Jumat, 31 Oktober 2008

MODEL DAN METODE PEMBELAJARAN

BAB I
PENDAHULUAN


Sebagai seorang pengajar pasti mengharapkan agar para siswa memperoleh hasil belajar yang baik dan menjadi anak yang cerdas berkwalitas. Demikian juga sebagai pelajar pasti merindukan pengajar yang berbobot dan bermutu (cerdas dan berkwalitas).
Guru pada saat ini sering menjadi sorotan dari berbagai media massa,berkaitan dengan rendahnya mutu pendidikan,dan keberhasilan suatu sekolah. Ada sebagian masyarakat kita beranggapan keberhasilan suatu pendidikan sangat di tentukan oleh mutu guru itu sendiri.Sementara kita ketahui bersama keberhasilan atau kegagalan pendidikan banyak di pengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah metode mengajar guru.
Guru sangat terlibat dengan proses mengajar-belajar.I stilah proses mengajar – belajar ( PMB) lebih tepat daripada proses belajar mengajar ( PBM),alasanya karena dalam proses yang harus aktip duluan adalah guru lalu di ikuti aktivitas siswa (belajar ) bukan sebaliknya. Barlow seorang pakar psikologi pendidikan (1985) dan Good & Brophy (1990) hubungan timbul balik antar guru dan siswa di sebut teaching – learning process dan bukan learning-teaching process.
Dr. Howard Gardner mengatakan bahwa kecerdasan bukan hanya mencakup kemampuan menghitung dan menggunakan bahasa Dalam proses belajar mengajar paling tidak memerlukan Pelajar (siswa) dan Pengajar (gurumelainkan mencakup beberapa dimensi lain. Kecerdasan yang “holistic” ini hanya bisa dicapai jika guru memberikan hidupnya bukan hanya memberikan ilmunya kepada siswa-siswanya, baik didalam maupun diluar kelas.
Setelah lahirnya Undang-Undang Guru dan Dosen melalui UU Nomor 14 Tahun 2005, secara legal formal guru dan dosen menjadi profesi yang sangat diharapkan dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Kualitas pendidikan tentu bermuara pada kualifikasi sumber daya manusia, baik secara fisikal (kesehatan), psikologikal (mental), intelektual, afektif (sikap dan etik), termasuk spiritual (nilai-nilai religius).
Tugas-tugas profesional dari seorang guru yaitu meneruskan atau transmisi ilmu pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai lain yang sejenis yang belum diketahui anak dan seharusnya diketahui oleh anak. Untuk itu maka sangat perlu metode mengajar dalam proses belajar-mengajar




BAB II
PERMASALAHAN
  1. Apakah metode mengajar itu?
  2. Macam-macam metode mengajar dan Bagaimana perananya dalam pengajaran matematikaka?
    • Metode Cermah
    • Metode Ekspositori
    • Metode Demonstrasi
  3. Strategi Pembelajaran Pendekatan Masalah
  • Model Pembelajaran Terpadu
  • Metode Pembelajaran Pemecahan Masalah ( Problem Based Learning)
  • Metode Pembelajaran Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL)






BAB III
PEMBAHASAN MAKALAH



METODE MENGAJAR

A. Pengertian Metode Mangajar

Metode mengajar adalah cara mengajar atau cara menyampaikan materi pelajaran kepada siswa untuk setiap pelajaran atau bidang studi. Metode mengajar itu bisa diterapkan untuk setiap pelajaran. Karena itu guru akan dapat memahaminya tanpa suatu keahlian khusus. Misalnya, menyampaikan materi pelajaran melalui ceramah, ekspositori, dan demonstrasi itu adalah cara-cara penyampaian materi yang berlaku secara umum. Untuk menguasainya tidak diperlukan keahlian khusus.Karena itu, ceramah dan sebagainya itu disebut metode mengajar.


Tekhnik mengajarialah cara mengajar yang memerlukan keahlian khusus dan atau bakat.untuk mampu menerapkan teknik SAS seseorang harus menguasai bahasa atau berbakat dalam bahasa. Untuk sampai kepada penemuan dalil Pytagoras tentang segitiga siku-siku, seorang guru harus memiliki pengetahuan atau bakat dalam matematika sehingga teknik penemuan yang ia pergunakan itu dapat terlaksana dengan baik. Seorang guru yang melakukan tehnik inkuiri dalam pemahaman sifat air harus mempunyai bakat atau menguasai IPA. Dari uraian itu nampak bahwa nama suatu metode mengajar itu dapat menjadi nama suatu tehnik mangajar bila diterapkan daalm mata pelajaran yang memerlukan keahlian khusus atau bakat.

Apakah menerangkan perkalian dengan cara - cara : penjumlahan berulang, jajaran, garis bilangan, gabungan himpunan ekivalen yang lepas, batang Cuisinaire, dan pasangan bilangan itu disebut tehnik – tehnik mengajar? Ya, betul. Sebab kita akan mampu melaksanakannya bila kita menguasai matematika (tentang itu).
Pemilihan metode mengajar tiu tentunya tergantung dari strategi belajar – mengajar yang dipilih. Misalnya, bila strategi belajar mengajar yang telah dipilih itu pembawa materinya guru dan sempit, yang mengajarkannya guru itu sendiri, pendekatannya deduktif, dan penerima pelajarannya kelompok besar, maka metode yang akan lebih cocok nampaknya metode ceramah atau ekspositori. Selain tergantung dari strategi belajar – mengajar, pemilihan metode mengajar itu tergantung juga dari bakal efektif dan efisiensinya pengajaran itu.

Metode efektif ialah metode mengajar yang menurut penelitian adalah efektif untuk pengajara topic tertentu. Metode efektif ini merupaakn syarat bagi terjadinya pengajaran efektif. Selain metode efektif, terdapat persyaratan lain sehingga pengajaran itu menjadi efektif, misalnya berorientasi kepada tujuan dan tidak membuang – buang waktu.
Jadi, metode mengajar yang diterapkan dalam suatu pengajaran itu dikatakan efektif bila menghasilkan sesuatu sesuai dengan yang diharapkan. Dengan kata lain, tujuannya tercapai. Makin tinggi kekuatannya untuk dapat menghasilkan sesuatu, makin efektif metode itu. Sedangkan suatu metode mengajar itu dikatakan efisien bila penerapannya dalam menghasilkan sesuatu yang diharapkan itu relatif menggunakan tenaga, usaha, pengeluaran biaya, dan waktu minimum.Makin kecil usaha, tenaga, biaya, dan waktu dikeluarkan, makin efisien metode itu.


Banyak di antara kita mengetahui macam - macam metode mengajar dan arti dari setiap metode itu. Tetapi untuk menerapkannya dalam bidang studi biasanya tidak mudah. Bila adapun kadang – kadang penerapannya itu seperti dipaksa – paksakan.

Bila kita menerapkan suatu metode mengajar dalam bidang studi matematika perlu kita perhatikan agar siswa selain belajar dengan aktif, bergembira, dan mengerti, juga pelajaran itu harus efektif dan efisien. Kurikulum 1975 mensyaratkan agar pengajaran di sekolah itu efektif dan efisien, tidak membuang - buang waktu yang tidak diperlukan, karena waktu yang mereka pergunakan selama di sekolah itu hanya seperempat hari, yaitu 6 jam dari 24 jam. Ini harus kita pandang sebagai peringatan kepada kita yang sering menggunakan metode penemuan, permainan, laboratorium, dan semacamnya. Ini tidak berarti kita harus meninggalkan metode - metode itu dan kembali ke metode ceramah dan ekspositori, tetapi bila kita menggunakan metode yang memakan waktu banyak itu kita harus lebih hati – hati. Sebab kurikulum 1975 sendiri selain menggunakan metode ceramah sebenarnya, sesuai dengan bidang studinya masing – masing, mengganjurkan penggunaan metode / pendekatan lain seperti demonstrasi, pemberian tugas, tanya jawab, karyawisata, laboratorium, eksperimen, inkuiri, induktif, deduktif, dan pemecaahn masalah.

Tujuan daripada adanya P3G antara lain adalah untuk menjajagi diterapkannya konsep cara belajar siswa aktif (CBSA) atau “student active learning”. P3G bertugas untuk mencari metode dan tehnik mengajar yang menyebabkan siswa belajar aktif.
Apa sebabnya siswa harus aktif ? Apakah sebelum adanya P3G ini siswa belajar tidak aktif ?
Kita perlu belajar aktif sebab belajar dengan aktif dapat menyebabkan ingatan kita mengenai apa yang kita pelajari itu lebih tahan lama, dan pengetahuan kita menjadi lebih luas dibandingak dengan belajar secara pasif. Belajar aktif daapt menumbuhkan sifat kreatif, dan anak kreatif hidupnya dikemudian hari akan lebih berhasil. Maksudnya ialah lebih dapat menguasai persoalan di masyarakat. Sedangkan menurut pengamatan orang - orang yang kemudian menjadi anggota P3G pada tahun 1977 di beberapa IKIP, SL, dan SPG di beberapa kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang, Medan, dan Padang ditemukan bahwa kebanyakan siswa ( di luar yang belajar dengan modul ) belajar pasif. Maksudnya ialah bahwa kebanyakan pengajaran itu selain dimulai oleh guru, guru yang aktif, guru ayng mendominasi pembicaraan, murid berbuat atas perintah atau inisiatif guru, komunikasi hanya dari satu atau dua arah, kurang sekali diskusi antara siswa dengan siswa.Jarang ada kegiatan dimana murid mencari sendiri, menemukan sendiri, merumuskan sendiri atau menyimpulkan sendiri.

Seperti sudah disebutkan, didalam kurikulum 1975 sendiri, di luar ceramah, sebenarnya tercantum pendekatan dan metode yang dapat menjadikan siswa aktif di ruangan kelas belajar, misalnya metode tanya- jawab, diskusi, eksperimen / laboratorium, dan sebagainya. Sayangnya tidak sempat terungkapkan mengapa kebanyakan yang dipergunakan hanya metode ceramah atau ekspositori. Mungkin karena terikat dalam penyajian materi dalam buku wajib / teks, mungkin karena materi yang harus diberikan terlalu banyak, mungkin karena belum menghayati apa yang dianjurkan daalm kurikulum 1975, atau mungkin karena kekurangmampuan guru.

Khusus menggunakan pengajaran matematika, dalam kurikulum 1975 SMP dan SMA tidak dikatakan secara terinci dan terpisah macam – macam metode mengajarnya itu, tetapi pada bagian metode mengajarnya guru diminta untuk tidak mendominasi kelas, dan pengajarannya supaya berpusatkan kepada anak. Siswa supaay belajar dengan aktif, gembira dan senang belajar matematika. Untuk SD – nya, metode mengajarnya itu terpaut di dalam buku Pedoman Umum dan Khususnya.


Dengan demikian konsep “student active learning” dalam pengajaran matematika (modern) paling lambat sejak tahun 1975 oleh pemerintah sudah dinasehatkan untuk diterapkan. Sedangkan tulisan lain yang mengganggap pentingnya guru tidak mendominasi kelas, pengajaran supaya berpusatkan kepada anak, siswa supaya belajar matematika senang dan gembira, siswa supaya belajar aktif, siswa supaya menemukan sendiri, antara lain tercantum dalam buku “ Dasar – dasar Matematika Modern untuk Guru” oleh E. T. Ruseffendi, IKIP Bandung 1973.


Yang akan dibicaraakn pada bagian berikut ini ialah macam – macam metode mengajar dan penerapannya daalm pengajaran matematika dan criteria pemilihan metode mengajar.


B. Macam-Macam Metode Mengajar

Tujuan dari penyajian bermacam – macam metode mengajar dan aplikasinya dalam pengajaran matematika ialah agar kita, guru, memiliki pengetahuan yang luas tentang metode – metode dan memiliki ketrampilan untuk menerapkannya, khususnya dalam pengajaran matematika. Mengetahui keunggulan dan kelemahan dari tiap – tiap metode sangat penting agar kita dapat menerapkan metode itu dengan tepat, sehingga tujuan instruksional kita dapat dicapai secara optimal.

Metode – metode mengajar yang akan diterapkan ialah : ceramah, ekspositori, latihan hafal (drill), latihan praktek (practice), tanya -jawab, demonstrasi, diskusi panel, “fish bowl”, seminar dan lain – lain), kegiatan lapangan, laboratorium, permainan, karyawisata, penemuan, inkuiri, pemecahan masalah, pemberian tugas, dan metode proyek. Selain itu akan ada metode mengajar lain yang tidak akan dibahas dalam buku ini karena penerapannya dalam pengajaran matematika lebih sukar misalnya sosiodrama, psikodrama, dan bermain peran. Jadi ketiga metode mengajar terakhir sukar untuk dijadikan tehnik mengajar dalam pengajaran matematika.
tanpa keterlibatan metode lain, tapi saling melengkapi. Pada metode ekspositori ada penemuannya, pada metode penemuan ada ceramahnya, dan sebagainya.
1. Ceramah
Ceramah adalah suatu cara penyampaian memberikan informasi secara lisan kepada sejumlah pendengar di dalam ruangan di mana pendengar melakukan pencatatan seperlunya. Pada metode ini yang banyak bicara adalah pembicara. Interaksi terjadi antara penceramah dan pendengar. Komunikasi pada umumnya hanya satu arah, dari pembicara ke pendengar. Bila yang bicara itu dosen dan pendengarnya mahasiswa, metode ceramah ini disebut juga metode kuliah.
Ceramah adalah metode adalah metode mengajar yagn pada masa kini dan masa lampau banyak dipergunakan, terutama pada bidang non eksakta. Mungkin karena dianggap paling praktis, karena metode lain yang belum dikenal.
Orang yang tidak senang mengkritik cara ini dan mengatakan bahwa ceramah itu :
1) Adalah anakronisme (sesuatu yang menyalai zaman) sejak ditemukannya percetaakan; Dalam kenyataannya metode – metode itu tidak merupakan metode murni, maksudnya dapat berdiri sendiri
2) Menyebabkan belajar hanya menghafal (rote learning) yang tidak menyebabkan timbulnya pengertian (makna) pada siswa ;
3) Menyebabkan siswa pasif ; siswa hanya aktif untuk membuat catatan saja ;
4) Pertimbangan bahwa materi yang diajarkan itu baik hanya menurut pertimbangan pengajar ;
5) Menyebabkan materi yang diceramahkan lekas terlupakan (Gage dan Berliner, 1975, h – 466).
Tetapi orang – orang yang menyetujui cara ceramah untuk dipakai, memberikan jawaban kira – kira sebagai berikut :
1) Dahulu cara ceramah itu dikatakan berguna, tetapi sekarang setelah orang – orang dapat membaca dan banyak sumber bacaannya, mengganggap cara ceramah itu tidak perlu lagi. Sebenarnya siswa harus dibiasakan memperoleh pengetahuan melalui ceramah, sebab pada ceramah umumnya bila ia tidak mampu mencatat butiran penting satu saja, maka ia akan kehilangan butiran itu karena ia tidak memperoleh pengulangan ;
2) Tidak semua siswa dapat belajar melalui membaca;
3) Guru yang mengajar dengan cara ceramah dapai mengulangnya kalau perlu dengan kata-kata Iain, sedangkao buku pelajaran tidak ;
4) Cara ceramah dapat meramu masalah kompleks terutama
mengenai masalah-masalah baru, sedangkan buku pelajaran
tidak;
5) Cara ceramah dapat dipakai untuk merangkum permasalahan
yang banyak yang terdapat dalam berbagai sumber;
6) Cara ceramah dapat dipergunakan bila materi yang disajikan
itu bagi siswa adalah baru, sedangkan materi tertulisnya belum ada / banyak,
7) Cara ceramah dapat memberikan kesempatan setiap saat ke¬
pada guru untuk merangkum, mengeritik, atau memberikan
komentar terhadap pendapat orang lain;
8) Cara ceramah dapat menyajikan materi menjadi menarik,
menimbulkan minat dan kesenangan kepada siswa daripada
materi tercatat setiap saat diperlukan;
9) Cara ceramah dapat membuat pengajaran berencana, teratur,
disiapkan dengan baik daripada perumusan hasil diskusi siswa;
10) Cara ceramah relatif lebih murah karena dapat memuat lebih banyak siswa dalam satu kelas per guru;
11) Cara reramah lebih fleksibel (dapat disesuaikan) dilihat dari
segi waktu, tempat, siswa (pendengar), perlengkapan, kegiatan siswa, dibandingkan dengan cara lain misalnya materi tercetak, diskusi;
12) Cara ceramah dapat berjaian tanpa memperhatikan banyaknya siswa dibandingkan dengan materi bacapn sendiri (peng¬
ajaran terprogram misalnya). Bila dalam pengajaran terprogram kekurangan sebuah buku saja maka pengajaran itu,
khususnya bagi seorang anak, tidak dapat berjaian;
13) Cara ceramah dapat meningkatkan penguatan bagi siswa;
keuntungan ini tidak dimiliki oleh beberapa cara niengajar
lain, misalnya materi tertulis;
14) Cara ceramah, dibandingkan dengan cara belajar sendiri, da¬
pat dipakai guru untuk melihat apakah siswa berpartisipasi
akiif, mengerti permasalahannya atau tidak.
Di samping keunggulan cara ceramah menurut pendukung-nya, menurut penelitian Dubin dan Taveggia (1968) dalam buku yang sama seperti tersebut di atas halaman 465 dalam mem-bandingkan hasil belajar (dalam tentamen) yang diperoleh melalui ceramah dibandingkan dengan yang diperoleh dengan cara-cara lain, khususnya dengan metode diskusv; menyimpulkan bahwa cara ceramah dan cara diskusi di perguruan tinggi sama-sama efektif bila yang dilihat ialah hasil akhirnya dari tentamen.
Mengingat kelemahan dan keunggulan metode ini dan meng-ingat pula hakekat matematika sebagai ilmu yang hanya dapat difahami melalui prasyarat, kita sebagai pemakai metode ceramah perlu memperhatikan:
a. Metode ceramah perlu dipergunakan bila;
(1) bertujuan memberikan informasi;
(2) materi yang disajikan belum terdapat pada sumber-sumber
lain;
(3) materi yang disajikan telah disesuaikan dan direncanakan
dengan cara khusus sesuai dengan kemampuan kelompolj
yang akan menerimanya;
(4) materinya menarik atau dibuat menarik;
(5) setelah selesai ceramah diadakan cara lain untuk pengendapan yang diperolehnya agar tahan lama.
b. Metode ceramah tidak dipergunakan bila:
(1) tujuan instruksionalnya bukan hanya sekedai memberikan
informasi, tetapi ada tujuan lainnya misalnya membentuk
manusia kreatif, mencapai. tujuan kognitif yang lebih tinggi;
(2) ingatan yang tahan lama diperlukan;
(3) untuk mencapai tujuan pengajaran diperlukan partisipasi aktif dari siswa;
(4) kemampuan kelompok (siswa) rendah.
2. Ekspositori
Kita baru saja raembicarakan metode ceramah, seperti kita ketahui pada metode ceramah ini pusat pengajarnya terletak pada guru; guru yang banyak bicara menyampaikan materi pelajaran (informasi), sedangkan pekerjaan murid pada umumnya mencatat dan sebagian kecil bertanya.
Metode lain yang akan dibahas di sini ialah metode ekspositori. Sering metode ekspositori ini disamakan dengan metode ceramah atau kuliah karena sama-sama sifatnya memberikan informasi; pengajaran berpusatkan kepada guru. Di sini saya bedakan metode ekspositori dari metode ceramah mengingat dominasi guru pada metode ekspositori ini banyak dikurangi. Guru tidak terus bicara, ECakah siswa atau mahasiswa itu mengerti atau tidak, tetapi guru memberikan informasi hanya pada saat-saat atau bagian-bagian yangdiperlukan; misalnya pada permulaan pengajaran, pada topik yang baru, pada waktu memberikan contoh-contoh soal dan seba-gainya. Karena itu dilihat dari terpusatnya kepada guru, metode lebih murni dari metode ekspositori.
Pada metode ini, setelah guru beberapa saat memberikan informasi (ceramah) guru mulai dengan menerangkan suatu konsep mendemonstrasikan keterampilannya mengenai pola / aturan / dalil tentang konsep itu, siswa bertanya, guru memeriksa (mengecek) apakah siswa sudah mengerti atau belum. Kegiatan selanjutnya ialah guru memberikan contoh-contoh soal aplikasi konsep selanjutnya merninta murid untuk menyelesaikan soal-soal di papan tulis atau di mejanya. Siswa mungkin bekerja individual atau bekerja sama dengan teman yang duduk di sampingnya, dan sedikit ada tanya jawab. Dan kegiatan terakhir ialah siswa menca-ut materi yang telah diterangkan yang mungkin dilengkapi de¬ngan soal-soal pekerjaan rumah.
Jadi metode ekspositori ini sama dengan cara mengajar yang biasa (tradisional) kita pakai pada pengajaran matematika.
Dalam buku "Teaching and Learning Mathematics" oleh F.H. Bell, Wm. C. Brown Co Pub. USA, 1978, menurut beberapa penelitian dan keyakinan ahli teori belajar-mengajar cara ekspositori ini merupakan cara mengajar yang paling efektif dan efisien. Mi-wlnya David P. Ausube! berpendapat bahwa metode ekspositori vang baik adalah cara mengajar yang paling efektif dan efisien dalam menanamkan belajar bennakna (meaningful) (halaman 130 - 132). SMSG melalui penelitian sendiri dan ulasannya ter-hadap peneiitian lain mengatakan bahwa tidak ada metode yang bukan metode ekspositori menunjukkan lebih efektif, kecuali metode ekspositori (buku yang sama halaman 203). Jadi bila me¬tode ekspositori ini dipergunakan sebagaimana mestinya dan se-suai dengan situasi dan kondisinya maka akan menjadi metode yang paling efektif. Ini tidak berarti bahwa metode itu bila diper¬gunakan untuk semua topik matematika, untuk semua kelas dan dalam situasi dan kondisi apapun, akan menjadi metode terbaik.
Sebelum kita pindah membahas metode Iain kita perdalam sediktt pendapat David P. Ausubel yang ada kaitannya dengan metode ekspositori ini.
Pada tahun lima puluhan banyak pendidik matematika berpendapat bahwa metode ekspositori (ceramah) itu hanya menyebabkan siswa belajar menghafal yang tidak banyak makna (tanpa banyak mengerti). Karena pengajaran matematika (modern) meng utamakan antara lain kepada pengertian daripada kepada caranvil menyelesaikan soal, maka pada tahun enampuiuhan metode itu diganti sebagian oleh metode baru misalnya dengar. laboratorium i penemuan, dan permainan.
Tetapi D.P. Ausubel percaya bahwa cara ekspositori (ceramah) itu tidak sejelek seperti yang dituduhkan orang. Malahan sebaliknya ia percaya bahwa cara ceramah itu merupakan cara mengajar yang paling efektif dan efisien yang dapat menyebabkan siswa belajar secara bermakna. Sebaiknya. metode baru se¬perti laboratorium, penemuan, permainan dan semacamnya itu : dapat menyebabkan pengajaran tidak efektif, tidak efisien, dan bila tidak hati-hati dapat ngawur. Karena itu ia berperdapat cara-cara ini supaya jarang dipakai. Meskipun demikian ia menyetujui pengajaran yang menggunakan metode: pemecahan masalah, inkuiri, dan metode belajar yang dapat menumbuhkan berfikir kreatif dan kritis; mengajarkan materi yang berguna bagi menghadapi kehidupan, peningkatan kebudayaan dan keterampilan dasar pada umumnya.
Ausubel membedakan:
(a) belajar menerima (reception learning), materi yang disajikan
kepada siswa ada dalam bentuk akhir; d/n
(b) belajar menemukan (discovery learning): pola, dalil atau
aturan harus ditemukan siswa.
Juga ia membedakan antara:
(a) belajar menghafal (rote learning), dan
(b) belajar dengan bermakna (meaningful learning): disini yang
diutamakan prosesnya, hasilnya nomor dua.
Belajar menerima maupun menemukan sama-sama dapat berupa belajar menghafal atau bermakna. Misalnya dalam mem-pelajari konsep dalil Pythagoras tentang segitiga siku-siku, mung-kin bentuk terakhir c2 = b2 + a2 sudah disajikan (belajar mene¬rima), tetapi siswa memahami rumus itu selalu dikaitkan dengan sisi-sisi sebuah segitiga siku-siku ; jadi ia belajar secara bermakna. Siswa lain memahami rumusc2 = b2 + a2 dari pencarian (belajar menemukan), tetapi bila kemudian ia menghafalkan c2 = a2 + b2 tanpa dikaitkan dengan sisi-sisi sebuah segitiga siku-siku, maka jadinya ia belajar menghafal.
Contoh lain misalnya sebagai berikut :
Seorang siswa belajar menerima (reception learning) bahwa , tetapi kemudian ia tidak menghafalkan mentah-mentah rumus itu melainkan berfikir : itu sama dengan kemudian mengubahnya menjadi ; jadi ia belajar secara bermakna. Siswa lain yang belajar menemukan bahwa dan kemudian menghafalkannya, akhirnya ia belajar menghafal (rote learning).
Ini tidak berarti bahwa metode ekspositori ini merupakan iatu-satunya metode baik, banyak metode lain yang baik. Setiap metode mengajar akan menjadi metode mengajar yang Iebih baik bila ditepatgunakan. Seperti dikatakan oleh Mc. Keachie bahwa dibandingkan dengan metode diskusi, metode ceramah (eksposi¬tori) ini memiliki kelemahan; metode diskusi Iebih baik dalam hal menumbuhkan sifat positif terhadap materi yang diajarkan {"School Learning" halaman 462, oleh Ausubel dan Robinson, Holt Rinehart & Winston, London 1973).
3. Demonstrasi
Metode demonstrasi masih satu keluarga dengan metode ekspontori yaitu metode yang berpusatkan pada guru atau didominasi guru. Hanya bedanya dengan metode ekspositori metode demonstrasi ini Iebih banyak melibatkan siswa.
Selain daripada iebih dapat melibatkan siswa metode ini mengandung unsur penonjolan kebolehan pengajar. misalnya mendemonstrasikan membuktikan dalil, mencari rumus, dan memecahkan soa! ceritera.
Pada institusi pendidikan guru seperti IKIP dan SPG metode ini Iebih banyak dipergunakan daripada di institusi pendidikan bukan guru, sebab pada institusi pendidikan guru bukan saja guru (dosen) harus mampu mendemonstrasikan bagaimana cara mengajar, bertanya, menjawab pertanyaan, memimpin diskusi, menulis di papan tulis, membuat persiapan mengaja: mengguna-kan kalkulator, menggunakan alat peraga dan Iain-Iain. Siswanya pun (calon guru) harus dapat berbuat demikian, sebab dikemudian hari mereka akan menjadi guru. Pada saat guru memberikan demonstrasi calon guru dapat mengajukan pertanyaan lang-sung. Kemudian ia dapat mencoba sendiri menini demonstrasi yang telah dicontohkan oleh gurunya, misalnya dengan simulasi, (bermain pura-pura), mengajar teman (peer teaching), bermain peran (role playing), dan praktek mengajar. Dengac mencoba sendiri ia akan memperoleh banyak pengalaman.
Seorang guru atau calon guru dalam mendemonstrasikan sesuatu itu, misalnya bagaimana sebaiknya berdiri di depan kelas, dalam persiapannya ia harus berbuat seperti kalau ia akan meng¬ajar. Selain harus memilih strategi beiajar-mengajar.
(1) merumuskan TIK;
(2) membuat alat evaluasi;
(3) memiliii topik;
(4) memilih alat peraga / pengajaran;
(5) menentukan waktu (lamanya);
(6) melakukan langkah-langkah mengajar;
(7) melakukan evaluasinya.
Kegiatan yang penting kita lakukan setelah selesainya suatu demonstrasi ialah diskusi tentang demonstrasi yang bam saja dila¬kukan, baik yang telah dilakukan guru maupun oleh calon guru.
Pada waktu mengomentari hasil demonstrasi seseorang ka-dang-kadang terjadi perbedaan pendapat. Menurut pengamat tertentu ia melakukan tindakan atau mengucapkan sesuatu yang keliru, sedangkan menurut yang berkepentingan tidak. Karena itu alangkah baiknya kalau dalam kegiatan semacam itu dibuat rekamannya (rekaman suara dan gambar). Alat rekaman ini selain menjadi alat pelerai. Juga dapat dipergunakan oleh calon guru untuk peningkatan kemampuannya.


C. Strategi Pembelajaran Pendekatan Masalah
1. Metode Pembelajaran Pemecahan Masalah ( Problem Based Learning)
Belajar Berdasarkan Masalah atau Problem Based Learning adalah Suatu proses pembelajaran yang diawali dari masalah-masalah yang ditemukan dalam suatu lingkungan pekerjaan.Problem Based Learning (PBL) adalah lingkungan belajar yang di dalamnya menggunakan masalah untuk belajar. Yaitu, sebelum pebelajar mempelajari suatu hal, mereka diharuskan mengidentifikasi suatu masalah, baik yang dihadapi secara nyata maupun telaah kasus. Masalah diajukan sedemikian rupa sehingga para pebelajar menemukan kebutuhan belajar yang diperlukan agar mereka dapat memecahkan masalah tersebut.
Bahan pembelajaran ini akan memandu para pengguna/pebelajar mulai dari memahami konsep PBL, langkah -langkah PBL, sampai menerapkan metode PBL dalam team work di tempat kerja.Penerapan metode PBL merupakan suatu bentuk implementasi team learning dan personal mastery menuju suatu organisasi pembelajar.
2. Metode Pembelajaran Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL)
Sampai saat ini, pendidikan di Indonesia masih didominasi oleh kelas yang berfokus pada guru sebagai utama pengetahuan, sehingga ceramah akan menjadi pilihan utama dalam menentukan strategi belajar. Sehingga sering mengabaikan pengetahuan awal siswa.Untuk itu diperlukan suatau pendekatan belajar yang memberdayakan siswa. Salah satu pendekatan yang memberdayakan siswa dalah pendekatan kontekstual (CTL).
CTL dikembangkan oleh The Washington State Concortium for Contextual Teaching and Learning, yang melibatkan 11 perguruan tinggi, 20 sekolah dan lembaga-lembaga yang bergerak dalam dunai pendidikan di Amerika Serikat. Salah satu kegiatannya adalah melatih dan memberi kesempatan kepada guru-guru dari enam propinsi di Indonesia untuk belajar pendekatan kontekstual di Amerika Serikat, melalui Direktorat SLTP Depdiknas
Pendekatan Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (US Departement of Education, 2001). Dalam konteks ini siswa perlu mengerti apa makna belajar, manfaatnya, dalam status apa mereka dan bagaimana mencapainya. Dengan ini siswa akan menhadari bahwa apa yang mereka pelajari berguna sebagai hidupnya nanti. Sehingga, akan membuat mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal yang bermanfaat untuk hidupnya nanti dan siswa akan berusaha untuk meggapinya.
Tugas guru dalam pembelajaran kontekstual adalah membantu siswa dalam mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih berurusan dengan trategi daripada memberi informasi. Guru hanya megelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan suatu yang baru bagi siswa. Proses belajar mengajar lebih diwarnai Student centered daripada teacher centered. Menurut Depdiknas guru harus melaksanakan beberapa hal sebagai berikut:
1) Mengkaji konsep atau teori yang akan dipelajari oleh siswa
2) Memahami latar belakang dan pengalaman hidup siswa melalui proses pengkajian secara seksama
3) Mempelajari lingkungan sekolah dan tempat tinggal siswa yang selanjutnya memilih dan mengkaiykan dengan konsep atau teori yang akan dibahas dalam pembelajaran kontekstual
4) Merancang pengajaran dengan mengkaitkan konsep atau teori yang dipelajari dengan mempertimbangkan pengalaman yang dimiliki siswa dan lingkungan hidup mereka
5) Melaksanakan penilaian terhadap pemahaman siswa, dimana hasilnya nanti dijadikan bahan refeksi terhadap rencana pemebelajaran dan pelaksanaannya.
Dalam pengajaran kontekstual memungkinkan terjadinya lima bentuk belajar yang penting, yaitu mengaitkan (relating), mengalami (experiencing), menerapkan (applying), bekerjasama (cooperating) dan mentransfer (transferring).
a. Mengaitkan adalah strategi yang paling hebat dan merupakan inti konstruktivisme. Guru menggunakan strategi ini ketia ia mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu yang sudah dikenal siswa. Jadi dengan demikian, mengaitkan apa yang sudah diketahui siswa dengan informasi baru.
b. Mengalami merupakan inti belajar kontekstual dimana mengaitkan berarti menghubungkan informasi baru dengan pengelaman maupun pengetahui sebelumnya. Belajar dapat terjadi lebih cepat ketika siswa dapat memanipulasi peralatan dan bahan serta melakukan bentuk-bentuk penelitian yang aktif.
c. Menerapkan. Siswa menerapkan suatu konsep ketika ia malakukan kegiatan pemecahan masalah. Guru dapet memotivasi siswa dengan memberikam latihan yang realistic dan relevan.
d. Kerjasama. Siswa yang bekerja secara individu sering tidak membantu kemajuan yang signifikan. Sebaliknya, siswa yang bekerja secara kelompok sering dapat mengatasi masalah yang komplek dengan sedikit bantuan. Pengalaman kerjasama tidak hanya membanti siswa mempelajari bahan ajar, tetapi konsisten dengan dunia nyata.
e. Mentransfer. Peran guru membuat bermacam-macam pengelaman belajar dengan focus pada pemahaman bukan hafalan.
Menurut Blanchard, ciri-ciri kontekstual :
1) Menekankan pada pentingnya pemecahan masalah.
2) Kegiatan belajar dilakukan dalam berbagai konteks
3) Kegiatan belajar dipantau dan diarahkan agar siswa dapat belajar mandiri
4) Mendorong siswa untuk belajar dengan temannya dalam kelompok atau secara mandiri
5) Pelajaran menekankan pada konteks kehidupan siswa yang berbeda-beda.
6) Menggunakan penilaian otentik
Menurut Depdiknas untuk penerapannya, pendekatan kontektual (CTL) memiliki tujuan komponen utama, yaitu konstruktivisme (constructivism), menemukan (Inquiry), bertanya (Questioning), masyarakat-belajar (Learning Community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian yang sebenarnya (Authentic). Adapaun tujuh komponen tersebut sebagai berikut:
a. Konstruktivisme (constructivism)
Kontruktivisme merupakan landasan berpikir CTL, yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, mengingat pengetahuan tetapi merupakan suatu proses belajar mengajar dimana siswa sendiri aktif secara mental mebangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur pengetahuanyang dimilikinya.
b. Menemukan (Inquiry)
Menemukan merupakan bagaian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual Karena pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri. Kegiatan menemukan (inquiry) merupakan sebuah siklus yang terdiri dari observasi (observation), bertanya (questioning), mengajukan dugaan (hiphotesis), pengumpulan data (data gathering), penyimpulan (conclusion).
c. Bertanya (Questioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu dimulai dari bertanya. Bertanya merupakan strategi utama pembelajaan berbasis kontekstual. Kegiatan bertanya berguna untuk :
 menggali informasi
 menggali pemahaman siswa
 membangkitkan respon kepada siswa
 mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa
 mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa
 memfokuskan perhatian pada sesuatu yang dikehendaki guru
 membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa, untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa.
d. Masyarakat Belajar (Learning Community)
Konsep masyarakat belajar menyarankan hasil pembelajaran diperoleh dari hasil kerjasama dari orang lain. Hasil belajar diperolah dari ‘sharing’ antar teman, antar kelompok, dan antar yang tau ke yang belum tau. Masyarakat belajar tejadi apabila ada komunikasi dua arah, dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar.
e. Pemodelan (Modeling)
Pemodelan pada dasarnya membahasakan yang dipikirkan, mendemonstrasi bagaimana guru menginginkan siswanya untuk belajar dan malakukan apa yang guru inginkan agar siswanya melakukan. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan ,elibatkan siswa dan juga mendatangkan dari luar.
f. Refleksi (Reflection)
Refleksi merupakan cara berpikir atau respon tentang apa yang baru dipelajari aau berpikir kebelakang tentang apa yang sudah dilakukan dimasa lalu. Realisasinya dalam pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi yang berupa pernyataan langsung tentang apa yang diperoleh hari itu.
g. Penilaian yang sebenarnya ( Authentic Assessment)
Penialaian adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberi gambaran mengenai perkembangan belajar siswa. Dalam pembelajaran berbasis CTL, gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami pembelajaran yang benar. Fokus penilaian adalah pada penyelesaian tugas yang relevan dan kontekstual serta penilaian dilakukan terhadap proses maupun hasil.
Penerapan CTL dalam pembelajaran
1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan baru.
2. Lakukan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.
3. Kembangkan sifat keingin tahuan siswa dengan cara bertanya.
4. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok).
5. Hadirkan model sebagai contoh dalam pembelajaran.
6. Lakukan refleksi pada akhir pertemuan.
7. Lakukan penilaian otentik yang betul-betul menunjukkan kemampuan siswa.
3. Model Pembelajaran Terpadu
Beberapa pengertian dari pembelajaran terpadu yang dikemukakan oleh beberapa orang pakar pembelajaran terpadu diantaranya :
1) Menurut Cohen dan Manion (1992) dan Brand (1991), terdapat tiga kemungkinan variasi pembelajaran terpadu yang berkenaan dengan pendidikan yang dilaksanakan dalam suasana pendidikan progresif yaitu kurikulum terpadu (integrated curriculum), hari terpadu (integrated day), dan pembelajaran terpadu (integrated learning). Kurikulum terpadu adalah kegiatan menata keterpaduan berbagai materi mata pelajaran melalui suatu tema lintas bidang membentuk suatu keseluruhan yang bermakna sehingga batas antara berbagai bidang studi tidaklah ketat atau boleh dikatakan tidak ada. Hari terpadu berupa perancangan kegiatan siswa dari sesuatu kelas pada hari tertentu untuk mempelajari atau mengerjakan berbagai kegiatan sesuai dengan minat mereka. Sementara itu, pembelajaran terpadu menunjuk pada kegiatan belajar yang terorganisasikan secara lebih terstruktur yang bertolak pada tema-tema tertentu atau pelajaran tertentu sebagai titik pusatnya (center core / center of interest)m
2) Menurut Prabowo (2000 : 2), pembelajaran terpadu adalah suatu proses pembelajaran dengan melibatkan / mengkaitkan berbagai bidang studi. Dan ada dua pengertian yang perlu dikemukakan untuk menghilangkan kerancuan dari pengertian pembelajaran terpadu di atas, yaitu konsep pembelajaran terpadu dan IPA terpadu. Menurut Prabowo (2000:2), pembelajaran terpadu merupakan pendekatan belajar mengajar yang melibatkan beberapa bidang studi. Pendekatan belajar mengajar seperti ini diharapkan akan dapat memberikan pengalaman yang bermakna kepada anak didik kita. Arti bermakna disini dikarenakan dalam pembelajaran terpadu diharapkan anak akan memperoleh pemahaman terhadap konsep-konsep yang mereka pelajari dengan melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang sudah mereka pahami. Pembelajaran terpadu merupakan pendekatan belajar mengajar yang memperhatikan dan menyesuaikan dengan tingkat perkembangan anak didik (Developmentally Appropriate Practical). Pendekatan yang berangkat dari teori pembelajaran yang menolak drill-system sebagai dasar pembentukan pengetahuan dan struktur intelektual anak.
Langkah awal dalam melaksanakan pembelajaran terpadu adalah pemilihan/ pengembangan topik atau tema. Dalam langkah awal ini guru mengajak anak didiknya untuk bersama-sama memilih dan mengembangkan topik atau tema tersebut. Dengan demikian anak didik terlibat aktif dalam proses pembelajaran dan pembuatan keputusan. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan terpadu ini diharapkan akan dapat memperbaiki kualitas pendidikan dasar, terutama untuk mencegah gejala penjejalan kurikulum dalam proses pembelajaran di sekolah. Dampak negatif dari penjejalan kurikulum akan berakibat buruk terhadap perkembangan anak. Hal tersebut terlihat dengan dituntutnya anak untuk mengerjakan berbagai tugas yang melebihi kapasitas dan kebutuhan mereka. Mereka kurang mendapat kesempatan untuk belajar, untuk membaca dan sebagainya. Disamping itu mereka akan kehilangan pengalaman pembelajaran alamiah langsung, pengalaman sensorik dari dunia mereka yang akan membentuk dasar kemampuan pembelajaran abstrak (Prabowo, 2000:3). Pembelajaran terpadu sebagai suatu proses mempunyai beberapa ciri yaitu : berpusat pada anak (student centered), proses pembelajaran mengutamakan pemberian pengalaman langsung, serta pemisahan antar bidang studi tidak terlihat jelas. Di samping itu pembelajaran terpadu menyajikan konsep dari berbagai bidang studi dalam satu proses pembelajaran. Kecuali mempunyai sifat luwes, pembelajaran terpadu juga memberikan hasil yang dapat berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan anak.
Pembelajaran terpadu memiliki kelebihan (Depdikbud, 1996) sebagai berikut :
1. Pengalaman dan kegiatan belajar anak relevan dengan tingkat perkembangannya
2. Kegiatan yang dipilih sesuai dengan minat dan kebutuhan anak
3. Kegiatan belajar bermakna bagi anak, sehingga hasilnya dapat bertahan lama
4. Keterampilan berpikir anak berkembang dalam proses pembelajaran terpadu
5. Kegiatan belajar mengajar bersifat pragmatis sesuai dengan lingkungan anak
Keterampilan sosial anak berkembang dalam proses pembelajaran terpadu. Keterampilan sosial ini antara lain adalah : kerja sama, komunikasi, dan mau mendengarkan pendapat orang lain.
Adapun model-model pembelajaran terpadu sebagaimana yang dikemukakan oleh Fogarty, R (1991 : 61– 65) yaitu sebanyak sepuluh model pembelajaran terpadu. Kesepuluh model pembelajaran terpadu tersebut adalah :
1. the fragmented model ( Model Fragmen )
2. the connected model ( Model Terhubung )
3. the nested model ( Model Tersarang )
4. the sequenced model ( Model Terurut )
5. the shared model ( Model Terbagi )
6. the webbed model ( Model Jaring Laba-Laba )
7. the threaded model ( Model Pasang Benang )
8. the integrated model ( Model Integrasi )
9. the immersed model ( Model Terbenam ), dan
10. the networked model ( Model Jaringan )
Dari 10 model pembelajaran terpadu di atas, hanya 3 model yang akan dibahas disini, yaitu the connected model, the webbed model, dan the integrated model.
a. Model Terhubung (The Connected Model)

Model terhubung (the connected model), karena model terhubung ini penekanannya terletak pada perlu adanya integrasi inter bidang studi itu sendiri. Selain itu, Model terhubung ini juga secara nyata menghubungkan satu konsep dengan konsep lain, satu topik dengan topik lain, satu keterampilan dengan keterampilan lain, tugas yang dilakukan dalam satu hari dengan tugas yang dilakukan pada hari berikutnya, serta ide-ide yang dipelajari pada satu semester dengan semester berikutnya. Pemanfaatan penerapan model terhubung (connected) ini sangat relevan dengan konsep Cahaya (dalam fisika) dan konsep Sistem Indera pada manusia (dalam biologi), agar dapat terwujud pemampatan/ pengurangan waktu dalam pembelajaran pada konsep-konsep tersebut (Reduce Instructional Time). Hal ini terkait dengan upaya menghindari terjadinya penjejalan kurikulum dalam proses pembelajaran, sebagai akibat dari mengejar target kurikulum.

Langkah-langkah yang ditempuh dalam model pembelajaran keterhubungan sebagai berikut :
a) Guru menentukan tema-tema yang dipilih dari silabus,
b) Guru mencari tema yang hampir sama/relevan dengan tema-tema yang lain,
c) Tema-tema tersebut diorganisasikan pada tema induk,
d) Guru menjelaskan materi yang terdiri dari beberapa tema di atas,
e) Guru mengadakan tanya jawab tentang materi yang diajarkan,
f) Dengan bimbingan guru siswa membentuk kelompok kecil,
g) Dengan bimbingan guru pula siswa diminta untuk mengerjakan pertanyaan yang telah disiapkan dan mengerjakan tugas kelompok dari guru,
h) Guru memberikan kesimpulan, penegasan, evaluasi secara tertulis dan sebagai tindak lanjut guru menugaskan pada siswa untuk menyusun portofolio dan dikumpulkan minggu depan.
Beberapa kelebihan dari model terhubung (connected) adalah sebagai berikut :

a. Dampak positif dari mengaitkan ide-ide dalam satu bidang studi adalah siswa memperoleh gambaran yang luas sebagaimana suatu bidang studi yang terfokus pada suatu aspek tertentu.
b. Siswa dapat mengembangkan konsep-konsep kunci secara terus menerus, sehingga terjadilah proses internalisasi.
c. Menghubungkan ide-ide dalam suatu bidang studi sangat memungkinkan bagi siswa untuk mengkaji, mengkonseptualisasi, memperbaiki, serta mengasimilasi ide-ide secara terus menerus sehingga memudahkan untuk terjadinya proses transfer ide-ide dalam memecahkan masalah.
Di samping mempunyai kelebihan, model terhubung ini juga mempunyai kekurangan, yaitu sebagai berikut :

a) Masih kelihatan terpisahnya antar bidang studi,
b) Tidak mendorong guru untuk bekerja secara tim, sehingga isi dari pelajaran tetap saja terfokus tanpa merentangkan konsep-konsep serta ide-ide antar bidang studi, dan
c) dalam memadukan ide-ide dalam satu bidang studi, maka usaha untuk mengembangkan keterhubungan antar bidang studi menjadi terabaikan.
b. Model Jaring Laba-Laba (The Webbed Model)

The Webbed Model (Model Jaring Laba-Laba) yaitu model yang menggunakan pendekatan tematik sebagai pusat pembelajaran yang dijabarkan dalam berbagai kegiatan dan/atau bidang pengembangan.

Ciri pendidikan berkualitas, adalah bukan hanya mengetahui sesuatu, melainkan dapat melakukan sesuatu yang fundamental untuk kehidupan. Pendidikan harus dapat memberikan bekal pengalaman kesadaran siswa untuk menjalankan kehidupan di masyarakat. Oleh karena itu proses pembelajaran yang bermakna menjadi hal yang penting dalam menentukan tercapainya pendidikan yang berkualitas. Sementara dari hasil pengamatan kenyataan dilapangan, kualitas pembelajaran di sekolah khususnya pembelajaran di SD sangat rendah, proses pembelajaran masih didominasi oleh guru. Kenyataan tersebut apabila dibiarkan akan berdampak terhadap mutu lulusan sekolah kita dimasa mendatang untuk mampu menghadapi tantangan global yang ditandai dengan berbagai tantangan.

Persepsi guru dan siswa dalam menerapkan pembelajaran terpadu model webbed atau jaring laba-laba dalam proses mengubah pola belajar siswa yang selama ini dijadikan sebagai objek dalam belajar menjadi subjek, terutama telah mampu mengembangkan kemampuan siswa dalam aspek kerja sama, toleransi, tenggang rasa, saling menghargai, berani berpendapat dan mampu mengembangkan nilai-nilai demokrasi. Sedang dalam hasil belajar telah dapat berhasil meningkatkan akademik siswa. Dan yang tak kalah pentingnya adalah telah dapat mengungkapkan respon siswa dan guru terhadap model pembelajran terpadu model webbed atau jaring laba-laba sangat positif, sehingga mereka labih bergairah dan antusias dalam belajar. Untuk itu perlu merekomendasikan pemanfaatan model pembelajaran terpadu model webbed atau jaring laba-laba sebagai altenatif pilihan model pembelajaran dalam proses belajar di Sekolah Dasar.
Langkah-langkah yang ditempuh dalam model pembelajaran jaring laba-laba, yaitu sebagai berikut:
a) Guru menyiapkan tema utama dari beberapa standar kompetensi lintas mata pelajaran/bidang Studi,
b) Guru menyiapkan tema-tema yang telah terpilih supaya tidak over lapping,
c) Guru menjelaskan tema-tema yang terkait sehingga materinya lebih luas,
d) Guru memilih konsep atau informasi yang bisa mendorong belajar siswa dengan pertimbangan lain yang memang sesuai dengan prinsip-prinsip pembelajaran terpadu.

Sebagai sebuah model, model jaring laba-laba mempunyai beberapa kelebihan dan keterbatasan. Kelebihan model jaring laba-laba adalah sebagai berikut:
a. adanya kekuatan motivasi internal yang berasal dari proses penentuan tema yang diminati anak,
b. relatif mudah digunakan,
c. mempermudah perencanaan kerja tim guru,
d. memberikan kejelasan payung melalui pendekatan tematik, dan
e. memudahkan anak untuk melihat berbagai kegiatan atau gagasan yang berbeda, tetapi saling terkait dalam satu tema.
Sedangkan keterbatasan model jaring laba-laba adalah:
a. cukup sulit dalam menentukan tema,
b. guru cenderung merumuskan tema secara dangkal,
c. guru tetap dituntut memenuhi misi kurikulum baku, dan
d. sering kali guru lebih memperhatikan kegiatan pembelajaran dari pada pengembangan konsep.

c. Model Integrasi/Model Thematic (The Integrated Model)

Model integrated yaitu pembelajaran yang mengintegrasikan beberapa tema yang serumpun pada mata pelajaran.
Pada pembelajaran tematis, tema berfungsi sebagai sarana untuk mengenalkan berbagai konsep pada anak dengan tujuan menyatukan isi kurikulum dan memperkaya perbendaharaan kata anak. Tema juga berisi bahan-bahan yang perlu dikembangkan lebih lanjut oleh guru. Kekuatan pembelajaran dengan pendekatan tema secara umum adalah pengalaman dan kegiatan belajar relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak, menyenangkan karena bertolak dari minat dan kebutuhan anak, hasil belajar akan bertahan lebih lama karena lebih berkesan dan bermakna, mengembangkan keterampilan berpikir melalui berbagai latihan pemecahan permasalahan yang dihadapi, serta menumbuhkan keterampilan sosial dalam bekerja sama, bertoleransi, berkomunikasi dan tanggap terhadap gagasan orang lain.
Langkah-langkah pembelajaran terpadu model integrated sebagai berikut:
a. guru menentukan salah satu tema dari mata-pelajaran yang akan dipadukan dengan tema-tema pada mata pelajaran lain,
b. guru mencari tema-tema dari mata-pelajaran lain yang memiliki makna yang sama,
c. guru memadukan tema-tema dari beberapa mata pelajaran yang dikemas menjadi satu tema besar,
d. guru menyusun RPP yang terdiri dari gabungan konsep-konsep beberapa mata-pelajaran,
e. guru menentukan alokasi waktu karena untuk pembelajaran ini biasanya memerlukan waktu lebih dari satu kali pertemuan.




BAB IV
PENUTUP



A. Kesimpulan
Metode mengajar adalah cara mengajar atau cara menyampaikan materi pelajaran kepada siswa untuk setiap pelajaran atau bidang studi. Metode mengajar itu bisa diterapkan untuk setiap pelajaran. Karena itu guru akan dapat memahaminya tanpa suatu keahlian khusus. Misalnya, menyampaikan materi pelajaran melalui ceramah, ekspositori, dan demonstrasi itu adalah cara-cara penyampaian materi yang berlaku secara umum. Untuk menguasainya tidak diperlukan keahlian khusus. Karena itu, ceramah dan sebagainya itu disebut metode mengajar.
Metode – metode mengajar yang akan diterapkan ialah : ceramah, ekspositori, latihan hafal (drill), latihan praktek (practice), tanya -jawab, demonstrasi, diskusi panel, “fish bowl”, seminar dan lain – lain), kegiatan lapangan, laboratorium, permainan, karyawisata, penemuan, inkuiri, pemecahan masalah, pemberian tugas, dan metode proyek. Selain itu akan ada metode mengajar lain yang tidak akan dibahas dalam buku ini karena penerapannya dalam pengajaran matematika lebih sukar misalnya sosiodrama, psikodrama, dan bermain peran. Jadi ketiga metode mengajar terakhir sukar untuk dijadikan tehnik mengajar dalam pengajaran matematika.
Dalam kenyataannya metode – metode itu tidak merupakan metode murni, maksudnya dapat berdiri sendiri tanpa keterlibatan metode lain, tapi saling melengkapi. Pada metode ekspositori ada penemuannya, pada metode penemuan ada ceramahnya, dan sebagainya.
Belajar Berdasarkan Masalah atau Problem Based Learning adalah Suatu proses pembelajaran yang diawali dari masalah-masalah yang ditemukan dalam suatu lingkungan pekerjaan.Problem Based Learning (PBL) adalah lingkungan belajar yang di dalamnya menggunakan masalah untuk belajar. Yaitu, sebelum pebelajar mempelajari suatu hal, mereka diharuskan mengidentifikasi suatu masalah, baik yang dihadapi secara nyata maupun telaah kasus.
Pendekatan Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat
Langkah awal dalam melaksanakan pembelajaran terpadu adalah pemilihan/ pengembangan topik atau tema. Dalam langkah awal ini guru mengajak anak didiknya untuk bersama-sama memilih dan mengembangkan topik atau tema tersebut. Dengan demikian anak didik terlibat aktif dalam proses pembelajaran dan pembuatan keputusan. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan terpadu ini diharapkan akan dapat memperbaiki kualitas pendidikan dasar, terutama untuk mencegah gejala penjejalan kurikulum dalam proses pembelajaran di sekolah.

B. Saran
1. Manusia menjadi jahat karena merasa cukup.
Pesan di atas diperingatkan di Al Qur’an surat (96) Al Alaq ayat 6-7.
Artinya : Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, Karena dia melihat dirinya serba cukup.
2. Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.( Al Maa'idah:8 )

Masa Hidupnya
1.Siapa Imam Maliki?
2. Siapa Abu Amir?
Kakeknya Imam Maliki, Abu Amir, adalah anggota keluarga pertama yang memeluk agama Islam pada tahun 2 H. Saat itu, Madinah adalah kota ‘ilmu’ yang sangat terkenal. Kakek dan ayahnya termasuk kelompok ulama hadits terpandang di Madinah. Karenanya, sejak kecil Imam Malik tak berniat meninggalkan Madinah untuk mencari ilmu. Ia merasa Madinah adalah kota dengan sumber ilmu yang berlimpah lewat kehadiran ulama-ulama besarnya.
3. Dalam mencari ilmu Imam Malik rela mengorbankan apa saja.
Kendati demikian, dalam mencari ilmu Imam Malik rela mengorbankan apa saja. Menurut satu riwayat, sang imam sampai harus menjual tiang rumahnya hanya untuk membayar biaya pendidikannya. Menurutnya, tak layak seorang yang mencapai derajat intelektual tertinggi sebelum berhasil mengatasi kemiskinan. Kemiskinan, katanya, adalah ujian hakiki seorang manusia.
4. Imam maliki pernah berguru pada ulama terkenal, diantaranya?
Karena keluarganya ulama ahli hadits, maka Imam Malik pun menekuni pelajaran hadits kepada ayah dan paman-pamannya. Kendati demikian, ia pernah berguru pada ulama-ulama terkenal seperti Nafi’ bin Abi Nuaim, Ibnu Syihab az Zuhri, Abul Zinad, Hasyim bin Urwa, Yahya bin Said al Anshari, dan Muhammad bin Munkadir. Gurunya yang lain adalah Abdurrahman bin Hurmuz, tabi’in ahli hadits, fikih, fatwa dan ilmu berdebat; juga Imam Jafar Shadiq dan Rabi Rayi.
5. Dan siapa saja ulama ternama yang pernah menimba ilmu sebagai muridnya?
Empat khalifah, mulai dari Al Mansur, Al Mahdi, Hadi Harun, dan Al Ma’mun, pernah jadi murid Imam Malik. Ulama besar, Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’i pun pernah menimba ilmu dari Imam Malik. Belum lagi ilmuwan dan para ahli lainnya. Menurut sebuah riwayat disebutkan murid terkenal Imam Malik mencapai 1.300 orang.
6. Dengan ketakunananya dan kecerdasanya beliau, ia tumbuh sebagai ulama yang terkemuka, terutama dalam bidang hadist dan fiqh. Hal ini dapat dilihat dari perkataan Al – Dahami.
“Malik adalah orang yang paling dalam bidang hadist di Madinah, yang paling mengetahui keputusan-keputusan Umar, yang paling mengerti pendapat-pendapat Abdullah bin Umar, Aisyah ra, dan sahabat-sahabat mereka, atas dasar itulah mereka memberi fatwa. Apabila diajukan kepada suatu masalah, dia menjelaskan dan memberi fatwa.”
7. Bagaimana ciri pengajaran Imam Maliki?

Ciri pengajaran Imam Malik adalah disiplin, ketentraman, dan rasa hormat murid kepada gurunya. Prinsip ini dijunjung tinggi olehnya sehingga tak segan-segan ia menegur keras murid-muridnya yang melanggar prinsip tersebut. Pernah suatu kali Khalifah Mansur membahas sebuah hadits dengan nada agak keras. Sang imam marah dan berkata, ”Jangan melengking bila sedang membahas hadits Nabi.

8. Sejauh mana ketegasan sikap Imam Maliki?
Ketegasan sikap Imam Malik bukan sekali saja. Berulangkali, manakala dihadapkan pada keinginan penguasa yang tak sejalan dengan aqidah Islamiyah, Imam Malik menentang tanpa takut risiko yang dihadapinya. Salah satunya dengan Ja’far, gubernur Madinah. Suatu ketika, gubernur yang masih keponakan Khalifah Abbasiyah, Al Mansur, meminta seluruh penduduk Madinah melakukan bai’at (janji setia) kepada khalifah. Namun, Imam Malik yang saat itu baru berusia 25 tahun merasa tak mungkin penduduk Madinah melakukan bai’at kepada khalifah yang mereka tak sukai. Ia pun mengingatkan gubernur tentang tak berlakunya bai’at tanpa keikhlasan seperti tidak sahnya perceraian paksa. Ja’far meminta Imam Malik tak menyebarluaskan pandangannya tersebut, tapi ditolaknya.
9. Oleh siapa Imam Maliki dihukum dan apa sebabnya serta hukuman apa yang diterima beliau?
Gubernur Ja’far merasa terhina sekali dengan ketegasan Imam Maliki tentang penolakannya melakukan bai’at kepada khalifah. Ia pun memerintahkan pengawalnya menghukum dera Imam Malik sebanyak 70 kali. Dalam kondisi berlumuran darah, sang imam diarak keliling Madinah dengan untanya. Dengan hal itu, Ja’far seakan mengingatkan orang banyak, ulama yang mereka hormati tak dapat menghalangi kehendak sang penguasa.
10. Siapa yang menolong Imam Maliki
Namun, ternyata Khalifah Mansur tidak berkenan dengan kelakuan keponakannya itu. Mendengar kabar penyiksaan itu, khalifah segera mengirim utusan untuk menghukum keponakannya dan memerintahkan untuk meminta maaf kepada sang imam. Untuk menebus kesalahan itu, khalifah meminta Imam Malik bermukim di ibukota Baghdad dan menjadi salah seorang penasihatnya. Khalifah mengirimkan uang 3.000 dinar untuk keperluan perjalanan sang imam. Namun, undangan itu pun ditolaknya. Imam Malik lebih suka tidak meninggalkan kota Madinah. Hingga akhir hayatnya, ia tak pernah pergi keluar Madinah kecuali untuk berhaji.
11. Dipandang dari segi mana beliau jadi seorang ulama ternama?
Pengendalian diri dan kesabaran Imam Malik membuat ia ternama di seantero dunia Islam. Pernah semua orang panik lari ketika segerombolan Kharijis bersenjatakan pedang memasuki masjid Kuffah. Tetapi, Imam Malik yang sedang shalat tanpa cemas tidak beranjak dari tempatnya. Mencium tangan khalifah apabila menghadap di baliurang sudah menjadi adat kebiasaan, namun Imam Malik tidak pernah tunduk pada penghinaan seperti itu. Sebaliknya, ia sangat hormat pada para cendekiawan, sehingga pernah ia menawarkan tempat duduknya sendiri kepada Imam Abu Hanifah yang mengunjunginya.

1.2. Metode Fikihnya
1. Darimana sumber Madzhab Maliki?
Al Muwatta’ adalah kitab fikih berdasarkan himpunan hadits-hadits pilihan. Santri mana yang tak kenal kitab yang satu ini. Ia menjadi rujukan penting, khususnya di kalangan pesantren dan ulama kontemporer. Karya terbesar Imam Malik ini dinilai memiliki banyak keistimewaan. Ia disusun berdasarkan klasifikasi fikih dengan memperinci kaidah fikih yang diambil dari hadits dan fatwa sahabat.
2. Dimasa kekhalifahan siapakah Al Muwatta lahir?
Menurut beberapa riwayat, sesungguhnya Al Muwatta’ tak akan lahir bila Imam Malik tidak ‘dipaksa’ Khalifah Mansur. Setelah penolakan untuk ke Baghdad, Khalifah Al Mansur meminta Imam Malik mengumpulkan hadits dan membukukannya. Awalnya, Imam Malik enggan melakukan itu. Namun, karena dipandang tak ada salahnya melakukan hal tersebut, akhirnya lahirlah Al Muwatta’. Ditulis di masa Al Mansur (754-775 M) dan baru selesai di masa Al Mahdi (775-785 M).
3. Apakah Al Muwatta’?
Dunia Islam mengakui Al Muwatta’ sebagai karya pilihan yang tak ada duanya. Menurut Syah Walilullah, kitab ini merupakan himpunan hadits paling shahih dan terpilih. Imam Malik memang menekankan betul terujinya para perawi. Semula, kitab ini memuat 10 ribu hadits. Namun, lewat penelitian ulang, Imam Malik hanya memasukkan 1.720 hadits. Kitab ini telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa dengan 16 edisi yang berlainan.
4. Selain Al Muwatta’ kitab apa yang disusun Imam Maliki?
Selain Al Muwatta’, Imam Malik juga menyusun kitab Al Mudawwanah al Kubra, yang berisi fatwa-fatwa dan jawaban Imam Malik atas berbagai persoalan.
Imam Malik tak hanya meninggalkan warisan buku. Ia juga mewariskan mazhab fikih di kalangan Islam Sunni, yang disebut sebagai Mazhab Maliki. Selain fatwa-fatwa Imam Malik dan Al Muwatta’, kitab-kitab seperti Al Mudawwanah al Kubra, Bidayatul Mujtahid wa Nihaayatul Muqtashid (karya Ibnu Rusyd), Matan ar Risalah fi al Fiqh al Maliki (karya Abu Muhammad Abdullah bin Zaid), Asl al Madarik Syarh Irsyad al Masalik fi Fiqh al Imam Malik (karya Shihabuddin al Baghdadi), dan Bulgah as Salik li Aqrab al Masalik (karya Syeikh Ahmad as Sawi), menjadi rujukan utama mazhab Maliki.
5. Darimana saja sumber hukum yang dikembangkan dalam Mazhab Maliki?
Di samping sangat konsisten memegang teguh hadits, mazhab ini juga dikenal amat mengedepankan aspek kemaslahatan dalam menetapkan hukum. Secara berurutan, sumber hukum yang dikembangkan dalam Mazhab Maliki adalah Al-Qur’an, Sunnah Rasulullah SAW, amalan sahabat, tradisi masyarakat Madinah (amal ahli al Madinah), qiyas (analogi), dan al maslahah al mursalah (kemaslahatan yang tidak didukung atau dilarang oleh dalil tertentu).
6. Negara mana saja yang secara resmi menganut Mazhab Maliki?
Mazhab Maliki pernah menjadi mazhab resmi di Mekah, Madinah, Irak, Mesir, Aljazair, Tunisia, Andalusia (kini Spanyol), Marokko, dan Sudan. Kecuali di tiga negara yang disebut terakhir, jumlah pengikut mazhab Maliki kini menyusut. Mayoritas penduduk Mekah dan Madinah saat ini mengikuti Mazhab Hanbali. Di Iran dan Mesir, jumlah pengikut Mazhab Maliki juga tidak banyak. Hanya Marokko saat ini satu-satunya negara yang secara resmi menganut Mazhab Maliki.













BAHAN BACAAN
http:civnet.org/civitas/mazhab maliki.htm.


Prof. Dr. Mahmud Syalthut, Ali As-Sayis (2000 M / 1420 H), Fiqih Tujuh Mazhab, CV PUSTAKA SETIA, Bandung
Terjemahan Dari Kitab Mukqoronatul Madzaahib Fil Fikhi.
BAB I
PENDAHULUAN

Dalam proses belajar mengajar paling tidak memerlukan Pelajar (siswa) dan Pengajar (guru), kedudukan mereka sama pentingnya. Sebagai seorang pengajar pasti mengharapkan agar para siswa memperoleh hasil belajar yang baik dan menjadi anak yang cerdas berkwalitas. Demikian juga sebagai pelajar pasti merindukan pengajar yang berbobot dan bermutu (cerdas dan berkwalitas).
Guru pada saat ini sering menjadi sorotan dari berbagai media massa,berkaitan dengan rendahnya mutu pendidikan,dan keberhasilan suatu sekolah. Ada sebagian masyarakat kita beranggapan keberhasilan suatu pendidikan sangat di tentukan oleh mutu guru itu sendiri.Sementara kita ketahui bersama keberhasilan atau kegagalan pendidikan banyak di pengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah metode mengajar guru.
Guru sangat terlibat dengan proses mengajar-belajar.I stilah proses mengajar – belajar ( PMB) lebih tepat daripada proses belajar mengajar ( PBM),alasanya karena dalam proses yang harus aktip duluan adalah guru lalu di ikuti aktivitas siswa (belajar ) bukan sebaliknya. Barlow seorang pakar psikologi pendidikan (1985) dan Good & Brophy (1990) hubungan timbul balik antar guru dan siswa di sebut teaching – learning process dan bukan learning-teaching process.
Dr. Howard Gardner mengatakan bahwa kecerdasan bukan hanya mencakup kemampuan menghitung dan menggunakan bahasa melainkan mencakup beberapa dimensi lain. Kecerdasan yang “holistic” ini hanya bisa dicapai jika guru memberikan hidupnya bukan hanya memberikan ilmunya kepada siswa-siswanya, baik didalam maupun diluar kelas.
Setelah lahirnya Undang-Undang Guru dan Dosen melalui UU Nomor 14 Tahun 2005, secara legal formal guru dan dosen menjadi profesi yang sangat diharapkan dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Kualitas pendidikan tentu bermuara pada kualifikasi sumber daya manusia, baik secara fisikal (kesehatan), psikologikal (mental), intelektual, afektif (sikap dan etik), termasuk spiritual (nilai-nilai religius).
Tugas-tugas profesional dari seorang guru yaitu meneruskan atau transmisi ilmu pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai lain yang sejenis yang belum diketahui anak dan seharusnya diketahui oleh anak. Untuk itu maka sangat perlu metode mengajar dalam proses belajar-mengajar










BAB II
PERMASALAHAN

1. Apakah metode mengajar itu?
2. Macam-macam metode mengajar dan Bagaimana perananya dalam pengajaran matematikaka?
• Metode Cermah
• Metode Ekspositori
• Metode Demonstrasi
3. Strategi Pembelajaran Pendekatan Masalah
• Metode Pembelajaran Pemecahan Masalah ( Problem Based Learning)
• Metode Pembelajaran Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL)
• Model Pembelajaran Terpadu








BAB III
PEMBAHASAN MAKALAH

METODE MENGAJAR
A. Pengertian Metode Mangajar
Metode mengajar adalah cara mengajar atau cara menyampaikan materi pelajaran kepada siswa untuk setiap pelajaran atau bidang studi. Metode mengajar itu bisa diterapkan untuk setiap pelajaran. Karena itu guru akan dapat memahaminya tanpa suatu keahlian khusus. Misalnya, menyampaikan materi pelajaran melalui ceramah, ekspositori, dan demonstrasi itu adalah cara-cara penyampaian materi yang berlaku secara umum. Untuk menguasainya tidak diperlukan keahlian khusus. Karena itu, ceramah dan sebagainya itu disebut metode mengajar.
Tekhnik mengajarialah cara mengajar yang memerlukan keahlian khusus dan atau bakat.untuk mampu menerapkan teknik SAS seseorang harus menguasai bahasa atau berbakat dalam bahasa. Untuk sampai kepada penemuan dalil Pytagoras tentang segitiga siku-siku, seorang guru harus memiliki pengetahuan atau bakat dalam matematika sehingga teknik penemuan yang ia pergunakan itu dapat terlaksana dengan baik. Seorang guru yang melakukan tehnik inkuiri dalam pemahaman sifat air harus mempunyai bakat atau menguasai IPA. Dari uraian itu nampak bahwa nama suatu metode mengajar itu dapat menjadi nama suatu tehnik mangajar bila diterapkan daalm mata pelajaran yang memerlukan keahlian khusus atau bakat.
Apakah menerangkan perkalian dengan cara - cara : penjumlahan berulang, jajaran, garis bilangan, gabungan himpunan ekivalen yang lepas, batang Cuisinaire, dan pasangan bilangan itu disebut tehnik – tehnik mengajar? Ya, betul. Sebab kita akan mampu melaksanakannya bila kita menguasai matematika (tentang itu).
Pemilihan metode mengajar tiu tentunya tergantung dari strategi belajar – mengajar yang dipilih. Misalnya, bila strategi belajar mengajar yang telah dipilih itu pembawa materinya guru dan sempit, yang mengajarkannya guru itu sendiri, pendekatannya deduktif, dan penerima pelajarannya kelompok besar, maka metode yang akan lebih cocok nampaknya metode ceramah atau ekspositori. Selain tergantung dari strategi belajar – mengajar, pemilihan metode mengajar itu tergantung juga dari bakal efektif dan efisiensinya pengajaran itu.
Metode efektif ialah metode mengajar yang menurut penelitian adalah efektif untuk pengajara topic tertentu. Metode efektif ini merupaakn syarat bagi terjadinya pengajaran efektif. Selain metode efektif, terdapat persyaratan lain sehingga pengajaran itu menjadi efektif, misalnya berorientasi kepada tujuan dan tidak membuang – buang waktu.
Jadi, metode mengajar yang diterapkan dalam suatu pengajaran itu dikatakan efektif bila menghasilkan sesuatu sesuai dengan yang diharapkan. Dengan kata lain, tujuannya tercapai. Makin tinggi kekuatannya untuk dapat menghasilkan sesuatu, makin efektif metode itu. Sedangkan suatu metode mengajar itu dikatakan efisien bila penerapannya dalam menghasilkan sesuatu yang diharapkan itu relatif menggunakan tenaga, usaha, pengeluaran biaya, dan waktu minimum. Makin kecil usaha, tenaga, biaya, dan waktu dikeluarkan, makin efisien metode itu.
Banyak di antara kita mengetahui macam - macam metode mengajar dan arti dari setiap metode itu. Tetapi untuk menerapkannya dalam bidang studi biasanya tidak mudah. Bila adapun kadang – kadang penerapannya itu seperti dipaksa – paksakan.
Bila kita menerapkan suatu metode mengajar dalam bidang studi matematika perlu kita perhatikan agar siswa selain belajar dengan aktif, bergembira, dan mengerti, juga pelajaran itu harus efektif dan efisien. Kurikulum 1975 mensyaratkan agar pengajaran di sekolah itu efektif dan efisien, tidak membuang - buang waktu yang tidak diperlukan, karena waktu yang mereka pergunakan selama di sekolah itu hanya seperempat hari, yaitu 6 jam dari 24 jam. Ini harus kita pandang sebagai peringatan kepada kita yang sering menggunakan metode penemuan, permainan, laboratorium, dan semacamnya. Ini tidak berarti kita harus meninggalkan metode - metode itu dan kembali ke metode ceramah dan ekspositori, tetapi bila kita menggunakan metode yang memakan waktu banyak itu kita harus lebih hati – hati. Sebab kurikulum 1975 sendiri selain menggunakan metode ceramah sebenarnya, sesuai dengan bidang studinya masing – masing, mengganjurkan penggunaan metode / pendekatan lain seperti demonstrasi, pemberian tugas, tanya jawab, karyawisata, laboratorium, eksperimen, inkuiri, induktif, deduktif, dan pemecaahn masalah.
Tujuan daripada adanya P3G antara lain adalah untuk menjajagi diterapkannya konsep cara belajar siswa aktif (CBSA) atau “student active learning”. P3G bertugas untuk mencari metode dan tehnik mengajar yang menyebabkan siswa belajar aktif.
Apa sebabnya siswa harus aktif ? Apakah sebelum adanya P3G ini siswa belajar tidak aktif ?
Kita perlu belajar aktif sebab belajar dengan aktif dapat menyebabkan ingatan kita mengenai apa yang kita pelajari itu lebih tahan lama, dan pengetahuan kita menjadi lebih luas dibandingak dengan belajar secara pasif. Belajar aktif daapt menumbuhkan sifat kreatif, dan anak kreatif hidupnya dikemudian hari akan lebih berhasil. Maksudnya ialah lebih dapat menguasai persoalan di masyarakat. Sedangkan menurut pengamatan orang - orang yang kemudian menjadi anggota P3G pada tahun 1977 di beberapa IKIP, SL, dan SPG di beberapa kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang, Medan, dan Padang ditemukan bahwa kebanyakan siswa ( di luar yang belajar dengan modul ) belajar pasif. Maksudnya ialah bahwa kebanyakan pengajaran itu selain dimulai oleh guru, guru yang aktif, guru ayng mendominasi pembicaraan, murid berbuat atas perintah atau inisiatif guru, komunikasi hanya dari satu atau dua arah, kurang sekali diskusi antara siswa dengan siswa. Komunikasi hanya terjadi seperti model A dan B, dan sedikit sekali pada model C (1, 2, 3 ialah siswa).







Jarang ada kegiatan dimana murid mencari sendiri, menemukan sendiri, merumuskan sendiri atau menyimpulkan sendiri.
Seperti sudah disebutkan, didalam kurikulum 1975 sendiri, di luar ceramah, sebenarnya tercantum pendekatan dan metode yang dapat menjadikan siswa aktif di ruangan kelas belajar, misalnya metode tanya- jawab, diskusi, eksperimen / laboratorium, dan sebagainya. Sayangnya tidak sempat terungkapkan mengapa kebanyakan yang dipergunakan hanya metode ceramah atau ekspositori. Mungkin karena terikat dalam penyajian materi dalam buku wajib / teks, mungkin karena materi yang harus diberikan terlalu banyak, mungkin karena belum menghayati apa yang dianjurkan daalm kurikulum 1975, atau mungkin karena kekurangmampuan guru.
Khusus menggunakan pengajaran matematika, dalam kurikulum 1975 SMP dan SMA tidak dikatakan secara terinci dan terpisah macam – macam metode mengajarnya itu, tetapi pada bagian metode mengajarnya guru diminta untuk tidak mendominasi kelas, dan pengajarannya supaya berpusatkan kepada anak. Siswa supaay belajar dengan aktif, gembira dan senang belajar matematika.
Untuk SD – nya, metode mengajarnya itu terpaut di dalam buku Pedoman Umum dan Khususnya.
Dengan demikian konsep “student active learning” dalam pengajaran matematika (modern) paling lambat sejak tahun 1975 oleh pemerintah sudah dinasehatkan untuk diterapkan. Sedangkan tulisan lain yang mengganggap pentingnya guru tidak mendominasi kelas, pengajaran supaya berpusatkan kepada anak, siswa supaya belajar matematika senang dan gembira, siswa supaya belajar aktif, siswa supaya menemukan sendiri, antara lain tercantum dalam buku “ Dasar – dasar Matematika Modern untuk Guru” oleh E. T. Ruseffendi, IKIP Bandung 1973, halaman
Yang akan dibicaraakn pada bagian berikut ini ialah macam – macam metode mengajar dan penerapannya daalm pengajaran matematika dan criteria pemilihan metode mengajar.

B. Macam-Macam Metode Mengajar
Tujuan dari penyajian bermacam – macam metode mengajar dan aplikasinya dalam pengajaran matematika ialah agar kita, guru, memiliki pengetahuan yang luas tentang metode – metode dan memiliki ketrampilan untuk menerapkannya, khususnya dalam pengajaran matematika. Mengetahui keunggulan dan kelemahan dari tiap – tiap metode sangat penting agar kita dapat menerapkan metode itu dengan tepat, sehingga tujuan instruksional kita dapat dicapai secara optimal.
Metode – metode mengajar yang akan diterapkan ialah : ceramah, ekspositori, latihan hafal (drill), latihan praktek (practice), tanya -jawab, demonstrasi, diskusi panel, “fish bowl”, seminar dan lain – lain), kegiatan lapangan, laboratorium, permainan, karyawisata, penemuan, inkuiri, pemecahan masalah, pemberian tugas, dan metode proyek. Selain itu akan ada metode mengajar lain yang tidak akan dibahas dalam buku ini karena penerapannya dalam pengajaran matematika lebih sukar misalnya sosiodrama, psikodrama, dan bermain peran. Jadi ketiga metode mengajar terakhir sukar untuk dijadikan tehnik mengajar dalam pengajaran matematika.
Dalam kenyataannya metode – metode itu tidak merupakan metode murni, maksudnya dapat berdiri sendiri tanpa keterlibatan metode lain, tapi saling melengkapi. Pada metode ekspositori ada penemuannya, pada metode penemuan ada ceramahnya, dan sebagainya.
1. Ceramah
Ceramah adalah suatu cara penyampaian memberikan informasi secara lisan kepada sejumlah pendengar di dalam ruangan di mana pendengar melakukan pencatatan seperlunya. Pada metode ini yang banyak bicara adalah pembicara. Interaksi terjadi antara penceramah dan pendengar. Komunikasi pada umumnya hanya satu arah, dari pembicara ke pendengar. Bila yang bicara itu dosen dan pendengarnya mahasiswa, metode ceramah ini disebut juga metode kuliah.
Ceramah adalah metode adalah metode mengajar yagn pada masa kini dan masa lampau banyak dipergunakan, terutama pada bidang non eksakta. Mungkin karena dianggap paling praktis, karena metode lain yang belum dikenal.
Orang yang tidak senang mengkritik cara ini dan mengatakan bahwa ceramah itu :
1) Adalah anakronisme (sesuatu yang menyalai zaman) sejak ditemukannya percetaakan;
2) Menyebabkan belajar hanya menghafal (rote learning) yang tidak menyebabkan timbulnya pengertian (makna) pada siswa ;
3) Menyebabkan siswa pasif ; siswa hanya aktif untuk membuat catatan saja ;
4) Pertimbangan bahwa materi yang diajarkan itu baik hanya menurut pertimbangan pengajar ;
5) Menyebabkan materi yang diceramahkan lekas terlupakan (Gage dan Berliner, 1975, h – 466).
Tetapi orang – orang yang menyetujui cara ceramah untuk dipakai, memberikan jawaban kira – kira sebagai berikut :
1) Dahulu cara ceramah itu dikatakan berguna, tetapi sekarang setelah orang – orang dapat membaca dan banyak sumber bacaannya, mengganggap cara ceramah itu tidak perlu lagi. Sebenarnya siswa harus dibiasakan memperoleh pengetahuan melalui ceramah, sebab pada ceramah umumnya bila ia tidak mampu mencatat butiran penting satu saja, maka ia akan kehilangan butiran itu karena ia tidak memperoleh pengulangan ;
2) Tidak semua siswa dapat belajar melalui membaca;
3) Guru yang mengajar dengan cara ceramah dapai mengulangnya kalau perlu dengan kata-kata Iain, sedangkao buku pelajaran tidak ;
4) Cara ceramah dapat meramu masalah kompleks terutama
mengenai masalah-masalah baru, sedangkan buku pelajaran
tidak;
5) Cara ceramah dapat dipakai untuk merangkum permasalahan
yang banyak yang terdapat dalam berbagai sumber;
6) Cara ceramah dapat dipergunakan bila materi yang disajikan
itu bagi siswa adalah baru, sedangkan materi tertulisnya belum ada / banyak,
7) Cara ceramah dapat memberikan kesempatan setiap saat ke¬
pada guru untuk merangkum, mengeritik, atau memberikan
komentar terhadap pendapat orang lain;
8) Cara ceramah dapat menyajikan materi menjadi menarik,
menimbulkan minat dan kesenangan kepada siswa daripada
materi tercatat setiap saat diperlukan;
9) Cara ceramah dapat membuat pengajaran berencana, teratur,
disiapkan dengan baik daripada perumusan hasil diskusi siswa;
10) Cara ceramah relatif lebih murah karena dapat memuat lebih banyak siswa dalam satu kelas per guru;
11) Cara reramah lebih fleksibel (dapat disesuaikan) dilihat dari
segi waktu, tempat, siswa (pendengar), perlengkapan, kegiatan siswa, dibandingkan dengan cara lain misalnya materi tercetak, diskusi;
12) Cara ceramah dapat berjaian tanpa memperhatikan banyaknya siswa dibandingkan dengan materi bacapn sendiri (peng¬
ajaran terprogram misalnya). Bila dalam pengajaran terprogram kekurangan sebuah buku saja maka pengajaran itu,
khususnya bagi seorang anak, tidak dapat berjaian;
13) Cara ceramah dapat meningkatkan penguatan bagi siswa;
keuntungan ini tidak dimiliki oleh beberapa cara niengajar
lain, misalnya materi tertulis;
14) Cara ceramah, dibandingkan dengan cara belajar sendiri, da¬
pat dipakai guru untuk melihat apakah siswa berpartisipasi
akiif, mengerti permasalahannya atau tidak.
Di samping keunggulan cara ceramah menurut pendukung-nya, menurut penelitian Dubin dan Taveggia (1968) dalam buku yang sama seperti tersebut di atas halaman 465 dalam mem-bandingkan hasil belajar (dalam tentamen) yang diperoleh melalui ceramah dibandingkan dengan yang diperoleh dengan cara-cara lain, khususnya dengan metode diskusv; menyimpulkan bahwa cara ceramah dan cara diskusi di perguruan tinggi sama-sama efektif bila yang dilihat ialah hasil akhirnya dari tentamen.
Mengingat kelemahan dan keunggulan metode ini dan meng-ingat pula hakekat matematika sebagai ilmu yang hanya dapat difahami melalui prasyarat, kita sebagai pemakai metode ceramah perlu memperhatikan:
a. Metode ceramah perlu dipergunakan bila;
(1) bertujuan memberikan informasi;
(2) materi yang disajikan belum terdapat pada sumber-sumber
lain;
(3) materi yang disajikan telah disesuaikan dan direncanakan
dengan cara khusus sesuai dengan kemampuan kelompolj
yang akan menerimanya;
(4) materinya menarik atau dibuat menarik;
(5) setelah selesai ceramah diadakan cara lain untuk pengendapan yang diperolehnya agar tahan lama.
b. Metode ceramah tidak dipergunakan bila:
(1) tujuan instruksionalnya bukan hanya sekedai memberikan
informasi, tetapi ada tujuan lainnya misalnya membentuk
manusia kreatif, mencapai. tujuan kognitif yang lebih tinggi;
(2) ingatan yang tahan lama diperlukan;
(3) untuk mencapai tujuan pengajaran diperlukan partisipasi aktif dari siswa;
(4) kemampuan kelompok (siswa) rendah.
2. Ekspositori
Kita baru saja raembicarakan metode ceramah, seperti kita ketahui pada metode ceramah ini pusat pengajarnya terletak pada guru; guru yang banyak bicara menyampaikan materi pelajaran (informasi), sedangkan pekerjaan murid pada umumnya mencatat dan sebagian kecil bertanya.
Metode lain yang akan dibahas di sini ialah metode ekspositori. Sering metode ekspositori ini disamakan dengan metode ceramah atau kuliah karena sama-sama sifatnya memberikan informasi; pengajaran berpusatkan kepada guru. Di sini saya bedakan metode ekspositori dari metode ceramah mengingat dominasi guru pada metode ekspositori ini banyak dikurangi. Guru tidak terus bicara, ECakah siswa atau mahasiswa itu mengerti atau tidak, tetapi guru memberikan informasi hanya pada saat-saat atau bagian-bagian yangdiperlukan; misalnya pada permulaan pengajaran, pada topik yang baru, pada waktu memberikan contoh-contoh soal dan seba-gainya. Karena itu dilihat dari terpusatnya kepada guru, metode lebih murni dari metode ekspositori.
Pada metode ini, setelah guru beberapa saat memberikan informasi (ceramah) guru mulai dengan menerangkan suatu konsep mendemonstrasikan keterampilannya mengenai pola / aturan / dalil tentang konsep itu, siswa bertanya, guru memeriksa (mengecek) apakah siswa sudah mengerti atau belum. Kegiatan selanjutnya ialah guru memberikan contoh-contoh soal aplikasi konsep selanjutnya merninta murid untuk menyelesaikan soal-soal di papan tulis atau di mejanya. Siswa mungkin bekerja individual atau bekerja sama dengan teman yang duduk di sampingnya, dan sedikit ada tanya jawab. Dan kegiatan terakhir ialah siswa menca-ut materi yang telah diterangkan yang mungkin dilengkapi de¬ngan soal-soal pekerjaan rumah.
Jadi metode ekspositori ini sama dengan cara mengajar yang biasa (tradisional) kita pakai pada pengajaran matematika.
Dalam buku "Teaching and Learning Mathematics" oleh F.H. Bell, Wm. C. Brown Co Pub. USA, 1978, menurut beberapa penelitian dan keyakinan ahli teori belajar-mengajar cara ekspositori ini merupakan cara mengajar yang paling efektif dan efisien. Mi-wlnya David P. Ausube! berpendapat bahwa metode ekspositori vang baik adalah cara mengajar yang paling efektif dan efisien dalam menanamkan belajar bennakna (meaningful) (halaman 130 - 132). SMSG melalui penelitian sendiri dan ulasannya ter-hadap peneiitian lain mengatakan bahwa tidak ada metode yang bukan metode ekspositori menunjukkan lebih efektif, kecuali metode ekspositori (buku yang sama halaman 203). Jadi bila me¬tode ekspositori ini dipergunakan sebagaimana mestinya dan se-suai dengan situasi dan kondisinya maka akan menjadi metode yang paling efektif. Ini tidak berarti bahwa metode itu bila diper¬gunakan untuk semua topik matematika, untuk semua kelas dan dalam situasi dan kondisi apapun, akan menjadi metode terbaik.
Sebelum kita pindah membahas metode Iain kita perdalam sediktt pendapat David P. Ausubel yang ada kaitannya dengan metode ekspositori ini.
Pada tahun lima puluhan banyak pendidik matematika berpendapat bahwa metode ekspositori (ceramah) itu hanya menyebabkan siswa belajar menghafal yang tidak banyak makna (tanpa banyak mengerti). Karena pengajaran matematika (modern) meng utamakan antara lain kepada pengertian daripada kepada caranvil menyelesaikan soal, maka pada tahun enampuiuhan metode itu diganti sebagian oleh metode baru misalnya dengar. laboratorium i penemuan, dan permainan.
Tetapi D.P. Ausubel percaya bahwa cara ekspositori (ceramah) itu tidak sejelek seperti yang dituduhkan orang. Malahan sebaliknya ia percaya bahwa cara ceramah itu merupakan cara mengajar yang paling efektif dan efisien yang dapat menyebabkan siswa belajar secara bermakna. Sebaiknya. metode baru se¬perti laboratorium, penemuan, permainan dan semacamnya itu : dapat menyebabkan pengajaran tidak efektif, tidak efisien, dan bila tidak hati-hati dapat ngawur. Karena itu ia berperdapat cara-cara ini supaya jarang dipakai. Meskipun demikian ia menyetujui pengajaran yang menggunakan metode: pemecahan masalah, inkuiri, dan metode belajar yang dapat menumbuhkan berfikir kreatif dan kritis; mengajarkan materi yang berguna bagi menghadapi kehidupan, peningkatan kebudayaan dan keterampilan dasar pada umumnya.
Ausubel membedakan:
(a) belajar menerima (reception learning), materi yang disajikan
kepada siswa ada dalam bentuk akhir; d/n
(b) belajar menemukan (discovery learning): pola, dalil atau
aturan harus ditemukan siswa.
Juga ia membedakan antara:
(a) belajar menghafal (rote learning), dan
(b) belajar dengan bermakna (meaningful learning): disini yang
diutamakan prosesnya, hasilnya nomor dua.
Belajar menerima maupun menemukan sama-sama dapat berupa belajar menghafal atau bermakna. Misalnya dalam mem-pelajari konsep dalil Pythagoras tentang segitiga siku-siku, mung-kin bentuk terakhir c2 = b2 + a2 sudah disajikan (belajar mene¬rima), tetapi siswa memahami rumus itu selalu dikaitkan dengan sisi-sisi sebuah segitiga siku-siku ; jadi ia belajar secara bermakna. Siswa lain memahami rumusc2 = b2 + a2 dari pencarian (belajar menemukan), tetapi bila kemudian ia menghafalkan c2 = a2 + b2 tanpa dikaitkan dengan sisi-sisi sebuah segitiga siku-siku, maka jadinya ia belajar menghafal.
Contoh lain misalnya sebagai berikut :
Seorang siswa belajar menerima (reception learning) bahwa , tetapi kemudian ia tidak menghafalkan mentah-mentah rumus itu melainkan berfikir : itu sama dengan kemudian mengubahnya menjadi ; jadi ia belajar secara bermakna. Siswa lain yang belajar menemukan bahwa dan kemudian menghafalkannya, akhirnya ia belajar menghafal (rote learning).
Ini tidak berarti bahwa metode ekspositori ini merupakan iatu-satunya metode baik, banyak metode lain yang baik. Setiap metode mengajar akan menjadi metode mengajar yang Iebih baik bila ditepatgunakan. Seperti dikatakan oleh Mc. Keachie bahwa dibandingkan dengan metode diskusi, metode ceramah (eksposi¬tori) ini memiliki kelemahan; metode diskusi Iebih baik dalam hal menumbuhkan sifat positif terhadap materi yang diajarkan {"School Learning" halaman 462, oleh Ausubel dan Robinson, Holt Rinehart & Winston, London 1973).
3. Demonstrasi
Metode demonstrasi masih satu keluarga dengan metode ekspontori yaitu metode yang berpusatkan pada guru atau didominasi guru. Hanya bedanya dengan metode ekspositori metode demonstrasi ini Iebih banyak melibatkan siswa.
Selain daripada iebih dapat melibatkan siswa metode ini mengandung unsur penonjolan kebolehan pengajar. misalnya mendemonstrasikan membuktikan dalil, mencari rumus, dan memecahkan soa! ceritera.
Pada institusi pendidikan guru seperti IKIP dan SPG metode ini Iebih banyak dipergunakan daripada di institusi pendidikan bukan guru, sebab pada institusi pendidikan guru bukan saja guru (dosen) harus mampu mendemonstrasikan bagaimana cara mengajar, bertanya, menjawab pertanyaan, memimpin diskusi, menulis di papan tulis, membuat persiapan mengaja: mengguna-kan kalkulator, menggunakan alat peraga dan Iain-Iain. Siswanya pun (calon guru) harus dapat berbuat demikian, sebab dikemudian hari mereka akan menjadi guru. Pada saat guru memberikan demonstrasi calon guru dapat mengajukan pertanyaan lang-sung. Kemudian ia dapat mencoba sendiri menini demonstrasi yang telah dicontohkan oleh gurunya, misalnya dengan simulasi, (bermain pura-pura), mengajar teman (peer teaching), bermain peran (role playing), dan praktek mengajar. Dengac mencoba sendiri ia akan memperoleh banyak pengalaman.
Seorang guru atau calon guru dalam mendemonstrasikan sesuatu itu, misalnya bagaimana sebaiknya berdiri di depan kelas, dalam persiapannya ia harus berbuat seperti kalau ia akan meng¬ajar. Selain harus memilih strategi beiajar-mengajar.
(1) merumuskan TIK;
(2) membuat alat evaluasi;
(3) memiliii topik;
(4) memilih alat peraga / pengajaran;
(5) menentukan waktu (lamanya);
(6) melakukan langkah-langkah mengajar;
(7) melakukan evaluasinya.
Kegiatan yang penting kita lakukan setelah selesainya suatu demonstrasi ialah diskusi tentang demonstrasi yang bam saja dila¬kukan, baik yang telah dilakukan guru maupun oleh calon guru.
Pada waktu mengomentari hasil demonstrasi seseorang ka-dang-kadang terjadi perbedaan pendapat. Menurut pengamat tertentu ia melakukan tindakan atau mengucapkan sesuatu yang keliru, sedangkan menurut yang berkepentingan tidak. Karena itu alangkah baiknya kalau dalam kegiatan semacam itu dibuat rekamannya (rekaman suara dan gambar). Alat rekaman ini selain menjadi alat pelerai. Juga dapat dipergunakan oleh calon guru untuk peningkatan kemampuannya.











C. Strategi Pembelajaran Pendekatan Masalah
1. Metode Pembelajaran Pemecahan Masalah ( Problem Based Learning)
Belajar Berdasarkan Masalah atau Problem Based Learning adalah Suatu proses pembelajaran yang diawali dari masalah-masalah yang ditemukan dalam suatu lingkungan pekerjaan.Problem Based Learning (PBL) adalah lingkungan belajar yang di dalamnya menggunakan masalah untuk belajar. Yaitu, sebelum pebelajar mempelajari suatu hal, mereka diharuskan mengidentifikasi suatu masalah, baik yang dihadapi secara nyata maupun telaah kasus. Masalah diajukan sedemikian rupa sehingga para pebelajar menemukan kebutuhan belajar yang diperlukan agar mereka dapat memecahkan masalah tersebut.
Bahan pembelajaran ini akan memandu para pengguna/pebelajar mulai dari memahami konsep PBL, langkah -langkah PBL, sampai menerapkan metode PBL dalam team work di tempat kerja.Penerapan metode PBL merupakan suatu bentuk implementasi team learning dan personal mastery menuju suatu organisasi pembelajar.
2. Metode Pembelajaran Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL)
Sampai saat ini, pendidikan di Indonesia masih didominasi oleh kelas yang berfokus pada guru sebagai utama pengetahuan, sehingga ceramah akan menjadi pilihan utama dalam menentukan strategi belajar. Sehingga sering mengabaikan pengetahuan awal siswa.Untuk itu diperlukan suatau pendekatan belajar yang memberdayakan siswa. Salah satu pendekatan yang memberdayakan siswa dalah pendekatan kontekstual (CTL).
CTL dikembangkan oleh The Washington State Concortium for Contextual Teaching and Learning, yang melibatkan 11 perguruan tinggi, 20 sekolah dan lembaga-lembaga yang bergerak dalam dunai pendidikan di Amerika Serikat. Salah satu kegiatannya adalah melatih dan memberi kesempatan kepada guru-guru dari enam propinsi di Indonesia untuk belajar pendekatan kontekstual di Amerika Serikat, melalui Direktorat SLTP Depdiknas
Pendekatan Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (US Departement of Education, 2001). Dalam konteks ini siswa perlu mengerti apa makna belajar, manfaatnya, dalam status apa mereka dan bagaimana mencapainya. Dengan ini siswa akan menhadari bahwa apa yang mereka pelajari berguna sebagai hidupnya nanti. Sehingga, akan membuat mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal yang bermanfaat untuk hidupnya nanti dan siswa akan berusaha untuk meggapinya.
Tugas guru dalam pembelajaran kontekstual adalah membantu siswa dalam mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih berurusan dengan trategi daripada memberi informasi. Guru hanya megelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan suatu yang baru bagi siswa. Proses belajar mengajar lebih diwarnai Student centered daripada teacher centered. Menurut Depdiknas guru harus melaksanakan beberapa hal sebagai berikut:
1) Mengkaji konsep atau teori yang akan dipelajari oleh siswa
2) Memahami latar belakang dan pengalaman hidup siswa melalui proses pengkajian secara seksama
3) Mempelajari lingkungan sekolah dan tempat tinggal siswa yang selanjutnya memilih dan mengkaiykan dengan konsep atau teori yang akan dibahas dalam pembelajaran kontekstual
4) Merancang pengajaran dengan mengkaitkan konsep atau teori yang dipelajari dengan mempertimbangkan pengalaman yang dimiliki siswa dan lingkungan hidup mereka
5) Melaksanakan penilaian terhadap pemahaman siswa, dimana hasilnya nanti dijadikan bahan refeksi terhadap rencana pemebelajaran dan pelaksanaannya.
Dalam pengajaran kontekstual memungkinkan terjadinya lima bentuk belajar yang penting, yaitu mengaitkan (relating), mengalami (experiencing), menerapkan (applying), bekerjasama (cooperating) dan mentransfer (transferring).
a. Mengaitkan adalah strategi yang paling hebat dan merupakan inti konstruktivisme. Guru menggunakan strategi ini ketia ia mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu yang sudah dikenal siswa. Jadi dengan demikian, mengaitkan apa yang sudah diketahui siswa dengan informasi baru.
b. Mengalami merupakan inti belajar kontekstual dimana mengaitkan berarti menghubungkan informasi baru dengan pengelaman maupun pengetahui sebelumnya. Belajar dapat terjadi lebih cepat ketika siswa dapat memanipulasi peralatan dan bahan serta melakukan bentuk-bentuk penelitian yang aktif.
c. Menerapkan. Siswa menerapkan suatu konsep ketika ia malakukan kegiatan pemecahan masalah. Guru dapet memotivasi siswa dengan memberikam latihan yang realistic dan relevan.
d. Kerjasama. Siswa yang bekerja secara individu sering tidak membantu kemajuan yang signifikan. Sebaliknya, siswa yang bekerja secara kelompok sering dapat mengatasi masalah yang komplek dengan sedikit bantuan. Pengalaman kerjasama tidak hanya membanti siswa mempelajari bahan ajar, tetapi konsisten dengan dunia nyata.
e. Mentransfer. Peran guru membuat bermacam-macam pengelaman belajar dengan focus pada pemahaman bukan hafalan.
Menurut Blanchard, ciri-ciri kontekstual :
1) Menekankan pada pentingnya pemecahan masalah.
2) Kegiatan belajar dilakukan dalam berbagai konteks
3) Kegiatan belajar dipantau dan diarahkan agar siswa dapat belajar mandiri
4) Mendorong siswa untuk belajar dengan temannya dalam kelompok atau secara mandiri
5) Pelajaran menekankan pada konteks kehidupan siswa yang berbeda-beda.
6) Menggunakan penilaian otentik
Menurut Depdiknas untuk penerapannya, pendekatan kontektual (CTL) memiliki tujuan komponen utama, yaitu konstruktivisme (constructivism), menemukan (Inquiry), bertanya (Questioning), masyarakat-belajar (Learning Community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian yang sebenarnya (Authentic). Adapaun tujuh komponen tersebut sebagai berikut:
a. Konstruktivisme (constructivism)
Kontruktivisme merupakan landasan berpikir CTL, yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, mengingat pengetahuan tetapi merupakan suatu proses belajar mengajar dimana siswa sendiri aktif secara mental mebangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur pengetahuanyang dimilikinya.
b. Menemukan (Inquiry)
Menemukan merupakan bagaian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual Karena pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri. Kegiatan menemukan (inquiry) merupakan sebuah siklus yang terdiri dari observasi (observation), bertanya (questioning), mengajukan dugaan (hiphotesis), pengumpulan data (data gathering), penyimpulan (conclusion).
c. Bertanya (Questioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu dimulai dari bertanya. Bertanya merupakan strategi utama pembelajaan berbasis kontekstual. Kegiatan bertanya berguna untuk :
 menggali informasi
 menggali pemahaman siswa
 membangkitkan respon kepada siswa
 mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa
 mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa
 memfokuskan perhatian pada sesuatu yang dikehendaki guru
 membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa, untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa.
d. Masyarakat Belajar (Learning Community)
Konsep masyarakat belajar menyarankan hasil pembelajaran diperoleh dari hasil kerjasama dari orang lain. Hasil belajar diperolah dari ‘sharing’ antar teman, antar kelompok, dan antar yang tau ke yang belum tau. Masyarakat belajar tejadi apabila ada komunikasi dua arah, dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar.
e. Pemodelan (Modeling)
Pemodelan pada dasarnya membahasakan yang dipikirkan, mendemonstrasi bagaimana guru menginginkan siswanya untuk belajar dan malakukan apa yang guru inginkan agar siswanya melakukan. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan ,elibatkan siswa dan juga mendatangkan dari luar.
f. Refleksi (Reflection)
Refleksi merupakan cara berpikir atau respon tentang apa yang baru dipelajari aau berpikir kebelakang tentang apa yang sudah dilakukan dimasa lalu. Realisasinya dalam pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi yang berupa pernyataan langsung tentang apa yang diperoleh hari itu.
g. Penilaian yang sebenarnya ( Authentic Assessment)
Penialaian adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberi gambaran mengenai perkembangan belajar siswa. Dalam pembelajaran berbasis CTL, gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami pembelajaran yang benar. Fokus penilaian adalah pada penyelesaian tugas yang relevan dan kontekstual serta penilaian dilakukan terhadap proses maupun hasil.
Penerapan CTL dalam pembelajaran
1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan baru.
2. Lakukan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.
3. Kembangkan sifat keingin tahuan siswa dengan cara bertanya.
4. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok).
5. Hadirkan model sebagai contoh dalam pembelajaran.
6. Lakukan refleksi pada akhir pertemuan.
7. Lakukan penilaian otentik yang betul-betul menunjukkan kemampuan siswa.
3. Model Pembelajaran Terpadu
Beberapa pengertian dari pembelajaran terpadu yang dikemukakan oleh beberapa orang pakar pembelajaran terpadu diantaranya :
1) Menurut Cohen dan Manion (1992) dan Brand (1991), terdapat tiga kemungkinan variasi pembelajaran terpadu yang berkenaan dengan pendidikan yang dilaksanakan dalam suasana pendidikan progresif yaitu kurikulum terpadu (integrated curriculum), hari terpadu (integrated day), dan pembelajaran terpadu (integrated learning). Kurikulum terpadu adalah kegiatan menata keterpaduan berbagai materi mata pelajaran melalui suatu tema lintas bidang membentuk suatu keseluruhan yang bermakna sehingga batas antara berbagai bidang studi tidaklah ketat atau boleh dikatakan tidak ada. Hari terpadu berupa perancangan kegiatan siswa dari sesuatu kelas pada hari tertentu untuk mempelajari atau mengerjakan berbagai kegiatan sesuai dengan minat mereka. Sementara itu, pembelajaran terpadu menunjuk pada kegiatan belajar yang terorganisasikan secara lebih terstruktur yang bertolak pada tema-tema tertentu atau pelajaran tertentu sebagai titik pusatnya (center core / center of interest)m
2) Menurut Prabowo (2000 : 2), pembelajaran terpadu adalah suatu proses pembelajaran dengan melibatkan / mengkaitkan berbagai bidang studi. Dan ada dua pengertian yang perlu dikemukakan untuk menghilangkan kerancuan dari pengertian pembelajaran terpadu di atas, yaitu konsep pembelajaran terpadu dan IPA terpadu. Menurut Prabowo (2000:2), pembelajaran terpadu merupakan pendekatan belajar mengajar yang melibatkan beberapa bidang studi. Pendekatan belajar mengajar seperti ini diharapkan akan dapat memberikan pengalaman yang bermakna kepada anak didik kita. Arti bermakna disini dikarenakan dalam pembelajaran terpadu diharapkan anak akan memperoleh pemahaman terhadap konsep-konsep yang mereka pelajari dengan melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang sudah mereka pahami. Pembelajaran terpadu merupakan pendekatan belajar mengajar yang memperhatikan dan menyesuaikan dengan tingkat perkembangan anak didik (Developmentally Appropriate Practical). Pendekatan yang berangkat dari teori pembelajaran yang menolak drill-system sebagai dasar pembentukan pengetahuan dan struktur intelektual anak.
Langkah awal dalam melaksanakan pembelajaran terpadu adalah pemilihan/ pengembangan topik atau tema. Dalam langkah awal ini guru mengajak anak didiknya untuk bersama-sama memilih dan mengembangkan topik atau tema tersebut. Dengan demikian anak didik terlibat aktif dalam proses pembelajaran dan pembuatan keputusan. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan terpadu ini diharapkan akan dapat memperbaiki kualitas pendidikan dasar, terutama untuk mencegah gejala penjejalan kurikulum dalam proses pembelajaran di sekolah. Dampak negatif dari penjejalan kurikulum akan berakibat buruk terhadap perkembangan anak. Hal tersebut terlihat dengan dituntutnya anak untuk mengerjakan berbagai tugas yang melebihi kapasitas dan kebutuhan mereka. Mereka kurang mendapat kesempatan untuk belajar, untuk membaca dan sebagainya. Disamping itu mereka akan kehilangan pengalaman pembelajaran alamiah langsung, pengalaman sensorik dari dunia mereka yang akan membentuk dasar kemampuan pembelajaran abstrak (Prabowo, 2000:3). Pembelajaran terpadu sebagai suatu proses mempunyai beberapa ciri yaitu : berpusat pada anak (student centered), proses pembelajaran mengutamakan pemberian pengalaman langsung, serta pemisahan antar bidang studi tidak terlihat jelas. Di samping itu pembelajaran terpadu menyajikan konsep dari berbagai bidang studi dalam satu proses pembelajaran. Kecuali mempunyai sifat luwes, pembelajaran terpadu juga memberikan hasil yang dapat berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan anak.
Pembelajaran terpadu memiliki kelebihan (Depdikbud, 1996) sebagai berikut :
1. Pengalaman dan kegiatan belajar anak relevan dengan tingkat perkembangannya
2. Kegiatan yang dipilih sesuai dengan minat dan kebutuhan anak
3. Kegiatan belajar bermakna bagi anak, sehingga hasilnya dapat bertahan lama
4. Keterampilan berpikir anak berkembang dalam proses pembelajaran terpadu
5. Kegiatan belajar mengajar bersifat pragmatis sesuai dengan lingkungan anak
Keterampilan sosial anak berkembang dalam proses pembelajaran terpadu. Keterampilan sosial ini antara lain adalah : kerja sama, komunikasi, dan mau mendengarkan pendapat orang lain.
Adapun model-model pembelajaran terpadu sebagaimana yang dikemukakan oleh Fogarty, R (1991 : 61– 65) yaitu sebanyak sepuluh model pembelajaran terpadu. Kesepuluh model pembelajaran terpadu tersebut adalah :
1. the fragmented model ( Model Fragmen )
2. the connected model ( Model Terhubung )
3. the nested model ( Model Tersarang )
4. the sequenced model ( Model Terurut )
5. the shared model ( Model Terbagi )
6. the webbed model ( Model Jaring Laba-Laba )
7. the threaded model ( Model Pasang Benang )
8. the integrated model ( Model Integrasi )
9. the immersed model ( Model Terbenam ), dan
10. the networked model ( Model Jaringan )
Dari 10 model pembelajaran terpadu di atas, hanya 3 model yang akan dibahas disini, yaitu the connected model, the webbed model, dan the integrated model.
a. Model Terhubung (The Connected Model)

Model terhubung (the connected model), karena model terhubung ini penekanannya terletak pada perlu adanya integrasi inter bidang studi itu sendiri. Selain itu, Model terhubung ini juga secara nyata menghubungkan satu konsep dengan konsep lain, satu topik dengan topik lain, satu keterampilan dengan keterampilan lain, tugas yang dilakukan dalam satu hari dengan tugas yang dilakukan pada hari berikutnya, serta ide-ide yang dipelajari pada satu semester dengan semester berikutnya. Pemanfaatan penerapan model terhubung (connected) ini sangat relevan dengan konsep Cahaya (dalam fisika) dan konsep Sistem Indera pada manusia (dalam biologi), agar dapat terwujud pemampatan/ pengurangan waktu dalam pembelajaran pada konsep-konsep tersebut (Reduce Instructional Time). Hal ini terkait dengan upaya menghindari terjadinya penjejalan kurikulum dalam proses pembelajaran, sebagai akibat dari mengejar target kurikulum.

Langkah-langkah yang ditempuh dalam model pembelajaran keterhubungan sebagai berikut :
a) Guru menentukan tema-tema yang dipilih dari silabus,
b) Guru mencari tema yang hampir sama/relevan dengan tema-tema yang lain,
c) Tema-tema tersebut diorganisasikan pada tema induk,
d) Guru menjelaskan materi yang terdiri dari beberapa tema di atas,
e) Guru mengadakan tanya jawab tentang materi yang diajarkan,
f) Dengan bimbingan guru siswa membentuk kelompok kecil,
g) Dengan bimbingan guru pula siswa diminta untuk mengerjakan pertanyaan yang telah disiapkan dan mengerjakan tugas kelompok dari guru,
h) Guru memberikan kesimpulan, penegasan, evaluasi secara tertulis dan sebagai tindak lanjut guru menugaskan pada siswa untuk menyusun portofolio dan dikumpulkan minggu depan.
Beberapa kelebihan dari model terhubung (connected) adalah sebagai berikut :

a. Dampak positif dari mengaitkan ide-ide dalam satu bidang studi adalah siswa memperoleh gambaran yang luas sebagaimana suatu bidang studi yang terfokus pada suatu aspek tertentu.
b. Siswa dapat mengembangkan konsep-konsep kunci secara terus menerus, sehingga terjadilah proses internalisasi.
c. Menghubungkan ide-ide dalam suatu bidang studi sangat memungkinkan bagi siswa untuk mengkaji, mengkonseptualisasi, memperbaiki, serta mengasimilasi ide-ide secara terus menerus sehingga memudahkan untuk terjadinya proses transfer ide-ide dalam memecahkan masalah.
Di samping mempunyai kelebihan, model terhubung ini juga mempunyai kekurangan, yaitu sebagai berikut :

a) Masih kelihatan terpisahnya antar bidang studi,
b) Tidak mendorong guru untuk bekerja secara tim, sehingga isi dari pelajaran tetap saja terfokus tanpa merentangkan konsep-konsep serta ide-ide antar bidang studi, dan
c) dalam memadukan ide-ide dalam satu bidang studi, maka usaha untuk mengembangkan keterhubungan antar bidang studi menjadi terabaikan.
b. Model Jaring Laba-Laba (The Webbed Model)

The Webbed Model (Model Jaring Laba-Laba) yaitu model yang menggunakan pendekatan tematik sebagai pusat pembelajaran yang dijabarkan dalam berbagai kegiatan dan/atau bidang pengembangan.

Ciri pendidikan berkualitas, adalah bukan hanya mengetahui sesuatu, melainkan dapat melakukan sesuatu yang fundamental untuk kehidupan. Pendidikan harus dapat memberikan bekal pengalaman kesadaran siswa untuk menjalankan kehidupan di masyarakat. Oleh karena itu proses pembelajaran yang bermakna menjadi hal yang penting dalam menentukan tercapainya pendidikan yang berkualitas. Sementara dari hasil pengamatan kenyataan dilapangan, kualitas pembelajaran di sekolah khususnya pembelajaran di SD sangat rendah, proses pembelajaran masih didominasi oleh guru. Kenyataan tersebut apabila dibiarkan akan berdampak terhadap mutu lulusan sekolah kita dimasa mendatang untuk mampu menghadapi tantangan global yang ditandai dengan berbagai tantangan.

Persepsi guru dan siswa dalam menerapkan pembelajaran terpadu model webbed atau jaring laba-laba dalam proses mengubah pola belajar siswa yang selama ini dijadikan sebagai objek dalam belajar menjadi subjek, terutama telah mampu mengembangkan kemampuan siswa dalam aspek kerja sama, toleransi, tenggang rasa, saling menghargai, berani berpendapat dan mampu mengembangkan nilai-nilai demokrasi. Sedang dalam hasil belajar telah dapat berhasil meningkatkan akademik siswa. Dan yang tak kalah pentingnya adalah telah dapat mengungkapkan respon siswa dan guru terhadap model pembelajran terpadu model webbed atau jaring laba-laba sangat positif, sehingga mereka labih bergairah dan antusias dalam belajar. Untuk itu perlu merekomendasikan pemanfaatan model pembelajaran terpadu model webbed atau jaring laba-laba sebagai altenatif pilihan model pembelajaran dalam proses belajar di Sekolah Dasar.
Langkah-langkah yang ditempuh dalam model pembelajaran jaring laba-laba, yaitu sebagai berikut:
a) Guru menyiapkan tema utama dari beberapa standar kompetensi lintas mata pelajaran/bidang Studi,
b) Guru menyiapkan tema-tema yang telah terpilih supaya tidak over lapping,
c) Guru menjelaskan tema-tema yang terkait sehingga materinya lebih luas,
d) Guru memilih konsep atau informasi yang bisa mendorong belajar siswa dengan pertimbangan lain yang memang sesuai dengan prinsip-prinsip pembelajaran terpadu.

Sebagai sebuah model, model jaring laba-laba mempunyai beberapa kelebihan dan keterbatasan. Kelebihan model jaring laba-laba adalah sebagai berikut:
a. adanya kekuatan motivasi internal yang berasal dari proses penentuan tema yang diminati anak,
b. relatif mudah digunakan,
c. mempermudah perencanaan kerja tim guru,
d. memberikan kejelasan payung melalui pendekatan tematik, dan
e. memudahkan anak untuk melihat berbagai kegiatan atau gagasan yang berbeda, tetapi saling terkait dalam satu tema.
Sedangkan keterbatasan model jaring laba-laba adalah:
a. cukup sulit dalam menentukan tema,
b. guru cenderung merumuskan tema secara dangkal,
c. guru tetap dituntut memenuhi misi kurikulum baku, dan
d. sering kali guru lebih memperhatikan kegiatan pembelajaran dari pada pengembangan konsep.

c. Model Integrasi/Model Thematic (The Integrated Model)

Model integrated yaitu pembelajaran yang mengintegrasikan beberapa tema yang serumpun pada mata pelajaran.
Pada pembelajaran tematis, tema berfungsi sebagai sarana untuk mengenalkan berbagai konsep pada anak dengan tujuan menyatukan isi kurikulum dan memperkaya perbendaharaan kata anak. Tema juga berisi bahan-bahan yang perlu dikembangkan lebih lanjut oleh guru. Kekuatan pembelajaran dengan pendekatan tema secara umum adalah pengalaman dan kegiatan belajar relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak, menyenangkan karena bertolak dari minat dan kebutuhan anak, hasil belajar akan bertahan lebih lama karena lebih berkesan dan bermakna, mengembangkan keterampilan berpikir melalui berbagai latihan pemecahan permasalahan yang dihadapi, serta menumbuhkan keterampilan sosial dalam bekerja sama, bertoleransi, berkomunikasi dan tanggap terhadap gagasan orang lain.
Langkah-langkah pembelajaran terpadu model integrated sebagai berikut:
a. guru menentukan salah satu tema dari mata-pelajaran yang akan dipadukan dengan tema-tema pada mata pelajaran lain,
b. guru mencari tema-tema dari mata-pelajaran lain yang memiliki makna yang sama,
c. guru memadukan tema-tema dari beberapa mata pelajaran yang dikemas menjadi satu tema besar,
d. guru menyusun RPP yang terdiri dari gabungan konsep-konsep beberapa mata-pelajaran,
e. guru menentukan alokasi waktu karena untuk pembelajaran ini biasanya memerlukan waktu lebih dari satu kali pertemuan.













BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Metode mengajar adalah cara mengajar atau cara menyampaikan materi pelajaran kepada siswa untuk setiap pelajaran atau bidang studi. Metode mengajar itu bisa diterapkan untuk setiap pelajaran. Karena itu guru akan dapat memahaminya tanpa suatu keahlian khusus. Misalnya, menyampaikan materi pelajaran melalui ceramah, ekspositori, dan demonstrasi itu adalah cara-cara penyampaian materi yang berlaku secara umum. Untuk menguasainya tidak diperlukan keahlian khusus. Karena itu, ceramah dan sebagainya itu disebut metode mengajar.
Metode – metode mengajar yang akan diterapkan ialah : ceramah, ekspositori, latihan hafal (drill), latihan praktek (practice), tanya -jawab, demonstrasi, diskusi panel, “fish bowl”, seminar dan lain – lain), kegiatan lapangan, laboratorium, permainan, karyawisata, penemuan, inkuiri, pemecahan masalah, pemberian tugas, dan metode proyek. Selain itu akan ada metode mengajar lain yang tidak akan dibahas dalam buku ini karena penerapannya dalam pengajaran matematika lebih sukar misalnya sosiodrama, psikodrama, dan bermain peran. Jadi ketiga metode mengajar terakhir sukar untuk dijadikan tehnik mengajar dalam pengajaran matematika.
Dalam kenyataannya metode – metode itu tidak merupakan metode murni, maksudnya dapat berdiri sendiri tanpa keterlibatan metode lain, tapi saling melengkapi. Pada metode ekspositori ada penemuannya, pada metode penemuan ada ceramahnya, dan sebagainya.
Belajar Berdasarkan Masalah atau Problem Based Learning adalah Suatu proses pembelajaran yang diawali dari masalah-masalah yang ditemukan dalam suatu lingkungan pekerjaan.Problem Based Learning (PBL) adalah lingkungan belajar yang di dalamnya menggunakan masalah untuk belajar. Yaitu, sebelum pebelajar mempelajari suatu hal, mereka diharuskan mengidentifikasi suatu masalah, baik yang dihadapi secara nyata maupun telaah kasus.
Pendekatan Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat
Langkah awal dalam melaksanakan pembelajaran terpadu adalah pemilihan/ pengembangan topik atau tema. Dalam langkah awal ini guru mengajak anak didiknya untuk bersama-sama memilih dan mengembangkan topik atau tema tersebut. Dengan demikian anak didik terlibat aktif dalam proses pembelajaran dan pembuatan keputusan. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan terpadu ini diharapkan akan dapat memperbaiki kualitas pendidikan dasar, terutama untuk mencegah gejala penjejalan kurikulum dalam proses pembelajaran di sekolah.
B. Saran
1. Manusia menjadi jahat karena merasa cukup.
Pesan di atas diperingatkan di Al Qur’an surat (96) Al Alaq ayat 6-7.
 •       
Artinya : Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, Karena dia melihat dirinya serba cukup.

2. Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.( Al Maa'idah:8 )