Pada tahun 1903, beliau bertolak kembali ke Mekah dan menetap selama dua tahun. Pada masa ini, beliau sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, K.H. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman, Yogyakarta.
Sepulang dari Mekkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah (Kutojo dan Safwan, 1991).
Disamping itu KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. la juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari perkawinannya dengan Ibu Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Beliau pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta (Yunus Salam, 1968: 9).
Disamping aktif dalam menggulirkan gagasannya tentang gerakan dakwah Muhammadiyah, ia juga tidak lupa akan tugasnya sebagai pribadi yang mempunyai tanggung jawab pada keluarganya. Disamping itu, ia juga dikenal sebagai seorang wirausahawan yang cukup berhasil dengan berdagang batik yang saat itu merupakan profesi entrepreneurship yang cukup menggejala di masyarakat.
Sebagai seorang yang aktif dalam kegiatan bermasyarakat dan mempunyai gagasan-gagasan cemerlang, Dahlan juga dengan mudah diterima dan dihormati di tengah kalangan masyarakat, sehingga ia juga dengan cepat mendapatkan tempat di organisasi Jam'iyatul Khair, Budi Utomo, Syarikat Islam dan Comite Pembela Kanjeng Nabi Muhammad SAW.
Pada tahun 1912, Ahmad Dahlan pun mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk melaksanakan cita-cita pembaharuan Islam di bumi Nusantara. Ahmad Dahlan ingin mengadakan suatu pembaharuan dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. la ingin mengajak umat Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan al-Qur'an dan al-Hadits. Perkumpulan ini berdiri bertepatan pada tanggal 18 Nopember 1912. Dan sejak awal Dahlan telah menetapkan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi politik tetapi bersifat sosial dan bergerak di bidang pendidikan.
Gagasan pendirian Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan ini juga mendapatkan resistensi, baik dari keluarga maupun dari masyarakat sekitarnya. Berbagai fitnahan, tuduhan dan hasutan datang bertubi-tubi kepadanya. la dituduh hendak mendirikan agama baru yang menyalahi agama Islam. Ada yang menuduhnya kyai palsu, karena sudah meniru-niru bangsa Belanda yang Kristen dan macam-macam tuduhan lain. Bahkan ada pula orang yang hendak membunuhnya. Namun rintangan-rintangan tersebut dihadapinya dengan sabar. Keteguhan hatinya untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangan pembaharuan Islam di tanah air bisa mengatasi semua rintangan tersebut.
Pada tanggal 20 Desember 1912, Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan badan hukum. Permohonan itu baru dikabulkan pada tahun 1914, dengan Surat Ketetapan Pemerintah No. 81 tanggal 22 Agustus 1914. Izin itu hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta dan organisasi ini hanya boleh bergerak di daerah Yogyakarta. Dari Pemerintah Hindia Belanda timbul kekhawatiran akan perkembangan organisasi ini. Itulah sebabnya kegiatannya dibatasi.
Walaupun Muhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain seperti Srandakan, Wonosari dan Imogiri dan lain-Iain tempat telah berdiri cabang Muhammadiyah. Hal ini jelas bertentangan dengan keinginan pemerintah Hindia Belanda. Untuk mengatasinya, maka KH. Ahmad Dahlan menyiasatinya dengan menganjurkan agar cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta memakai nama lain. Misalnya Nurul Islam di Pekalongan, Ujung Pandang dengan nama Al-Munir, di Garut dengan nama Ahmadiyah. Sedangkan di Solo berdiri perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh Fathonah (SATF) yang mendapat pimpinan dari cabang Muhammadiyah.
Bahkan dalam kota Yogyakarta sendiri ia menganjurkan adanya jama'ah dan perkumpulan untuk mengadakan pengajian dan menjalankan kepentingan Islam. Perkumpulan-perkumpulan dan Jama'ah-jama'ah ini mendapat bimbingan dari Muhammadiyah, yang diantaranya ialah Ikhwanul Muslimin, Taqwimuddin, Cahaya Muda, Hambudi-Suci, Khayatul Qulub, Priya Utama, Dewan Islam, Thaharatul Qulub, Thaharatul-Aba, Ta'awanu alal birri, Ta'ruf bima kanu wal- Fajri, Wal-Ashri, Jamiyatul Muslimin, Syahratul Mubtadi (Kutojo dan Safwan, 1991: 33).
Gagasan pembaharuan Muhammadiyah disebarluaskan oleh Ahmad Dahlan dengan mengadakan tabligh ke berbagai kota, disamping juga melalui relasi-relasi dagang yang dimilikinya. Gagasan ini ternyata mendapatkan sambutan yang besar dari masyarakat di berbagai kota di Indonesia. Ulama-ulama dari berbagai daerah lain berdatangan kepadanya untuk menyatakan dukungan terhadap Muhammadiyah. Muhammadiyah makin lama makin berkembang hampir di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, pada tanggal 7 Mei 1921 Dahlan mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan cabang-cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Permohonan ini dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 2 September 1921.
Sebagai seorang yang demokratis dalam melaksanakan aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, Dahlan juga memfasilitasi para anggota Muhammadiyah untuk proses evaluasi kerja dan pemilihan pemimpin dalam Muhammadiyah. Selama hidupnya dalam aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, telah diselenggarakan dua belas kali pertemuan anggota (sekali dalam setahun), yang saat itu dipakai istilah AIgemeene Vergadering (persidangan umum).
b. Berdirinya Muhammadiyah berikut hal-hal yang Melatarbelakangi Berdirinya
Perserikatan Muhammadiyah sudah dikenal luas sejak beberapa puluh tahun yang lalu , oleh masyarakat Internasioanal , khususnya oleh masyarakat 'alam Ialamy. Nama Muhammadiyah sudah sangat akrab di telinga masayarkat pada umumnya .Adapun arti nama muhammadiyah dapat dilihat dari dua segi , yaitu arti bahasa atau etimologis dan arti istilah atau terminologis.
Arti Bahasa atau estimologis :Muhammadiyah berasal dari kata bahasa arab "Muhammad" yaitu nama nabi atau Rasul yang terakhir.Kemudian mendapatkan "ya nisbiyah "yang artinya menjeniskan .Jadi Muhammadiyah berarti umatnya Muhammad atau pengikut Muhammad. Yaitu semua oraqng yang menyakini bahwa Muhammad adalah hamba dan pesuruh Allah yang terakhir .Denga demikian siapapun yang beragama Islam maka dia adalah orang Muhammadiyah , tanpa dilihat atau dibatasi oleh perbedaan Organisasi, golongan bangsa , geografis , etnis , dsb.
Arti Istilah atau terminologis : Muhammadiyah adlah gerakan Islam , Dakwah AmarMakruf Nahi Munkar , berasa Islam dan bersumber Al Qur'an dan Sunah didirikan oleh KHA . Dahlan pada tanggal 8 Dzulhijah 1330 H, bertepatan tanggal 18 November 1912 M di kota Yogyakarta .Gerakan ini diberi nama Muhammadiyah denga maksud untuk berta'faul (berpengharapan baik )dapat menconytoh dan meneladani jejeak perjuangan nabi Muhammad SAW. dalam rangka menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam semata - mata demi terwujudnya Izzul Islam wal Muslimin, kejayaan Islam sebagai idealita dan kemulian hidup umat Ilam sebagai realita.
Latar Belakang berdirinya Muhammadiyah
1. Faktor Subyektif
Faktor Subyektif yang sangat kuat , bahkan dikatakan sbagai faktor utama dan faktor penentu yang mendorong berdiri8nya Muhammadiyah adlah hasil pendalaman KHA . Dahlan terhadap Al Qur'an dalm menelaah , membahas dan meneliti dan menbkaji kandunagn isinya .Sikap KHA Dahlan seprti ini sesunguhnya dalam rangka melaksanakan firman Allah sebagaimana yang tersimpul dalam dalam surat An-Nisa ayat 82 dan surat MUhammad ayat 24 yaitu melakukan taddabur atau memperhatikan dan mencermati dengan penuh ketelitian terhadap apa yang tersirat dalam ayat .Sikap seperti ini pulalah yang dilakukan KHA Dahaln ketika menatap surat Ali Imran ayat 104 :"Dan hendaklah ada diantara kamu sekalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan , menyuruh kepada yang makruf dan mencegah yang munkar , merekalah orang - orang yanag beruntung ".
Memahami seruan diatas , KHA Dahlan tergerak hatinya untuk membangansebauh perkumpulan , organisasi atau persyarikatan yang teratur dan rapi yang tugasnya berkhidmad pada malaksanakan misi dakwah Islam amar Makruf Nahi Munkar di tengah masyarakat kita .
2. Faktor Objektif
Ada beberapa sebab yang bersifat objektif yang melatarbelakangi berdirinya Muhammadiyah, yang sebagian dapat dikelompokkan dalam faktor internal, yaitu faktor-faktor penyebab yang muncul di tengah-tengah kehidupan masyarakat Islam Indonesia, dan sebagiannya dapat dimasukkan ke dalam faktor eksternal, yaitu faktor-faktor penyebab yang ada di luar tubuh masyarakat Islam Indonesia.
Faktor obyektif yang bersifat internal
a. Ketidakmurnian amalan Islam akibat tidak dijadikannya Al-Quran dan as-Sunnah sebagai satu-satunya rujukan oleh sebagian besar umat Islam Indonesia
b. Lembaga pendidikan yang dimiliki umat Islam belum mampu menyiapkan generasi yang siap mengemban misi selaku ”Khalifah Allah di atas bumi”
Faktor obyektif yang bersifat eksternal
a. Semakin meningkatnya Gerakan Kristenisasi di tengah-tengah masyarakat Indonesia
b. Penetrasi Bangsa-bangsa Eropa, terutama Bangsa Belanda ke Indonesia
c. Pengaruh dari Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam.


3. LAMBANG MUHAMMADIYAH
a. Bentuk Lambang
Lambang persyarikatan berbentuk matahari yang memancarkan dua belas sinar yang mengarah ke segala penjuru, dengan sinarnya yang putih bersih bercahaya. Di tengah-tengah matahari terdapat tulisan dengan huruf Arab; Muhammadiyah. Pada lingkaran atas yang mengelilingi tulisan Muhammadiyah terdapat: tulisan berhuruf Arab, berujud kalimat syahadat tauhid: “Asyhadu anla ila-ha illa Allah” (saya bersaksi bahwasanya tidak ada Tuhan kecuali Allah), dan pada lingkaran bagian bawah tertulis kalimat syahadat Rasul “Waasyhadu anna Muhammadan Rasulullahi” (dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah). Seluruh gambar matahari dengan atributnya berwarna putih dan terletak di atas warna dasar hijau daun.
b. Maksud Lambang
Matahari adalah merupakan salah satu benda langit ciptaan (makhluk) Allah. Dalam sistem tata surya matahari menempati posisi sentral (heliosentris) yaitu menjadi titik pusat dari semua planet-planet lain. Matahari merupakan benda langit yang dari dirinya sendiri memiliki kekuatan memancarkan sinar panas yang sangat berguna bagi kehidupan biologis semua makhluk hidup yang ada di bumi. Dan tanpa panas sinar matahari bumi akan membeku dan gelap gulita, sehingga semua makhluk hidup tidak mungkin dapat meneruskan kehidupannya.

Muhammadiyah menggambarkan jati diri, gerak serta manfaatnya sebagaimana matahari. Kalau matahari menjadi penyebab lahiriyah berlangsungnya kehidupan secara biologis bagi seluruh makhluk hidup yang ada di bumi, maka Muhammadiyah akan menjadi penyebab lahirnya, berlangsungnya kehidupan secara spiritual, rohaniyah bagi semua orang yang mau menerima pancaran sinarnya yang berupa ajaran agama Islam sebagaimana yang termuat dalam Al-Qur’an dan as-Sunnah. Ajaran Islam yang hak dan lagi sempurna itu seluruhnya berintikan dua kalimat syahadat itulah digambarkan oleh surat al-Anfal 24:
”Wahai orang-orang yang beriman! penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kalian kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepada kalian”.

Dua belas sinar matahahari yang memancar ke seluruh penjuru mengibaratkan tekad dan semangat pantang menyerah dari warga Muhammadiyah dalam memperjuangkan Islam di tengah-tengah masyarakat bangsa Indonesia sebagai tekad dan semangat pantang mundur dan menyerah dari kaum Hawary, yaitu sahabat Nabi Isa as yang jumlahnya dua belas orang. Karena tekad dan semangatnya telah teruji secara meyakinkan maka Allah pun berkenan mengabadikan mereka dalamsalah satu ayat Al-Qur’an, yaitu surat as-Shaf ayat 14:
”Wahai’ sekalian orang yang beriman! jadikanlah kalian penolong-penolong (agama) Allah, sebagaimana ucapan Isa putra Maryam kepada kaum Hawary: ”Siapa yang bersedia menolongku (semata-mata untuk menegakkan agama Allah”), lalu segolongan banl israil beriman dan segolongan (yang kafir) kafir: maka kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, maka jadilah mereka orang-orang yang menang”.

Warna putih pada seluruh gambar matahari melambangkan kesucian dan keikhlasan.Muhammadiyah dalam berjuang untuk menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam tidak ada motif lain kecuali semata-mata mengharapkan keridlaan Allah. Keikhlasan yang menjadi inti (nucleus) ajaran ikhsan sebagaimana yang diajarkan Rasullulah benar-benar dijadikan jiwa dan ruh perjuangan Muhammadiyah, dan yang sejak awal kelahiran Muhammadiyah sudah ditanamkan oleh KHA. Dahlan. Sebab telah diyakini secara sungguh-sungguh bahwa setiap perjuangan yang didasari oleh iman dan ikhlas maka kekuatan apapun tidak ada yang mampu mematahkannya (lihat surat Shadd 73-85, as-Shaffat 138, al-A’raf 11-18).

Warna hijau yang menjadi warna dasar melambangkan kedamaian dan kesejahteraan. Muhammadiyah berjuang di tengah-tengah masyarakat bangsa Indonesia dalam rangka merealisasikan ajaran agama Islam yang penuh dengan kedamaian, selamat dan sejahtera bagi umat manusia (al-Anbiya’ ayat 107).

5. MAKSUD DAN TUJUAN MUHAMMADIYAH
Maksud dan tujuan Muhammadiyah sebagaimana yang telah dirumuskan dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah dapat di jelaskan sebagai berikut:
a. Menegakkan, berarti membuat dan mengupayakan agar tetap tegak dan tidak condong apalagi roboh, yang semua itu dapat terealisasikan manakala sesuatu yang ditegakkan tersebut diletakkan di atas fondasi, landasan atau asas yang kokoh dan solid, dipegang erat-erat, dipertahankan, dibela serta diperjuangkan dengan penuh konsekuen.
b. Menjunjung Tinggi, berarti membawa atau menjujung di atas segala-galanya, mengindahkan serta menghormatinya.
c. Agama Islam, yaitu agama Allah yang diwahyukan kepada para Rasul-Nya sejak nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa sampai kepada nabi penutup Muhammad saw sebagai hidayah dan rahmat Allah kepada umat manusia sepanjang zaman, serta menjamin kesejahteraan hakiki duniawi maupun ukhrawi.
d. Terwujud, berarti menjadi satu kenyataan akan adanya atau akan wujudnya.
e. Masyarakat Utama, yaitu masyarakat yang senantiasa mengejar keutamaan dan kemaslahatan untuk kepentingan hidup umat manusia, masyarakat yang selalu bersikap takzim terhadap Allah, Tuhan Yang Maha Esa, mengindahkan dengan penuh keikhlasan terhadap ajaran-ajaran-Nya, serta menaruh hormat terhadap sesama manusia selaku makhluk Allah yang memiliki martabat absanu taqwim.
f. Adil dan makmur, yaitu suatu kondisi masyarakat yang di dalamnya terpenuhi dua kebutuhan hidup yang pokok, yaitu:
1. Adil, suatu kondisi masyarakat yang positif dari aspek batiniah di mana keadaan ini bilamana dapat diwujudkan secara konkret, riil atau nyata maka akan terciptalah masyarakat yang damai, aman, dan tentram.
2. Makmur, yaitu suatu kondisi masyarakat yang positif dari aspek lahiriah, yang sering digambarkan secara sederhana dengan rumusan terpenuhinya kebutuhan sandang, papan dan kesehatan. Suatu keadaan masyarakat yang makmur sejahtera, melimpah ruah segala kebutuhan aspek materiilnya, dan sepi dari jerit tangisnya orang yang kelaparan dan kesusahan.
3. Yang diridlai Allah Subhanahu Wata’ala, artinya dalam rangka mengupayakan terciptanya keadilan dan kemakmuran masyarakat maka jalan dan cara yang ditempuh haruslah selalu bermotifkan semata-mata mencari keridlaan Allah belaka. Rumusan tujuan persyarikatan seperti di atas sesungguhnya searti dan sejiwa dengan gambaran masyarakat.

6. KHITTAH MUHAMMADIYAH
Sebagaimana ditegaskan dalam Matan Keyakinan dan cita-cita hidup Muhammadiyyah, bahwa “ Muhammadiyyah adalah Gerakan berasas Islam, bercita-cita dan bekerja untuk terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, untuk melaksanakn fungsi dan missi manusia senagai hamba dan khalifah Allah di muka bumi “.
Untuk mencapai cita-cita tersebut, diperlukan pedoman yang berisi arah, kebijaksanaan dan langkah-langkah yang harus ditempuh sehingga usaha yang dilakukan itu benar-benar dapat mewujudkan cita-cita yang diidamkan. Pedoman itu lebih-lebih diperlukan, karena dalam perjalanan hidupnya, Muhammadiyyah senantiasa menghadapi berbagai macam persoalan dan mengalami situasi yang berubah ubah. Tanpa pedoman dapatlah dipastikan akan terjadinya kesimpangsiuran perjuangan serta keragu-raguan dalam menghadapi situasi yang selalu berubah itu. Pedoman itulah yang dalm kehidupan Muhammadiyyah dikenal dengan istilah “Khittah Perjuangan”.
Dalam perjalanan Muhammadiyyah dari masa ke masa, telah beberapa kali ditetapkan Khittah Perjuangan. Yang terakhir kalinya adalah Khittah perjuangan keputusan Mu’tamar Muhammadiyyah ke 40 di Surabaya. Dengan ditetapkan Khittah Perjuangan oleh Mu’tamar Muhammadiyyah ke 40 itu tidak berarti bahwa Khittah-khittah perjuangan yang telah ditetapkan sebelumnya lantas menjadi tidak berlaku lagi. Dalam sejarah kehidupan Muhammadiyyah, khittah-khittah Perjuangan yang telah ditetapkan sebelumnya lantas menjadi tidak berlaku lagi. Hal itu tentu saja sepanjang materi dari Khittah-khittah Perjuangan tidak bertentangan dengan materi dari Khittah Perjuangan yang ditetapkan kemudian.
Dalam Khittah Perjuangan Muhammadiyyah Keputusan Mu’tamar ke 40, sesuai dengan persoalan dan situasi yang tengah dihadapi dan diperhitungakan akan dihadapi oleh Muhammadiyyah, ditonjolkan kembali hakekat Muhammdiyyah sebagai Gerakan Islam serta hubungannya dengan lapangan yang telah dipilihnya, yaitu masyarakat. Di samping itu juga ditonjolkan hubungan Muhammadiyyah dengan masalah politik dan ukhuwah Islamiyah.
Berdasarkan pendirian terhadap masalah – masalah yang ditonjolkan itu, akhirnya Khittah Perjuangan itu menggariskan program jangka pendek yang harus dijabarkan dan dilaksanakan oleh segenap warga Muhammadiyah.

Program jangka pendek itu adalah sebagai berikut :
Ø Memulihkan kembali Muhammadiyah sebagai Persyarikatan yang menghimpun sebagai anggota masyarakat terdiri dari muslimin dan muslimat yang beriman teguh, taat beribadah, berakhlak mulia dan menjadi teladan yang baik di tengah-tengah masyarakat.
Ø Meningkatkan pengertian dan kematangan anggota Muhammadiyah tentang hak dan kewajibannya sebagai warga negara dalam Negara-Negara Kesatuan Republik Indonesia dan meningkatkan kepekaan sosialnya terhadap persoalan – persoalan dan kesuliatan kehidupan masyarakat.
Ø Menempatkan Persyarikatan Muhammadiyah sebagai pusat gerakan untuk melaksanakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar ke segenap penjuru dan lapisan masyarakat serta disegala bidang kehidupan di Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasial dan Undang - Undang Dasar 1945.

Khittah Perjuangan Muhammadiyah, pola dasar Perjuangannya adalah :
Muhammadiyah berjuang untuk mencapai/ mewujudkan suatu cita-cita dan keyakinan hidup, yang bersumber paa ajaran Islam.
Dakwah Islam dan amar makruf nahi munkar dalam arti dan proporsi yang benar-benar.


7. AMAL USAHA MUHAMMADIYAH (AUM)
Dengan maksud dan tujuan Muhammadiyah yang luas dan besar itu, maka luas dan besar pula amal usaha Muhammadiyah. Sudah barang tentu pada mulanya belum sebesar yang ada sekarang ini. Lebih-lebih pada saat itu banyak rintangan dan halangan yang dihadapi, baik dari ulama-ulama yang belum dapat menerima cara pemahaman agama Islam KHA. Dahlan maupun kaum pemegang adat yang gigih mempertahankan tradisi nenek-moyangnya.
Usaha yang mula-mula, disamping dalam bidang pendidikan dengan mendirikan sekolah Muhammadiyah lebih banyak ditekankan pada pemurnian tauhid dan ibadah dalam Islam seperti:
Meniadakan kebiasaan menujuhbulani (jawa=tingkep), yaitu selamatan bagi orang hamil pertama kali memasuki bulan ke tujuh, kebiasaan ini merupakan peninggalan dari adat jawa kuno, biasanya diadakan engan membuat rujak dari kelapa muda yang belum berdaging yang dikenal dengan nama cengkir dicampur dengan berbagai bahan-bahan lain seperti buah delima, buah jeruk, dan lain-lain.
Menghilangkan tradisi keagamaan yang tumbuh dari kepercayaan Islam sendiri. Seperti: selamatan untuk menghormati Syekh Abdul Kadir Jaelani, Syekh Saman dan lain-lain yang dikenal dengan manakiban; perayaan dimana banyak diisi dengan puji-pujian serta meminta syafaat (pertolongan) kepada tokoh yang sedang diperingatinya. Selain itu terdapat pula kebiasaan membaca barzanji yaitu suatu karya puisi serta syair-syair yang mengandung banyak pujian kepada Nabi Muhammad SAW yang disalahartikan.
Bacaan surat Yasin dan bermacam-macam dzikir yang khusus dibaca pada malam Jum’at, dan hari-hari tertentu adalah suatu bid’ah. Begitu pula ziarah hanya pada waktu-waktu tertentu dan pada kuburan tertentu; ibadah yang tidak ada dasarnya dalam agama, juga harus ditinggalkan;yang boleh ialah ziarah kubur dengan tujuan untuk mengingat adanya kematian pada setiap makhluk Allah.
Selain yang disebut diatas, sebagai usaha untuk menegakkan aqidah Islam yang murni serta mengamalkan ibadah yang sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad, masih banyak lagi usaha-usaha di bidang keagamaan, pendidikan, kemasyarakat dan politik yang telah dan sedang dilaksanakan Muhammadiyah
Sudah menjadi ciri dalam Muhammadiyah adanya semboyan “sedikit bicara banyak bekerja”, tidak saja sekedar semboyan di bibir saja, tetapi sungguh-sungguh dibuktikan dengan amaliyah. Oleh karena itu tidak mengherankan, bila Muhammadiyah yang hanya memiliki jumlah anggota yang tidak begitu banyak, tetapi cukup banyak dan luas amal usaha serta hasil-hasilnya. Hal ini dapat dibuktikan, sebagai berikut:
1. Bidang Keagamaan
Pada bidang inilah sesungguhnya pusat seluruh kegiatan muhammadiyah, dasar dan jiwa setiap amal usaha muhammadiyah. Dan apa yang dilaksanakan dalam bidang-bidang lainnya tidak lain dari dorongan keagamaan semata-mata.
o Terbentuknya Majlis Tarjih (1927), suatu lembaga yang menghimpun ulam-ulama dalam Muhammadiyah yang secara tetap mengadakan permusyawaratan dan memberi fatwa-fatwa dalam bidang agama serta memberi tuntunan mengenai hukum yang sangat bermanfaat bagi khalayak umum
o Terbentuknya Departemen Agama Republik Indonesia tidak terlepasdari kepeloporan pemimpin Muhammadiyah. Oleh karena itu pada tempatnya bila menteri Agama yang pertama dipercayakan di pundak tokoh muhammadiyah, dalam hal ini H. Moch. Rasyidi B. A.
2. Bidang Pendidikan
Salah satu sebab didirikannya Muhammadiyah ialah karena lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia sudah tidak memenuhi lagi kebutuhan dan tuntutan zaman. Tidak saja isi dan metode pengajarannya yang tidak sesuai, bahkan sistem pendidikannya pun harus diadakan perombakan yang mendasar.
Maka dengan didirikannya sekolah yang tidak lagi memisah-misahkan antara pelajaran yang diangap agama dan pelajaran yang digolongkan ilmu umum, pada hakikatnya merupakan usaha yang sangat penting dan besar. Karena dengan sistem tersebut bangsa Indonesia dididik menjadi bangsa yang utuh kepribadiannya, tidak terpecah belah menjadi pribadi yang berilmu umum atau berilmu agama saja.
Karena tidak mungkin menghapus sama sekali sistem sekolah umum dan sistem pesantren, maka ditempuh usaha perpaduan antara keduanya,yaitu dengan:
o Mendirikan sekolah-sekolah umum dengan memasukkan ke dalamnya ilmu-ilmu keagamaan dan
o Mendirikan madrasah-madrasah yang juga diberi pendidikan pengajaran ilmu-ilmu pengetahuan umum.
Dengan usaha perpaduan tersebut, tidak ada lagi pembedaan dimana ilmu agama dan ilmu umum. Semuanya adalah perintah dan dalam naungan agama.
3. Bidang Kemasyarakatan
Muhammadiyah adalah suatu gerakan Islam yang mempunyai tugas dakwah Islam dan amar makruf nahi munkar dalam bidang kemasyarakatan. Sudah dengan sendirinya bayak usaha-usaha ditempatkan dalam bidang kemasyarakatan, seperti:
o Mendirikan rumah-rumah sakit modern, lengkap dengan segala peralatan, membangun balai-balai pengobatan, rumah bersalin, apotik dan sebagainya.
o Mendirikan panti-panti asuhan anak yatim baik putra maupun putri, untuk menyantuni mereka.
o Mensirikan perusahaan percetakan, penerbitan dan took buku, yang benyak mempublikasikan majalah-majalah, brosur dan buku-buku yang sngat membantu penyebarluasan faham-faham keagamaan, ilmu dan kebudayaan Islam.
o Pengusahaan dan bantuan hari tua: yaitu dana yang diberikan pada saat seseorang tidak lagi bisa bekerja karena usai telah atau cacat jasmani sehingga memerlukan pertolongan.
o Memberikan bimbingan dan penyuluhan keluargas mengenai hidup sepanjang tuntunan Illahi.
4. Bidang Politik Kenegaraan
Muhammadiyah bukan suatu organisasi politik dan tidak akan menjadi partai politik. Meskipun demikian, dengan keyakinannya bahwa agama islam adalah agama yang mengatur segenap kehidupan manusia di dunia ini maka dengan sendirinya segala hal yang berhubungan dengan dunia juga menjadi bidang garapannya, tak terkecuali soal-soal politik kenegaraan. Akan tetapi, jika Muhammadiyah ikut bergerak dalam urusan kenegaraan dan pemerintahan, tetap dalam batas-batasnya sebagai Gerakan Dakwah Islam Amr Makruf Nahi Munkar, dan sama sekali tidak bermaksud menjadi sebuah partai politik.
Tak dapat disebutkan satu persatu seluruh perjuangan Muhammadiyah yang dapat digolongkan ke dalam bidang politik kenegaraan, hanya beberapa diantaranya:
o Pengadilan Agama di zaman kolonial berada dalam kekuasaan penjajah tentu saja beragama Kristen. Agar urusan agama di Indonesia yang sebagian besar penduduknya beragama Islam, juga dipegang oleh orang muslim, Muhammadiyah berjuang ke arah cita-cita itu.
o Ikut mempelopori berdirinya Partai Islam Indonesia. Begitu pula pada tahun 1945 termasuk menjadi pendukung utama berdirinya Partai Masyumi dengan gedung Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta sebagai tempat kelahirannya.
o Ikut aktif dalam keanggotaan MIAI (Majelis A’la Indonesia) dan menyokong sepenuhnya tuntutan Gabungan Politik Indonesia (GAPI) agar Indonesia mempunyai parlemen di Zaman penjajahan. Begitu pula pada kegiatan Islam Internasional, seperti Konferensi Islam Asia Afrika, dan Muktamar Masjid se Dunia dan sebaginya Muhammadiyah aktif mengambil bagian di dalamnya.
Apa yang telah dikemukakan di atas merupakan sebagian dari Amal Usaha Muhammadiyah selama ini. Kini serta esok terus beramal tak ada henti-hentinya, sebgaimana firman Allah: “Dan katakanlah! Beramallah kamu semua, niscaya Allah, Rasul-Nya serta orang-orang mukminin akan menjadi saksi”. Firman Allah ini ditulis dengan indah dan menghiasi di atas pintu gedung Muhammadiyah, markas dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Yogyakarta.


8. PERKEMBANGAN MUHAMMADIYAH
Tentang Perkembangan Muhammadiyah Sebelum, Sesudah dan Sampai Sekarang?
Dengan iman dan amal shalih Muhammadiyah terus maju dan berkembang kemana-mana. Tak sedikit halangan dan tantangan, semuanya dihadapi dengan sabar dan tawakal, yang lahirnya membuahkan hasil kebesaran dan keluasan gerakan Muhammadiyah. Sejak dari ujung barat sampai tapal batas paling timur, dari wilayah paling utara maupun selata indonesia, telah dimasuki Muhammadiyah. Hal tersebut membuktikan bahwa Muhammadiyah memang bisa diterima oleh masyarakat indonesia, disamping karena keuletan dan ketekunan mubaligh-mubalighnya dalam menyiarkan islam sesuai dengan faham yang diyakini Muhammadiyah. Secara garis besar perkembangan Muhammadiyah dapat dibedakan menjadi:
PERKEMBANGAN SECARA VERTIKAL; yaitu perkembangan dan perluasan gerakan Muhammadiyah ke seluruh penjuru tanah air, berupa berdirinya wilayah-wilayah di tiap-tiap propinsi, daerah-daerah di tiap-tiap kabupaten/kotamadya, cabang-cabang dan ranting-ranting serta jumlah anggota yang bertebaran di mana-mana.
PERKEMBANGAN SECARA HORIZONTAL; yaitu perkembangan dan perluasan amal usaha Muhammadiyah, yang meliputi berbagai bidang kehidupan. Hal ini dengan pertimbangan karena bertambah luas serta banyaknya hal-hal yang harus diusahakan oleh Muhammadiyah, sesuai dengan maksud dan tujuannya. Maka dibentuklah kesatuan-kesatuan kerja yang berkedudukan sebagai badan pembantu pimpinan persyarikatan. Kesatuan-kesatuan kerja tersebut berupa majelis-majelis dan badan-badan.
Di samping majlis dan lembaga, terdapat organisasi Otonom, yaitu organisasi yang bernaung di bawah organisasi induk, dengan masih tetap memiliki kewenangan untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Dalam Persyarikatan Muhammadiyah organisasi otonom (ORTOP) ini ada beberapa buah, yaitu:
- ’Aisyiyah
- Nasyiatul ’Aisyiyah
- Pemuda Muhammadiyah
- Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM)
- Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM)
- Tapak Suci Putra Muhammadiyah
- Gerakan Kepanduan Hizbul-Wathan.

Organisasi otonom yang terdiri dari N. A, Pemuda Muhammadiyah, IRM, IMM, Tapak Suci Putra Muhammadiyah dan Gerakan Kepanduan Hizbul-Wathan ini termasuk kelompok Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) di mana keenam organisasi otonom ini berkewajiban mengemban fungsi sebagai pelopor, pelangsung dan penyempurna amal usaha Muhammadiyah.


9. PERIODISASI KEPEMIMPINAN MUHAMMADIYAH
a. Periode KH. Ahmad Dahlan (1912-1923)
Pada saat ini merupakan masa-masa perintisan, pembentukan jiwa dan amal usaha serta organisasi, sehingga Muhammadiyah menduduki tempat terhormat, sebagai gerakan Islam di Indonesia yang berfaham modern.

b. Periode KH. Ibrahim (1923-1932)
Dalam masa ini Muhammadiyah semakin berkembang meluas sampai ke daerah-daerah luar Jawa. Selain itu terbentuk pula Majlis Tarjih yang menghimpun para ulama Muhammadiyah untuk mengadakan penelitian dan pengembangan hukum-hukum agama. Dan dalam periode ini pula angkatan muda memperoleh bentuk organisasi yang nyata, di mana pada tahun 1931 Nasyiatul ’Aisyiyah berdiri dan menyusul satu tahun kemudian Pemuda Muhammadiyah.

c. Periode KH. Hisyam (1932-1936)
Usaha-usaha dalam bidang pendidikan mendapatkan perhatian yang mantap, karena dengan pendidikan bisa lebih banyak diharapkan tumbuhnya kader-kader umat dan bangsa yang akan meneruskan amal usaha Muhammadiyah. Juga dalam periode ini diadakan penertiban dan pemantapan administrasi organisasi sehingga Muhammadiyah lebih kuat dan lincah gerakannya.

d. Periode KH. Mas Mansur (1936-1942)
Sering dikatakan bahwa tokoh KH. Mas Mansur adalah salah seorang pemimpin Muhammadiyah yang ikut membentuk dan megisi jiwa gerakan Muhammadiyah, sehingga lebih berisi dan mantap, seperti dengan pengokohan kembali hidup beragama serta penegasan faham agama dalam Muhammadiyah. Wujudnya berupa pengaktifan Majlis Tarjih, sehingga mampu merumuskan ”Masalah Lima”, yaitu perumusan mengenai: Dunia, Agama, Qiyas, Sabilillah dan Ibadah.
Selain itu untuk menggerakan kembali Muhammadiyah agar lebih dinamis dan berbobot, disusun pula ”langkah dua belas yaitu:
a. Memperdalam masuknya iman
b. Memperluas faham agama
c. Memperluas budi pekerti
d. Menuntun amal intiqad (mawas diri)
e. Menguatkan keadilan
f. Menegakkan persatuan
g. Melakukan kebijaksanaan
h. Menguatkan majelis tanwir
i. Mengadakan konperensi bagian
j. Mempermusyawarahkan gerakan luar .

e. Periode Ki Bagus Hadikusumo (1942-1953)
Dalam periodenya tersusun Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah. Dalam Muqaddimah tersebut terumuskan secara singkat dan padat gagasan dan pokok-pokok pikiran KH. Ahmad Dahlan yang akhirnya melahirkan Muhammadiyah. Dengan tersusunnya Muqaddimah tersebut Muhammadiyah memiliki dasar berpijak yang kuat dalam melancarkan amal usaha dan perjuangannya.
Kondisi sosial politik pada masa jabatan Ki Bagus Hadikusumodalam suasana transisi dari penjajah Belanda, usaha-usaha pemerintah Koloni Belanda untuk menjajah Indonesia kembali dan revolusi kemerdekaan. Pada masa ini kehidupan Muhammadiyah cukup berat. Pada masa itu para pemimpin Muhammadiyah banyak terlibat dalam perjuangan, sementara di tingkat bawah hampir seluruh angkatan muda Muhammadiyah terjun dalam kancah revolusi dalam berbagai laskar kerakyatan. Meskipun demikian Muhammadiyah masih dapat melaksanakan berbagai kegiatan keorganisasian.

f. Periode A. R. Sutan Mansyur (1952-1959)

g. Periode H. M. Yunus Anis (1959-1968)

h. Periode KH. Ahmad Badawi (1962-1968)
Beliau dipilih dalam Muktamar ke 35 di Jakarta tahun 1962 dan Muktamar ke 36 di Bandung tahun 1965 sebagai formatur tunggal. Pada masa jabatan beliau ini Muhammadiyah mengalami ujian berat karena Muhammadiyah harus berjuang keras untuk mempertahankan eksistensinyaagar tidak dibubarkan. Sebagaimana diketahui pada masa itu kehidupan politik di Indonesia didominasi oleh PKI dan Bung Karno, Presiden RII banyak memberi angin pada PKI. Pada masa itu PKI dengan seluruh ormas mantelnya berusaha menekan partai-partai Islam khususnya Masyumi dan kebetulan Muhammadiyah termasuk salah satu pendukung Masyumi. Karena itu eksistensi Muhammadiyah juga ikut terancam. Namun demikian berkat usaha keras beliau bersama pemimpin Muhammadiyah, Allah masih melindungi Muhammadiyah.

i. Periode KH. Fakih Usman/H. A. R. Fakhrudin (1968-1971)
Tidak beberapa lama setelah Muktamar ke 37 di Yogyakarta mengukuhkan KH. Fakih Usman sebagai ketua pimpinan pusat Muhammadiyah, beliau dipanggil kembali ke hadirat Allah SWT. Kemudian H. Abdurrazak Fakhruddin, yang dalam susunan Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode (1968-1971) duduk sebagai ketua I oleh sidang Tanwir ditetapkan sebagai pengganti beliau. Pada periode ini lebih menonjol usaha ”memuhammadiyahkan kembali Muhammadiyah”. Yaitu usaha untuk mengadakan pembaharuan pada diri dan dalam Muhammadiyah sendiri. Baik pembaharuan (tadjid) dalam bidang ideologinya, dengan merumuskan ”Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah”, maupun dalam bidang organisasi dan usaha perjuangannya dengan menyusun ”Khittah Perjuangan dan bidang-bidang lainnya”.

j. Periode KH. Abdur Razak Fakhruddin (1971-1990)
Pada periode ini usaha untuk meningkatkan kualitas Persyarikatan selalu diusahakan, baik kualitas organisasi maupun kualitas operasionalnya. Peningkatan kualitas organisasi meliputi tajdid di bidang keyakinan dan Cita-cita hidup serta Khittah dan tajdid organisasi. Sedang peningkatan kualitas operasionalnya meliputi intensifikasi pelaksanaan program jama’ah dan dakwah jamaah serta pemurnian amal usaha Muhammadiyah.
Pda masa jabatan beliau ada masa krisis yaitu keharusan untuk menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya azas. Pada masa jabatan beliau juga terjadi peristiwa penting yaitu Kunjungan Paus Yohanes Paulus II dan sebagai reaksi terhadap kunjungan itu beliau mengeluarkan buku ’Mangayubagya Sugeng Rawuh lan Sugeng Kondur’, yang isinya bahwa Indonesia adalah negara yang penduduknya sudah beragama Islam jadi jangan menjadikan rakyat sebagai obyek Kristenisasi.

k. Periode KH. A. Azhar Basyir, MA (1990-1995)
Pada periode KH. A. Azhar Basyir MA telah dirumuskan:
A). Program Persyarikatan Muhammadiyah jangka panjang (25 tahun) yang meliputi:
1. Bidang Konsolidasi Gerakan
2. Bidang Pengkajian dan Pengembangan
3. Bidang Kemasyarakatan.
B). Program Muhammadiyah (1990-1995)
1. Bidang Konsolidasi Gerakan, meliputi:
- Konsolidasi Organisasi
- Kaderisasi dan Pembinaan AMM
- Bimbingan keagamaan
- Peningkatan hubungan dan kerjasama
2. Bidang Pengkajian dan Pengembangan, meliputi:
- Pengkajian dan Pengembangan Pemikiran Islam
- Penelitian dan Pengembangan
- Pusat informasi, Kepustakaan dan Penerbitan
3. Bidang Dakwah, Pendidikan dan Pembinaan Kesejahteraan Umat, meliputi:
a. Kenyakinan Islam
b. Pendidikan
c. Kesehatan
d. Sosial dan Pengembangan Masyarakat
e. Kebudayaan
f. Partisipasi kelompok.

l. Periode Prof. DR. H. M. Amien Rais/Prof. DR. H. A. Syafii Maarif (1995-2000)
Pada periode Prof. Dr. H. M. Amien Rais, telah dirumuskan program Muhammadiyah tahun 1995-2000, dengan mengacu kepada:
a. Masalah Global
b. Masalah Dunia Islam
c. Masalah nasional
d. Permasalahan Muhammadiyah
e. Pengembangan pemikiran, yang terdiri atas:
- Pemikiran keagamaan
- Ilmu dan Teknologi
- Pengembangan basis ekonomi
- Gerakan sosial kemasyarakatan
- PTM sebagai basis gerakan keilmuan/pemikiran.

10.TIGA IDENTITAS MUHAMMADIYAH
a. Muhammadiyah sebagai gerakan Islam Dari latar belakang berdirinya Muhammadiyah jelaslah bahwa sesungguhnya kelahiran Muhammadiyah itu tidak lain karena diilhami, dimotivasi dan disemangati oleh ajaran-ajaran Al Qur'an. Dan apa yang digerakkan oleh Muhammadiyah tidak ada motif lain kecuali semata-mata untuk merealisasikan prinsip-prinsip ajaran Islam dalam kehidupan yang riel dan kongkrit. b.Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah IslamMuhammadiyah sebagai gerakan dakwah Islam, Amar Ma’ruf nahi mungkar. Ciri ini telah muncul sejak dari kelahirannya dan tetap melekat tak terpisahkan dalam jati diri Muhammadiyah. Namun sudah menjadi tanggung jawab Muhammadiyah juga sebagai gerakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi mungkar untuk meluruskan kembali niatan awal berdirinya Muhammadiyah yang sesuai dengan cita-cita pemikiran Ahmad Dahlan, Muhammadiyah dapat mengangkat agama Islam dan keterbelakangan atau kebodohan massifTidak hanya ranah pemahaman agama yang diluruskan namun juga ranah pemahaman maksud dan tujuan organisasi Muhammadiyah, karena Muhammadiyah adalah pure sebuah organisasi kemasyarakatanc..Muhammadiyah sebagai Gerakan Tajdid (Reformasi)Ciri ketiga ini yang melekat pada persyarikatan Muhammadiyah adalah sebagai gerakan Tajdid atau pembaharu. Apabila dari makna dalam segi bahasa Tajdid berarti pembaharuan, dan dari segi istilah tajdid memiliki dua arti yakni : Pemurnian Peningkatan, pengembangan, modernisasi sudah menjadi tugas Muhammadiyah bila “pemurnian” tajdid dimaksudkan sebagai pemeliharaan matan ajaran Islam yang berdasarkan sumber Al Qur'an dan As Sunnah shahihSedangkan arti “Peningkatan, pengembangan, modernisasi” tajdid dimaksudkan sebagai penafsiran pengamalan dan perwujudan ajaran Islam dengan tetap berpegang teguh kepada Al Qur'an dan AS Sunnah shahih. Di samping itu ternyata bila diamati Muhammadiyah mempunyai PR untuk menjawab tantangan zaman dan arus globalisasi yang terus melaju.Ø Pemurnian (Purifikasi)Tugas/PR pertama Muhammadiyah adalah purifikasi kembali kepribadian Muhammadiyah yang mulai terinfeksi virus yang akan melencengkan kepribadian Muhammadiyah.Ø Peningkatan, pengembangan, modernisasiTak melenceng dari awal pemberdayan pemikiran sang pendiri Muhammadiyah maka sebagai tantangan zaman tugas/PR kedua Muhammadiyah adalah meningkatkan etos kerja segala bidang baik dalam dakwah maupun amal usaha Muhammadiyah. Dan mengembangkan serta melebarkan sayap Muhammadiyah dalam penerimaan arus informasi global sebagai tameng kebodohan massif Muhammadiyah. Modernisasi Muhammadiyah bukan berarti meninggalkan dasar pemikiran pertama kali berdirinya, tapi Muhammadiyah dapat up to date bukan berarti berganti baju untuk beridentitas ideologi baru namun Muhammadiyah tetap eksis dalam kepribadian Muhammadiyah sebagai organisasi sosial kemasyarakatan yang tak usang dimakan zaman atau kuno tertinggal arus modernisasi.




KESIMPULAN
Dengan melihat gejala yang ada, yang berkelut di tubuh muhammadiyah mau tidak mau harus segera di cari obat penawar agar muhammadiyah tetap dapat sehat seperti sedia kala, sementara di sisi ideologi muhammadiyah sudah semestinya penyimpang dari pondasi awal pemikiran pemberdayaan Ahmad Dahlan perlu adanya purifikasi kembali, agar nantinya tidak terjadi “matinya institusi organisasi dalam hal ini muhammadiyah (The Death of Muhammadiyah) bukan hal yang mustahil akan terjadi manakala muhammadiyah beserta warganya tidak lagi mampu menjawab tantangan zaman. Lebih-lebih, bila tidak punya sense of belonging (rasa kepemilikan) terhadap organisasi karena lemahnya ideologi dan minimnya informasi serta wawasan tentang ke-muhammadiyahan.
Dengan demikian warga muhammadiyah masih perlu mempelajari gagasan dan pemikiran KH.Ahmad Dahlan. Terutama yang berkaiatn dengan masalah sholat tepat waktu dan pengamalan ayat-ayat al-qur’an, hal itu tidak dimaksud untuk mengikuti jejaknya secara dokmatik tetapi untuk memberi makna kreatif dan inotvatif.










sumber buku : Drs H Mustafa Kaml Pasha , B. Ed, Ahmad Adaby Darban , SU Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam (dalam Perspektif Historis dan Ideologis)

Jumat, 31 Oktober 2008

MODEL DAN METODE PEMBELAJARAN

BAB I
PENDAHULUAN


Sebagai seorang pengajar pasti mengharapkan agar para siswa memperoleh hasil belajar yang baik dan menjadi anak yang cerdas berkwalitas. Demikian juga sebagai pelajar pasti merindukan pengajar yang berbobot dan bermutu (cerdas dan berkwalitas).
Guru pada saat ini sering menjadi sorotan dari berbagai media massa,berkaitan dengan rendahnya mutu pendidikan,dan keberhasilan suatu sekolah. Ada sebagian masyarakat kita beranggapan keberhasilan suatu pendidikan sangat di tentukan oleh mutu guru itu sendiri.Sementara kita ketahui bersama keberhasilan atau kegagalan pendidikan banyak di pengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah metode mengajar guru.
Guru sangat terlibat dengan proses mengajar-belajar.I stilah proses mengajar – belajar ( PMB) lebih tepat daripada proses belajar mengajar ( PBM),alasanya karena dalam proses yang harus aktip duluan adalah guru lalu di ikuti aktivitas siswa (belajar ) bukan sebaliknya. Barlow seorang pakar psikologi pendidikan (1985) dan Good & Brophy (1990) hubungan timbul balik antar guru dan siswa di sebut teaching – learning process dan bukan learning-teaching process.
Dr. Howard Gardner mengatakan bahwa kecerdasan bukan hanya mencakup kemampuan menghitung dan menggunakan bahasa Dalam proses belajar mengajar paling tidak memerlukan Pelajar (siswa) dan Pengajar (gurumelainkan mencakup beberapa dimensi lain. Kecerdasan yang “holistic” ini hanya bisa dicapai jika guru memberikan hidupnya bukan hanya memberikan ilmunya kepada siswa-siswanya, baik didalam maupun diluar kelas.
Setelah lahirnya Undang-Undang Guru dan Dosen melalui UU Nomor 14 Tahun 2005, secara legal formal guru dan dosen menjadi profesi yang sangat diharapkan dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Kualitas pendidikan tentu bermuara pada kualifikasi sumber daya manusia, baik secara fisikal (kesehatan), psikologikal (mental), intelektual, afektif (sikap dan etik), termasuk spiritual (nilai-nilai religius).
Tugas-tugas profesional dari seorang guru yaitu meneruskan atau transmisi ilmu pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai lain yang sejenis yang belum diketahui anak dan seharusnya diketahui oleh anak. Untuk itu maka sangat perlu metode mengajar dalam proses belajar-mengajar




BAB II
PERMASALAHAN
  1. Apakah metode mengajar itu?
  2. Macam-macam metode mengajar dan Bagaimana perananya dalam pengajaran matematikaka?
    • Metode Cermah
    • Metode Ekspositori
    • Metode Demonstrasi
  3. Strategi Pembelajaran Pendekatan Masalah
  • Model Pembelajaran Terpadu
  • Metode Pembelajaran Pemecahan Masalah ( Problem Based Learning)
  • Metode Pembelajaran Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL)






BAB III
PEMBAHASAN MAKALAH



METODE MENGAJAR

A. Pengertian Metode Mangajar

Metode mengajar adalah cara mengajar atau cara menyampaikan materi pelajaran kepada siswa untuk setiap pelajaran atau bidang studi. Metode mengajar itu bisa diterapkan untuk setiap pelajaran. Karena itu guru akan dapat memahaminya tanpa suatu keahlian khusus. Misalnya, menyampaikan materi pelajaran melalui ceramah, ekspositori, dan demonstrasi itu adalah cara-cara penyampaian materi yang berlaku secara umum. Untuk menguasainya tidak diperlukan keahlian khusus.Karena itu, ceramah dan sebagainya itu disebut metode mengajar.


Tekhnik mengajarialah cara mengajar yang memerlukan keahlian khusus dan atau bakat.untuk mampu menerapkan teknik SAS seseorang harus menguasai bahasa atau berbakat dalam bahasa. Untuk sampai kepada penemuan dalil Pytagoras tentang segitiga siku-siku, seorang guru harus memiliki pengetahuan atau bakat dalam matematika sehingga teknik penemuan yang ia pergunakan itu dapat terlaksana dengan baik. Seorang guru yang melakukan tehnik inkuiri dalam pemahaman sifat air harus mempunyai bakat atau menguasai IPA. Dari uraian itu nampak bahwa nama suatu metode mengajar itu dapat menjadi nama suatu tehnik mangajar bila diterapkan daalm mata pelajaran yang memerlukan keahlian khusus atau bakat.

Apakah menerangkan perkalian dengan cara - cara : penjumlahan berulang, jajaran, garis bilangan, gabungan himpunan ekivalen yang lepas, batang Cuisinaire, dan pasangan bilangan itu disebut tehnik – tehnik mengajar? Ya, betul. Sebab kita akan mampu melaksanakannya bila kita menguasai matematika (tentang itu).
Pemilihan metode mengajar tiu tentunya tergantung dari strategi belajar – mengajar yang dipilih. Misalnya, bila strategi belajar mengajar yang telah dipilih itu pembawa materinya guru dan sempit, yang mengajarkannya guru itu sendiri, pendekatannya deduktif, dan penerima pelajarannya kelompok besar, maka metode yang akan lebih cocok nampaknya metode ceramah atau ekspositori. Selain tergantung dari strategi belajar – mengajar, pemilihan metode mengajar itu tergantung juga dari bakal efektif dan efisiensinya pengajaran itu.

Metode efektif ialah metode mengajar yang menurut penelitian adalah efektif untuk pengajara topic tertentu. Metode efektif ini merupaakn syarat bagi terjadinya pengajaran efektif. Selain metode efektif, terdapat persyaratan lain sehingga pengajaran itu menjadi efektif, misalnya berorientasi kepada tujuan dan tidak membuang – buang waktu.
Jadi, metode mengajar yang diterapkan dalam suatu pengajaran itu dikatakan efektif bila menghasilkan sesuatu sesuai dengan yang diharapkan. Dengan kata lain, tujuannya tercapai. Makin tinggi kekuatannya untuk dapat menghasilkan sesuatu, makin efektif metode itu. Sedangkan suatu metode mengajar itu dikatakan efisien bila penerapannya dalam menghasilkan sesuatu yang diharapkan itu relatif menggunakan tenaga, usaha, pengeluaran biaya, dan waktu minimum.Makin kecil usaha, tenaga, biaya, dan waktu dikeluarkan, makin efisien metode itu.


Banyak di antara kita mengetahui macam - macam metode mengajar dan arti dari setiap metode itu. Tetapi untuk menerapkannya dalam bidang studi biasanya tidak mudah. Bila adapun kadang – kadang penerapannya itu seperti dipaksa – paksakan.

Bila kita menerapkan suatu metode mengajar dalam bidang studi matematika perlu kita perhatikan agar siswa selain belajar dengan aktif, bergembira, dan mengerti, juga pelajaran itu harus efektif dan efisien. Kurikulum 1975 mensyaratkan agar pengajaran di sekolah itu efektif dan efisien, tidak membuang - buang waktu yang tidak diperlukan, karena waktu yang mereka pergunakan selama di sekolah itu hanya seperempat hari, yaitu 6 jam dari 24 jam. Ini harus kita pandang sebagai peringatan kepada kita yang sering menggunakan metode penemuan, permainan, laboratorium, dan semacamnya. Ini tidak berarti kita harus meninggalkan metode - metode itu dan kembali ke metode ceramah dan ekspositori, tetapi bila kita menggunakan metode yang memakan waktu banyak itu kita harus lebih hati – hati. Sebab kurikulum 1975 sendiri selain menggunakan metode ceramah sebenarnya, sesuai dengan bidang studinya masing – masing, mengganjurkan penggunaan metode / pendekatan lain seperti demonstrasi, pemberian tugas, tanya jawab, karyawisata, laboratorium, eksperimen, inkuiri, induktif, deduktif, dan pemecaahn masalah.

Tujuan daripada adanya P3G antara lain adalah untuk menjajagi diterapkannya konsep cara belajar siswa aktif (CBSA) atau “student active learning”. P3G bertugas untuk mencari metode dan tehnik mengajar yang menyebabkan siswa belajar aktif.
Apa sebabnya siswa harus aktif ? Apakah sebelum adanya P3G ini siswa belajar tidak aktif ?
Kita perlu belajar aktif sebab belajar dengan aktif dapat menyebabkan ingatan kita mengenai apa yang kita pelajari itu lebih tahan lama, dan pengetahuan kita menjadi lebih luas dibandingak dengan belajar secara pasif. Belajar aktif daapt menumbuhkan sifat kreatif, dan anak kreatif hidupnya dikemudian hari akan lebih berhasil. Maksudnya ialah lebih dapat menguasai persoalan di masyarakat. Sedangkan menurut pengamatan orang - orang yang kemudian menjadi anggota P3G pada tahun 1977 di beberapa IKIP, SL, dan SPG di beberapa kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang, Medan, dan Padang ditemukan bahwa kebanyakan siswa ( di luar yang belajar dengan modul ) belajar pasif. Maksudnya ialah bahwa kebanyakan pengajaran itu selain dimulai oleh guru, guru yang aktif, guru ayng mendominasi pembicaraan, murid berbuat atas perintah atau inisiatif guru, komunikasi hanya dari satu atau dua arah, kurang sekali diskusi antara siswa dengan siswa.Jarang ada kegiatan dimana murid mencari sendiri, menemukan sendiri, merumuskan sendiri atau menyimpulkan sendiri.

Seperti sudah disebutkan, didalam kurikulum 1975 sendiri, di luar ceramah, sebenarnya tercantum pendekatan dan metode yang dapat menjadikan siswa aktif di ruangan kelas belajar, misalnya metode tanya- jawab, diskusi, eksperimen / laboratorium, dan sebagainya. Sayangnya tidak sempat terungkapkan mengapa kebanyakan yang dipergunakan hanya metode ceramah atau ekspositori. Mungkin karena terikat dalam penyajian materi dalam buku wajib / teks, mungkin karena materi yang harus diberikan terlalu banyak, mungkin karena belum menghayati apa yang dianjurkan daalm kurikulum 1975, atau mungkin karena kekurangmampuan guru.

Khusus menggunakan pengajaran matematika, dalam kurikulum 1975 SMP dan SMA tidak dikatakan secara terinci dan terpisah macam – macam metode mengajarnya itu, tetapi pada bagian metode mengajarnya guru diminta untuk tidak mendominasi kelas, dan pengajarannya supaya berpusatkan kepada anak. Siswa supaay belajar dengan aktif, gembira dan senang belajar matematika. Untuk SD – nya, metode mengajarnya itu terpaut di dalam buku Pedoman Umum dan Khususnya.


Dengan demikian konsep “student active learning” dalam pengajaran matematika (modern) paling lambat sejak tahun 1975 oleh pemerintah sudah dinasehatkan untuk diterapkan. Sedangkan tulisan lain yang mengganggap pentingnya guru tidak mendominasi kelas, pengajaran supaya berpusatkan kepada anak, siswa supaya belajar matematika senang dan gembira, siswa supaya belajar aktif, siswa supaya menemukan sendiri, antara lain tercantum dalam buku “ Dasar – dasar Matematika Modern untuk Guru” oleh E. T. Ruseffendi, IKIP Bandung 1973.


Yang akan dibicaraakn pada bagian berikut ini ialah macam – macam metode mengajar dan penerapannya daalm pengajaran matematika dan criteria pemilihan metode mengajar.


B. Macam-Macam Metode Mengajar

Tujuan dari penyajian bermacam – macam metode mengajar dan aplikasinya dalam pengajaran matematika ialah agar kita, guru, memiliki pengetahuan yang luas tentang metode – metode dan memiliki ketrampilan untuk menerapkannya, khususnya dalam pengajaran matematika. Mengetahui keunggulan dan kelemahan dari tiap – tiap metode sangat penting agar kita dapat menerapkan metode itu dengan tepat, sehingga tujuan instruksional kita dapat dicapai secara optimal.

Metode – metode mengajar yang akan diterapkan ialah : ceramah, ekspositori, latihan hafal (drill), latihan praktek (practice), tanya -jawab, demonstrasi, diskusi panel, “fish bowl”, seminar dan lain – lain), kegiatan lapangan, laboratorium, permainan, karyawisata, penemuan, inkuiri, pemecahan masalah, pemberian tugas, dan metode proyek. Selain itu akan ada metode mengajar lain yang tidak akan dibahas dalam buku ini karena penerapannya dalam pengajaran matematika lebih sukar misalnya sosiodrama, psikodrama, dan bermain peran. Jadi ketiga metode mengajar terakhir sukar untuk dijadikan tehnik mengajar dalam pengajaran matematika.
tanpa keterlibatan metode lain, tapi saling melengkapi. Pada metode ekspositori ada penemuannya, pada metode penemuan ada ceramahnya, dan sebagainya.
1. Ceramah
Ceramah adalah suatu cara penyampaian memberikan informasi secara lisan kepada sejumlah pendengar di dalam ruangan di mana pendengar melakukan pencatatan seperlunya. Pada metode ini yang banyak bicara adalah pembicara. Interaksi terjadi antara penceramah dan pendengar. Komunikasi pada umumnya hanya satu arah, dari pembicara ke pendengar. Bila yang bicara itu dosen dan pendengarnya mahasiswa, metode ceramah ini disebut juga metode kuliah.
Ceramah adalah metode adalah metode mengajar yagn pada masa kini dan masa lampau banyak dipergunakan, terutama pada bidang non eksakta. Mungkin karena dianggap paling praktis, karena metode lain yang belum dikenal.
Orang yang tidak senang mengkritik cara ini dan mengatakan bahwa ceramah itu :
1) Adalah anakronisme (sesuatu yang menyalai zaman) sejak ditemukannya percetaakan; Dalam kenyataannya metode – metode itu tidak merupakan metode murni, maksudnya dapat berdiri sendiri
2) Menyebabkan belajar hanya menghafal (rote learning) yang tidak menyebabkan timbulnya pengertian (makna) pada siswa ;
3) Menyebabkan siswa pasif ; siswa hanya aktif untuk membuat catatan saja ;
4) Pertimbangan bahwa materi yang diajarkan itu baik hanya menurut pertimbangan pengajar ;
5) Menyebabkan materi yang diceramahkan lekas terlupakan (Gage dan Berliner, 1975, h – 466).
Tetapi orang – orang yang menyetujui cara ceramah untuk dipakai, memberikan jawaban kira – kira sebagai berikut :
1) Dahulu cara ceramah itu dikatakan berguna, tetapi sekarang setelah orang – orang dapat membaca dan banyak sumber bacaannya, mengganggap cara ceramah itu tidak perlu lagi. Sebenarnya siswa harus dibiasakan memperoleh pengetahuan melalui ceramah, sebab pada ceramah umumnya bila ia tidak mampu mencatat butiran penting satu saja, maka ia akan kehilangan butiran itu karena ia tidak memperoleh pengulangan ;
2) Tidak semua siswa dapat belajar melalui membaca;
3) Guru yang mengajar dengan cara ceramah dapai mengulangnya kalau perlu dengan kata-kata Iain, sedangkao buku pelajaran tidak ;
4) Cara ceramah dapat meramu masalah kompleks terutama
mengenai masalah-masalah baru, sedangkan buku pelajaran
tidak;
5) Cara ceramah dapat dipakai untuk merangkum permasalahan
yang banyak yang terdapat dalam berbagai sumber;
6) Cara ceramah dapat dipergunakan bila materi yang disajikan
itu bagi siswa adalah baru, sedangkan materi tertulisnya belum ada / banyak,
7) Cara ceramah dapat memberikan kesempatan setiap saat ke¬
pada guru untuk merangkum, mengeritik, atau memberikan
komentar terhadap pendapat orang lain;
8) Cara ceramah dapat menyajikan materi menjadi menarik,
menimbulkan minat dan kesenangan kepada siswa daripada
materi tercatat setiap saat diperlukan;
9) Cara ceramah dapat membuat pengajaran berencana, teratur,
disiapkan dengan baik daripada perumusan hasil diskusi siswa;
10) Cara ceramah relatif lebih murah karena dapat memuat lebih banyak siswa dalam satu kelas per guru;
11) Cara reramah lebih fleksibel (dapat disesuaikan) dilihat dari
segi waktu, tempat, siswa (pendengar), perlengkapan, kegiatan siswa, dibandingkan dengan cara lain misalnya materi tercetak, diskusi;
12) Cara ceramah dapat berjaian tanpa memperhatikan banyaknya siswa dibandingkan dengan materi bacapn sendiri (peng¬
ajaran terprogram misalnya). Bila dalam pengajaran terprogram kekurangan sebuah buku saja maka pengajaran itu,
khususnya bagi seorang anak, tidak dapat berjaian;
13) Cara ceramah dapat meningkatkan penguatan bagi siswa;
keuntungan ini tidak dimiliki oleh beberapa cara niengajar
lain, misalnya materi tertulis;
14) Cara ceramah, dibandingkan dengan cara belajar sendiri, da¬
pat dipakai guru untuk melihat apakah siswa berpartisipasi
akiif, mengerti permasalahannya atau tidak.
Di samping keunggulan cara ceramah menurut pendukung-nya, menurut penelitian Dubin dan Taveggia (1968) dalam buku yang sama seperti tersebut di atas halaman 465 dalam mem-bandingkan hasil belajar (dalam tentamen) yang diperoleh melalui ceramah dibandingkan dengan yang diperoleh dengan cara-cara lain, khususnya dengan metode diskusv; menyimpulkan bahwa cara ceramah dan cara diskusi di perguruan tinggi sama-sama efektif bila yang dilihat ialah hasil akhirnya dari tentamen.
Mengingat kelemahan dan keunggulan metode ini dan meng-ingat pula hakekat matematika sebagai ilmu yang hanya dapat difahami melalui prasyarat, kita sebagai pemakai metode ceramah perlu memperhatikan:
a. Metode ceramah perlu dipergunakan bila;
(1) bertujuan memberikan informasi;
(2) materi yang disajikan belum terdapat pada sumber-sumber
lain;
(3) materi yang disajikan telah disesuaikan dan direncanakan
dengan cara khusus sesuai dengan kemampuan kelompolj
yang akan menerimanya;
(4) materinya menarik atau dibuat menarik;
(5) setelah selesai ceramah diadakan cara lain untuk pengendapan yang diperolehnya agar tahan lama.
b. Metode ceramah tidak dipergunakan bila:
(1) tujuan instruksionalnya bukan hanya sekedai memberikan
informasi, tetapi ada tujuan lainnya misalnya membentuk
manusia kreatif, mencapai. tujuan kognitif yang lebih tinggi;
(2) ingatan yang tahan lama diperlukan;
(3) untuk mencapai tujuan pengajaran diperlukan partisipasi aktif dari siswa;
(4) kemampuan kelompok (siswa) rendah.
2. Ekspositori
Kita baru saja raembicarakan metode ceramah, seperti kita ketahui pada metode ceramah ini pusat pengajarnya terletak pada guru; guru yang banyak bicara menyampaikan materi pelajaran (informasi), sedangkan pekerjaan murid pada umumnya mencatat dan sebagian kecil bertanya.
Metode lain yang akan dibahas di sini ialah metode ekspositori. Sering metode ekspositori ini disamakan dengan metode ceramah atau kuliah karena sama-sama sifatnya memberikan informasi; pengajaran berpusatkan kepada guru. Di sini saya bedakan metode ekspositori dari metode ceramah mengingat dominasi guru pada metode ekspositori ini banyak dikurangi. Guru tidak terus bicara, ECakah siswa atau mahasiswa itu mengerti atau tidak, tetapi guru memberikan informasi hanya pada saat-saat atau bagian-bagian yangdiperlukan; misalnya pada permulaan pengajaran, pada topik yang baru, pada waktu memberikan contoh-contoh soal dan seba-gainya. Karena itu dilihat dari terpusatnya kepada guru, metode lebih murni dari metode ekspositori.
Pada metode ini, setelah guru beberapa saat memberikan informasi (ceramah) guru mulai dengan menerangkan suatu konsep mendemonstrasikan keterampilannya mengenai pola / aturan / dalil tentang konsep itu, siswa bertanya, guru memeriksa (mengecek) apakah siswa sudah mengerti atau belum. Kegiatan selanjutnya ialah guru memberikan contoh-contoh soal aplikasi konsep selanjutnya merninta murid untuk menyelesaikan soal-soal di papan tulis atau di mejanya. Siswa mungkin bekerja individual atau bekerja sama dengan teman yang duduk di sampingnya, dan sedikit ada tanya jawab. Dan kegiatan terakhir ialah siswa menca-ut materi yang telah diterangkan yang mungkin dilengkapi de¬ngan soal-soal pekerjaan rumah.
Jadi metode ekspositori ini sama dengan cara mengajar yang biasa (tradisional) kita pakai pada pengajaran matematika.
Dalam buku "Teaching and Learning Mathematics" oleh F.H. Bell, Wm. C. Brown Co Pub. USA, 1978, menurut beberapa penelitian dan keyakinan ahli teori belajar-mengajar cara ekspositori ini merupakan cara mengajar yang paling efektif dan efisien. Mi-wlnya David P. Ausube! berpendapat bahwa metode ekspositori vang baik adalah cara mengajar yang paling efektif dan efisien dalam menanamkan belajar bennakna (meaningful) (halaman 130 - 132). SMSG melalui penelitian sendiri dan ulasannya ter-hadap peneiitian lain mengatakan bahwa tidak ada metode yang bukan metode ekspositori menunjukkan lebih efektif, kecuali metode ekspositori (buku yang sama halaman 203). Jadi bila me¬tode ekspositori ini dipergunakan sebagaimana mestinya dan se-suai dengan situasi dan kondisinya maka akan menjadi metode yang paling efektif. Ini tidak berarti bahwa metode itu bila diper¬gunakan untuk semua topik matematika, untuk semua kelas dan dalam situasi dan kondisi apapun, akan menjadi metode terbaik.
Sebelum kita pindah membahas metode Iain kita perdalam sediktt pendapat David P. Ausubel yang ada kaitannya dengan metode ekspositori ini.
Pada tahun lima puluhan banyak pendidik matematika berpendapat bahwa metode ekspositori (ceramah) itu hanya menyebabkan siswa belajar menghafal yang tidak banyak makna (tanpa banyak mengerti). Karena pengajaran matematika (modern) meng utamakan antara lain kepada pengertian daripada kepada caranvil menyelesaikan soal, maka pada tahun enampuiuhan metode itu diganti sebagian oleh metode baru misalnya dengar. laboratorium i penemuan, dan permainan.
Tetapi D.P. Ausubel percaya bahwa cara ekspositori (ceramah) itu tidak sejelek seperti yang dituduhkan orang. Malahan sebaliknya ia percaya bahwa cara ceramah itu merupakan cara mengajar yang paling efektif dan efisien yang dapat menyebabkan siswa belajar secara bermakna. Sebaiknya. metode baru se¬perti laboratorium, penemuan, permainan dan semacamnya itu : dapat menyebabkan pengajaran tidak efektif, tidak efisien, dan bila tidak hati-hati dapat ngawur. Karena itu ia berperdapat cara-cara ini supaya jarang dipakai. Meskipun demikian ia menyetujui pengajaran yang menggunakan metode: pemecahan masalah, inkuiri, dan metode belajar yang dapat menumbuhkan berfikir kreatif dan kritis; mengajarkan materi yang berguna bagi menghadapi kehidupan, peningkatan kebudayaan dan keterampilan dasar pada umumnya.
Ausubel membedakan:
(a) belajar menerima (reception learning), materi yang disajikan
kepada siswa ada dalam bentuk akhir; d/n
(b) belajar menemukan (discovery learning): pola, dalil atau
aturan harus ditemukan siswa.
Juga ia membedakan antara:
(a) belajar menghafal (rote learning), dan
(b) belajar dengan bermakna (meaningful learning): disini yang
diutamakan prosesnya, hasilnya nomor dua.
Belajar menerima maupun menemukan sama-sama dapat berupa belajar menghafal atau bermakna. Misalnya dalam mem-pelajari konsep dalil Pythagoras tentang segitiga siku-siku, mung-kin bentuk terakhir c2 = b2 + a2 sudah disajikan (belajar mene¬rima), tetapi siswa memahami rumus itu selalu dikaitkan dengan sisi-sisi sebuah segitiga siku-siku ; jadi ia belajar secara bermakna. Siswa lain memahami rumusc2 = b2 + a2 dari pencarian (belajar menemukan), tetapi bila kemudian ia menghafalkan c2 = a2 + b2 tanpa dikaitkan dengan sisi-sisi sebuah segitiga siku-siku, maka jadinya ia belajar menghafal.
Contoh lain misalnya sebagai berikut :
Seorang siswa belajar menerima (reception learning) bahwa , tetapi kemudian ia tidak menghafalkan mentah-mentah rumus itu melainkan berfikir : itu sama dengan kemudian mengubahnya menjadi ; jadi ia belajar secara bermakna. Siswa lain yang belajar menemukan bahwa dan kemudian menghafalkannya, akhirnya ia belajar menghafal (rote learning).
Ini tidak berarti bahwa metode ekspositori ini merupakan iatu-satunya metode baik, banyak metode lain yang baik. Setiap metode mengajar akan menjadi metode mengajar yang Iebih baik bila ditepatgunakan. Seperti dikatakan oleh Mc. Keachie bahwa dibandingkan dengan metode diskusi, metode ceramah (eksposi¬tori) ini memiliki kelemahan; metode diskusi Iebih baik dalam hal menumbuhkan sifat positif terhadap materi yang diajarkan {"School Learning" halaman 462, oleh Ausubel dan Robinson, Holt Rinehart & Winston, London 1973).
3. Demonstrasi
Metode demonstrasi masih satu keluarga dengan metode ekspontori yaitu metode yang berpusatkan pada guru atau didominasi guru. Hanya bedanya dengan metode ekspositori metode demonstrasi ini Iebih banyak melibatkan siswa.
Selain daripada iebih dapat melibatkan siswa metode ini mengandung unsur penonjolan kebolehan pengajar. misalnya mendemonstrasikan membuktikan dalil, mencari rumus, dan memecahkan soa! ceritera.
Pada institusi pendidikan guru seperti IKIP dan SPG metode ini Iebih banyak dipergunakan daripada di institusi pendidikan bukan guru, sebab pada institusi pendidikan guru bukan saja guru (dosen) harus mampu mendemonstrasikan bagaimana cara mengajar, bertanya, menjawab pertanyaan, memimpin diskusi, menulis di papan tulis, membuat persiapan mengaja: mengguna-kan kalkulator, menggunakan alat peraga dan Iain-Iain. Siswanya pun (calon guru) harus dapat berbuat demikian, sebab dikemudian hari mereka akan menjadi guru. Pada saat guru memberikan demonstrasi calon guru dapat mengajukan pertanyaan lang-sung. Kemudian ia dapat mencoba sendiri menini demonstrasi yang telah dicontohkan oleh gurunya, misalnya dengan simulasi, (bermain pura-pura), mengajar teman (peer teaching), bermain peran (role playing), dan praktek mengajar. Dengac mencoba sendiri ia akan memperoleh banyak pengalaman.
Seorang guru atau calon guru dalam mendemonstrasikan sesuatu itu, misalnya bagaimana sebaiknya berdiri di depan kelas, dalam persiapannya ia harus berbuat seperti kalau ia akan meng¬ajar. Selain harus memilih strategi beiajar-mengajar.
(1) merumuskan TIK;
(2) membuat alat evaluasi;
(3) memiliii topik;
(4) memilih alat peraga / pengajaran;
(5) menentukan waktu (lamanya);
(6) melakukan langkah-langkah mengajar;
(7) melakukan evaluasinya.
Kegiatan yang penting kita lakukan setelah selesainya suatu demonstrasi ialah diskusi tentang demonstrasi yang bam saja dila¬kukan, baik yang telah dilakukan guru maupun oleh calon guru.
Pada waktu mengomentari hasil demonstrasi seseorang ka-dang-kadang terjadi perbedaan pendapat. Menurut pengamat tertentu ia melakukan tindakan atau mengucapkan sesuatu yang keliru, sedangkan menurut yang berkepentingan tidak. Karena itu alangkah baiknya kalau dalam kegiatan semacam itu dibuat rekamannya (rekaman suara dan gambar). Alat rekaman ini selain menjadi alat pelerai. Juga dapat dipergunakan oleh calon guru untuk peningkatan kemampuannya.


C. Strategi Pembelajaran Pendekatan Masalah
1. Metode Pembelajaran Pemecahan Masalah ( Problem Based Learning)
Belajar Berdasarkan Masalah atau Problem Based Learning adalah Suatu proses pembelajaran yang diawali dari masalah-masalah yang ditemukan dalam suatu lingkungan pekerjaan.Problem Based Learning (PBL) adalah lingkungan belajar yang di dalamnya menggunakan masalah untuk belajar. Yaitu, sebelum pebelajar mempelajari suatu hal, mereka diharuskan mengidentifikasi suatu masalah, baik yang dihadapi secara nyata maupun telaah kasus. Masalah diajukan sedemikian rupa sehingga para pebelajar menemukan kebutuhan belajar yang diperlukan agar mereka dapat memecahkan masalah tersebut.
Bahan pembelajaran ini akan memandu para pengguna/pebelajar mulai dari memahami konsep PBL, langkah -langkah PBL, sampai menerapkan metode PBL dalam team work di tempat kerja.Penerapan metode PBL merupakan suatu bentuk implementasi team learning dan personal mastery menuju suatu organisasi pembelajar.
2. Metode Pembelajaran Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL)
Sampai saat ini, pendidikan di Indonesia masih didominasi oleh kelas yang berfokus pada guru sebagai utama pengetahuan, sehingga ceramah akan menjadi pilihan utama dalam menentukan strategi belajar. Sehingga sering mengabaikan pengetahuan awal siswa.Untuk itu diperlukan suatau pendekatan belajar yang memberdayakan siswa. Salah satu pendekatan yang memberdayakan siswa dalah pendekatan kontekstual (CTL).
CTL dikembangkan oleh The Washington State Concortium for Contextual Teaching and Learning, yang melibatkan 11 perguruan tinggi, 20 sekolah dan lembaga-lembaga yang bergerak dalam dunai pendidikan di Amerika Serikat. Salah satu kegiatannya adalah melatih dan memberi kesempatan kepada guru-guru dari enam propinsi di Indonesia untuk belajar pendekatan kontekstual di Amerika Serikat, melalui Direktorat SLTP Depdiknas
Pendekatan Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (US Departement of Education, 2001). Dalam konteks ini siswa perlu mengerti apa makna belajar, manfaatnya, dalam status apa mereka dan bagaimana mencapainya. Dengan ini siswa akan menhadari bahwa apa yang mereka pelajari berguna sebagai hidupnya nanti. Sehingga, akan membuat mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal yang bermanfaat untuk hidupnya nanti dan siswa akan berusaha untuk meggapinya.
Tugas guru dalam pembelajaran kontekstual adalah membantu siswa dalam mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih berurusan dengan trategi daripada memberi informasi. Guru hanya megelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan suatu yang baru bagi siswa. Proses belajar mengajar lebih diwarnai Student centered daripada teacher centered. Menurut Depdiknas guru harus melaksanakan beberapa hal sebagai berikut:
1) Mengkaji konsep atau teori yang akan dipelajari oleh siswa
2) Memahami latar belakang dan pengalaman hidup siswa melalui proses pengkajian secara seksama
3) Mempelajari lingkungan sekolah dan tempat tinggal siswa yang selanjutnya memilih dan mengkaiykan dengan konsep atau teori yang akan dibahas dalam pembelajaran kontekstual
4) Merancang pengajaran dengan mengkaitkan konsep atau teori yang dipelajari dengan mempertimbangkan pengalaman yang dimiliki siswa dan lingkungan hidup mereka
5) Melaksanakan penilaian terhadap pemahaman siswa, dimana hasilnya nanti dijadikan bahan refeksi terhadap rencana pemebelajaran dan pelaksanaannya.
Dalam pengajaran kontekstual memungkinkan terjadinya lima bentuk belajar yang penting, yaitu mengaitkan (relating), mengalami (experiencing), menerapkan (applying), bekerjasama (cooperating) dan mentransfer (transferring).
a. Mengaitkan adalah strategi yang paling hebat dan merupakan inti konstruktivisme. Guru menggunakan strategi ini ketia ia mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu yang sudah dikenal siswa. Jadi dengan demikian, mengaitkan apa yang sudah diketahui siswa dengan informasi baru.
b. Mengalami merupakan inti belajar kontekstual dimana mengaitkan berarti menghubungkan informasi baru dengan pengelaman maupun pengetahui sebelumnya. Belajar dapat terjadi lebih cepat ketika siswa dapat memanipulasi peralatan dan bahan serta melakukan bentuk-bentuk penelitian yang aktif.
c. Menerapkan. Siswa menerapkan suatu konsep ketika ia malakukan kegiatan pemecahan masalah. Guru dapet memotivasi siswa dengan memberikam latihan yang realistic dan relevan.
d. Kerjasama. Siswa yang bekerja secara individu sering tidak membantu kemajuan yang signifikan. Sebaliknya, siswa yang bekerja secara kelompok sering dapat mengatasi masalah yang komplek dengan sedikit bantuan. Pengalaman kerjasama tidak hanya membanti siswa mempelajari bahan ajar, tetapi konsisten dengan dunia nyata.
e. Mentransfer. Peran guru membuat bermacam-macam pengelaman belajar dengan focus pada pemahaman bukan hafalan.
Menurut Blanchard, ciri-ciri kontekstual :
1) Menekankan pada pentingnya pemecahan masalah.
2) Kegiatan belajar dilakukan dalam berbagai konteks
3) Kegiatan belajar dipantau dan diarahkan agar siswa dapat belajar mandiri
4) Mendorong siswa untuk belajar dengan temannya dalam kelompok atau secara mandiri
5) Pelajaran menekankan pada konteks kehidupan siswa yang berbeda-beda.
6) Menggunakan penilaian otentik
Menurut Depdiknas untuk penerapannya, pendekatan kontektual (CTL) memiliki tujuan komponen utama, yaitu konstruktivisme (constructivism), menemukan (Inquiry), bertanya (Questioning), masyarakat-belajar (Learning Community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian yang sebenarnya (Authentic). Adapaun tujuh komponen tersebut sebagai berikut:
a. Konstruktivisme (constructivism)
Kontruktivisme merupakan landasan berpikir CTL, yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, mengingat pengetahuan tetapi merupakan suatu proses belajar mengajar dimana siswa sendiri aktif secara mental mebangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur pengetahuanyang dimilikinya.
b. Menemukan (Inquiry)
Menemukan merupakan bagaian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual Karena pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri. Kegiatan menemukan (inquiry) merupakan sebuah siklus yang terdiri dari observasi (observation), bertanya (questioning), mengajukan dugaan (hiphotesis), pengumpulan data (data gathering), penyimpulan (conclusion).
c. Bertanya (Questioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu dimulai dari bertanya. Bertanya merupakan strategi utama pembelajaan berbasis kontekstual. Kegiatan bertanya berguna untuk :
 menggali informasi
 menggali pemahaman siswa
 membangkitkan respon kepada siswa
 mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa
 mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa
 memfokuskan perhatian pada sesuatu yang dikehendaki guru
 membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa, untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa.
d. Masyarakat Belajar (Learning Community)
Konsep masyarakat belajar menyarankan hasil pembelajaran diperoleh dari hasil kerjasama dari orang lain. Hasil belajar diperolah dari ‘sharing’ antar teman, antar kelompok, dan antar yang tau ke yang belum tau. Masyarakat belajar tejadi apabila ada komunikasi dua arah, dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar.
e. Pemodelan (Modeling)
Pemodelan pada dasarnya membahasakan yang dipikirkan, mendemonstrasi bagaimana guru menginginkan siswanya untuk belajar dan malakukan apa yang guru inginkan agar siswanya melakukan. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan ,elibatkan siswa dan juga mendatangkan dari luar.
f. Refleksi (Reflection)
Refleksi merupakan cara berpikir atau respon tentang apa yang baru dipelajari aau berpikir kebelakang tentang apa yang sudah dilakukan dimasa lalu. Realisasinya dalam pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi yang berupa pernyataan langsung tentang apa yang diperoleh hari itu.
g. Penilaian yang sebenarnya ( Authentic Assessment)
Penialaian adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberi gambaran mengenai perkembangan belajar siswa. Dalam pembelajaran berbasis CTL, gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami pembelajaran yang benar. Fokus penilaian adalah pada penyelesaian tugas yang relevan dan kontekstual serta penilaian dilakukan terhadap proses maupun hasil.
Penerapan CTL dalam pembelajaran
1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan baru.
2. Lakukan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.
3. Kembangkan sifat keingin tahuan siswa dengan cara bertanya.
4. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok).
5. Hadirkan model sebagai contoh dalam pembelajaran.
6. Lakukan refleksi pada akhir pertemuan.
7. Lakukan penilaian otentik yang betul-betul menunjukkan kemampuan siswa.
3. Model Pembelajaran Terpadu
Beberapa pengertian dari pembelajaran terpadu yang dikemukakan oleh beberapa orang pakar pembelajaran terpadu diantaranya :
1) Menurut Cohen dan Manion (1992) dan Brand (1991), terdapat tiga kemungkinan variasi pembelajaran terpadu yang berkenaan dengan pendidikan yang dilaksanakan dalam suasana pendidikan progresif yaitu kurikulum terpadu (integrated curriculum), hari terpadu (integrated day), dan pembelajaran terpadu (integrated learning). Kurikulum terpadu adalah kegiatan menata keterpaduan berbagai materi mata pelajaran melalui suatu tema lintas bidang membentuk suatu keseluruhan yang bermakna sehingga batas antara berbagai bidang studi tidaklah ketat atau boleh dikatakan tidak ada. Hari terpadu berupa perancangan kegiatan siswa dari sesuatu kelas pada hari tertentu untuk mempelajari atau mengerjakan berbagai kegiatan sesuai dengan minat mereka. Sementara itu, pembelajaran terpadu menunjuk pada kegiatan belajar yang terorganisasikan secara lebih terstruktur yang bertolak pada tema-tema tertentu atau pelajaran tertentu sebagai titik pusatnya (center core / center of interest)m
2) Menurut Prabowo (2000 : 2), pembelajaran terpadu adalah suatu proses pembelajaran dengan melibatkan / mengkaitkan berbagai bidang studi. Dan ada dua pengertian yang perlu dikemukakan untuk menghilangkan kerancuan dari pengertian pembelajaran terpadu di atas, yaitu konsep pembelajaran terpadu dan IPA terpadu. Menurut Prabowo (2000:2), pembelajaran terpadu merupakan pendekatan belajar mengajar yang melibatkan beberapa bidang studi. Pendekatan belajar mengajar seperti ini diharapkan akan dapat memberikan pengalaman yang bermakna kepada anak didik kita. Arti bermakna disini dikarenakan dalam pembelajaran terpadu diharapkan anak akan memperoleh pemahaman terhadap konsep-konsep yang mereka pelajari dengan melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang sudah mereka pahami. Pembelajaran terpadu merupakan pendekatan belajar mengajar yang memperhatikan dan menyesuaikan dengan tingkat perkembangan anak didik (Developmentally Appropriate Practical). Pendekatan yang berangkat dari teori pembelajaran yang menolak drill-system sebagai dasar pembentukan pengetahuan dan struktur intelektual anak.
Langkah awal dalam melaksanakan pembelajaran terpadu adalah pemilihan/ pengembangan topik atau tema. Dalam langkah awal ini guru mengajak anak didiknya untuk bersama-sama memilih dan mengembangkan topik atau tema tersebut. Dengan demikian anak didik terlibat aktif dalam proses pembelajaran dan pembuatan keputusan. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan terpadu ini diharapkan akan dapat memperbaiki kualitas pendidikan dasar, terutama untuk mencegah gejala penjejalan kurikulum dalam proses pembelajaran di sekolah. Dampak negatif dari penjejalan kurikulum akan berakibat buruk terhadap perkembangan anak. Hal tersebut terlihat dengan dituntutnya anak untuk mengerjakan berbagai tugas yang melebihi kapasitas dan kebutuhan mereka. Mereka kurang mendapat kesempatan untuk belajar, untuk membaca dan sebagainya. Disamping itu mereka akan kehilangan pengalaman pembelajaran alamiah langsung, pengalaman sensorik dari dunia mereka yang akan membentuk dasar kemampuan pembelajaran abstrak (Prabowo, 2000:3). Pembelajaran terpadu sebagai suatu proses mempunyai beberapa ciri yaitu : berpusat pada anak (student centered), proses pembelajaran mengutamakan pemberian pengalaman langsung, serta pemisahan antar bidang studi tidak terlihat jelas. Di samping itu pembelajaran terpadu menyajikan konsep dari berbagai bidang studi dalam satu proses pembelajaran. Kecuali mempunyai sifat luwes, pembelajaran terpadu juga memberikan hasil yang dapat berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan anak.
Pembelajaran terpadu memiliki kelebihan (Depdikbud, 1996) sebagai berikut :
1. Pengalaman dan kegiatan belajar anak relevan dengan tingkat perkembangannya
2. Kegiatan yang dipilih sesuai dengan minat dan kebutuhan anak
3. Kegiatan belajar bermakna bagi anak, sehingga hasilnya dapat bertahan lama
4. Keterampilan berpikir anak berkembang dalam proses pembelajaran terpadu
5. Kegiatan belajar mengajar bersifat pragmatis sesuai dengan lingkungan anak
Keterampilan sosial anak berkembang dalam proses pembelajaran terpadu. Keterampilan sosial ini antara lain adalah : kerja sama, komunikasi, dan mau mendengarkan pendapat orang lain.
Adapun model-model pembelajaran terpadu sebagaimana yang dikemukakan oleh Fogarty, R (1991 : 61– 65) yaitu sebanyak sepuluh model pembelajaran terpadu. Kesepuluh model pembelajaran terpadu tersebut adalah :
1. the fragmented model ( Model Fragmen )
2. the connected model ( Model Terhubung )
3. the nested model ( Model Tersarang )
4. the sequenced model ( Model Terurut )
5. the shared model ( Model Terbagi )
6. the webbed model ( Model Jaring Laba-Laba )
7. the threaded model ( Model Pasang Benang )
8. the integrated model ( Model Integrasi )
9. the immersed model ( Model Terbenam ), dan
10. the networked model ( Model Jaringan )
Dari 10 model pembelajaran terpadu di atas, hanya 3 model yang akan dibahas disini, yaitu the connected model, the webbed model, dan the integrated model.
a. Model Terhubung (The Connected Model)

Model terhubung (the connected model), karena model terhubung ini penekanannya terletak pada perlu adanya integrasi inter bidang studi itu sendiri. Selain itu, Model terhubung ini juga secara nyata menghubungkan satu konsep dengan konsep lain, satu topik dengan topik lain, satu keterampilan dengan keterampilan lain, tugas yang dilakukan dalam satu hari dengan tugas yang dilakukan pada hari berikutnya, serta ide-ide yang dipelajari pada satu semester dengan semester berikutnya. Pemanfaatan penerapan model terhubung (connected) ini sangat relevan dengan konsep Cahaya (dalam fisika) dan konsep Sistem Indera pada manusia (dalam biologi), agar dapat terwujud pemampatan/ pengurangan waktu dalam pembelajaran pada konsep-konsep tersebut (Reduce Instructional Time). Hal ini terkait dengan upaya menghindari terjadinya penjejalan kurikulum dalam proses pembelajaran, sebagai akibat dari mengejar target kurikulum.

Langkah-langkah yang ditempuh dalam model pembelajaran keterhubungan sebagai berikut :
a) Guru menentukan tema-tema yang dipilih dari silabus,
b) Guru mencari tema yang hampir sama/relevan dengan tema-tema yang lain,
c) Tema-tema tersebut diorganisasikan pada tema induk,
d) Guru menjelaskan materi yang terdiri dari beberapa tema di atas,
e) Guru mengadakan tanya jawab tentang materi yang diajarkan,
f) Dengan bimbingan guru siswa membentuk kelompok kecil,
g) Dengan bimbingan guru pula siswa diminta untuk mengerjakan pertanyaan yang telah disiapkan dan mengerjakan tugas kelompok dari guru,
h) Guru memberikan kesimpulan, penegasan, evaluasi secara tertulis dan sebagai tindak lanjut guru menugaskan pada siswa untuk menyusun portofolio dan dikumpulkan minggu depan.
Beberapa kelebihan dari model terhubung (connected) adalah sebagai berikut :

a. Dampak positif dari mengaitkan ide-ide dalam satu bidang studi adalah siswa memperoleh gambaran yang luas sebagaimana suatu bidang studi yang terfokus pada suatu aspek tertentu.
b. Siswa dapat mengembangkan konsep-konsep kunci secara terus menerus, sehingga terjadilah proses internalisasi.
c. Menghubungkan ide-ide dalam suatu bidang studi sangat memungkinkan bagi siswa untuk mengkaji, mengkonseptualisasi, memperbaiki, serta mengasimilasi ide-ide secara terus menerus sehingga memudahkan untuk terjadinya proses transfer ide-ide dalam memecahkan masalah.
Di samping mempunyai kelebihan, model terhubung ini juga mempunyai kekurangan, yaitu sebagai berikut :

a) Masih kelihatan terpisahnya antar bidang studi,
b) Tidak mendorong guru untuk bekerja secara tim, sehingga isi dari pelajaran tetap saja terfokus tanpa merentangkan konsep-konsep serta ide-ide antar bidang studi, dan
c) dalam memadukan ide-ide dalam satu bidang studi, maka usaha untuk mengembangkan keterhubungan antar bidang studi menjadi terabaikan.
b. Model Jaring Laba-Laba (The Webbed Model)

The Webbed Model (Model Jaring Laba-Laba) yaitu model yang menggunakan pendekatan tematik sebagai pusat pembelajaran yang dijabarkan dalam berbagai kegiatan dan/atau bidang pengembangan.

Ciri pendidikan berkualitas, adalah bukan hanya mengetahui sesuatu, melainkan dapat melakukan sesuatu yang fundamental untuk kehidupan. Pendidikan harus dapat memberikan bekal pengalaman kesadaran siswa untuk menjalankan kehidupan di masyarakat. Oleh karena itu proses pembelajaran yang bermakna menjadi hal yang penting dalam menentukan tercapainya pendidikan yang berkualitas. Sementara dari hasil pengamatan kenyataan dilapangan, kualitas pembelajaran di sekolah khususnya pembelajaran di SD sangat rendah, proses pembelajaran masih didominasi oleh guru. Kenyataan tersebut apabila dibiarkan akan berdampak terhadap mutu lulusan sekolah kita dimasa mendatang untuk mampu menghadapi tantangan global yang ditandai dengan berbagai tantangan.

Persepsi guru dan siswa dalam menerapkan pembelajaran terpadu model webbed atau jaring laba-laba dalam proses mengubah pola belajar siswa yang selama ini dijadikan sebagai objek dalam belajar menjadi subjek, terutama telah mampu mengembangkan kemampuan siswa dalam aspek kerja sama, toleransi, tenggang rasa, saling menghargai, berani berpendapat dan mampu mengembangkan nilai-nilai demokrasi. Sedang dalam hasil belajar telah dapat berhasil meningkatkan akademik siswa. Dan yang tak kalah pentingnya adalah telah dapat mengungkapkan respon siswa dan guru terhadap model pembelajran terpadu model webbed atau jaring laba-laba sangat positif, sehingga mereka labih bergairah dan antusias dalam belajar. Untuk itu perlu merekomendasikan pemanfaatan model pembelajaran terpadu model webbed atau jaring laba-laba sebagai altenatif pilihan model pembelajaran dalam proses belajar di Sekolah Dasar.
Langkah-langkah yang ditempuh dalam model pembelajaran jaring laba-laba, yaitu sebagai berikut:
a) Guru menyiapkan tema utama dari beberapa standar kompetensi lintas mata pelajaran/bidang Studi,
b) Guru menyiapkan tema-tema yang telah terpilih supaya tidak over lapping,
c) Guru menjelaskan tema-tema yang terkait sehingga materinya lebih luas,
d) Guru memilih konsep atau informasi yang bisa mendorong belajar siswa dengan pertimbangan lain yang memang sesuai dengan prinsip-prinsip pembelajaran terpadu.

Sebagai sebuah model, model jaring laba-laba mempunyai beberapa kelebihan dan keterbatasan. Kelebihan model jaring laba-laba adalah sebagai berikut:
a. adanya kekuatan motivasi internal yang berasal dari proses penentuan tema yang diminati anak,
b. relatif mudah digunakan,
c. mempermudah perencanaan kerja tim guru,
d. memberikan kejelasan payung melalui pendekatan tematik, dan
e. memudahkan anak untuk melihat berbagai kegiatan atau gagasan yang berbeda, tetapi saling terkait dalam satu tema.
Sedangkan keterbatasan model jaring laba-laba adalah:
a. cukup sulit dalam menentukan tema,
b. guru cenderung merumuskan tema secara dangkal,
c. guru tetap dituntut memenuhi misi kurikulum baku, dan
d. sering kali guru lebih memperhatikan kegiatan pembelajaran dari pada pengembangan konsep.

c. Model Integrasi/Model Thematic (The Integrated Model)

Model integrated yaitu pembelajaran yang mengintegrasikan beberapa tema yang serumpun pada mata pelajaran.
Pada pembelajaran tematis, tema berfungsi sebagai sarana untuk mengenalkan berbagai konsep pada anak dengan tujuan menyatukan isi kurikulum dan memperkaya perbendaharaan kata anak. Tema juga berisi bahan-bahan yang perlu dikembangkan lebih lanjut oleh guru. Kekuatan pembelajaran dengan pendekatan tema secara umum adalah pengalaman dan kegiatan belajar relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak, menyenangkan karena bertolak dari minat dan kebutuhan anak, hasil belajar akan bertahan lebih lama karena lebih berkesan dan bermakna, mengembangkan keterampilan berpikir melalui berbagai latihan pemecahan permasalahan yang dihadapi, serta menumbuhkan keterampilan sosial dalam bekerja sama, bertoleransi, berkomunikasi dan tanggap terhadap gagasan orang lain.
Langkah-langkah pembelajaran terpadu model integrated sebagai berikut:
a. guru menentukan salah satu tema dari mata-pelajaran yang akan dipadukan dengan tema-tema pada mata pelajaran lain,
b. guru mencari tema-tema dari mata-pelajaran lain yang memiliki makna yang sama,
c. guru memadukan tema-tema dari beberapa mata pelajaran yang dikemas menjadi satu tema besar,
d. guru menyusun RPP yang terdiri dari gabungan konsep-konsep beberapa mata-pelajaran,
e. guru menentukan alokasi waktu karena untuk pembelajaran ini biasanya memerlukan waktu lebih dari satu kali pertemuan.




BAB IV
PENUTUP



A. Kesimpulan
Metode mengajar adalah cara mengajar atau cara menyampaikan materi pelajaran kepada siswa untuk setiap pelajaran atau bidang studi. Metode mengajar itu bisa diterapkan untuk setiap pelajaran. Karena itu guru akan dapat memahaminya tanpa suatu keahlian khusus. Misalnya, menyampaikan materi pelajaran melalui ceramah, ekspositori, dan demonstrasi itu adalah cara-cara penyampaian materi yang berlaku secara umum. Untuk menguasainya tidak diperlukan keahlian khusus. Karena itu, ceramah dan sebagainya itu disebut metode mengajar.
Metode – metode mengajar yang akan diterapkan ialah : ceramah, ekspositori, latihan hafal (drill), latihan praktek (practice), tanya -jawab, demonstrasi, diskusi panel, “fish bowl”, seminar dan lain – lain), kegiatan lapangan, laboratorium, permainan, karyawisata, penemuan, inkuiri, pemecahan masalah, pemberian tugas, dan metode proyek. Selain itu akan ada metode mengajar lain yang tidak akan dibahas dalam buku ini karena penerapannya dalam pengajaran matematika lebih sukar misalnya sosiodrama, psikodrama, dan bermain peran. Jadi ketiga metode mengajar terakhir sukar untuk dijadikan tehnik mengajar dalam pengajaran matematika.
Dalam kenyataannya metode – metode itu tidak merupakan metode murni, maksudnya dapat berdiri sendiri tanpa keterlibatan metode lain, tapi saling melengkapi. Pada metode ekspositori ada penemuannya, pada metode penemuan ada ceramahnya, dan sebagainya.
Belajar Berdasarkan Masalah atau Problem Based Learning adalah Suatu proses pembelajaran yang diawali dari masalah-masalah yang ditemukan dalam suatu lingkungan pekerjaan.Problem Based Learning (PBL) adalah lingkungan belajar yang di dalamnya menggunakan masalah untuk belajar. Yaitu, sebelum pebelajar mempelajari suatu hal, mereka diharuskan mengidentifikasi suatu masalah, baik yang dihadapi secara nyata maupun telaah kasus.
Pendekatan Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat
Langkah awal dalam melaksanakan pembelajaran terpadu adalah pemilihan/ pengembangan topik atau tema. Dalam langkah awal ini guru mengajak anak didiknya untuk bersama-sama memilih dan mengembangkan topik atau tema tersebut. Dengan demikian anak didik terlibat aktif dalam proses pembelajaran dan pembuatan keputusan. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan terpadu ini diharapkan akan dapat memperbaiki kualitas pendidikan dasar, terutama untuk mencegah gejala penjejalan kurikulum dalam proses pembelajaran di sekolah.

B. Saran
1. Manusia menjadi jahat karena merasa cukup.
Pesan di atas diperingatkan di Al Qur’an surat (96) Al Alaq ayat 6-7.
Artinya : Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, Karena dia melihat dirinya serba cukup.
2. Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.( Al Maa'idah:8 )